Catatan Oase Kehidupan #219: Ketika Perjuangan Pahlawan Terasa Sunyi di Kota Pahlawan

0
935
Foto Pendeta ( pakai udeng ) dan Ustad ( pakai peci) meniti Jalan perjuangan meski sepi apresiasi

KLIKMU.CO

Oleh: M Isa Anshori*

Bulan November sangat identik dengan peringatan 10 November, dimana saat itu terjadi pertempuran antara tentara Inggris dan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia ( BPRI ) yang dipimpin okeh Soetomo. Peristiwa 10 November 1945 yang sekarang dikenal sebagai Hari Pahlawan, merupakan satu peristiwa heroik segenap rakyat Indonesia, dalam mempertahankan kemerdekaan yang diproklamasikannya, pada 17 Agustus 1945.

Peristiwa bersejarah ini, dipicu oleh tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby, dalam pertempuran di Surabaya, Jawa Timur. Dalam peperangan itu, Mallaby tewas terpanggang di dalam mobil yang ditumpanginya, diduga akibat terkena lemparan granat, saat melintas di depan Gedung Internatio.

Komandan Angkatan Perang Inggris di Indonesia Jenderal Christison menyebut tewasnya Mallaby sebagai satu pembunuhan yang kejam. Dia menyatakan, akan menuntut balas terhadap rakyat Indonesia, dan Surabaya khususnya.

Pucuk Pimpinan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) Sutomo atau biasa dipanggil Bung Tomo alias Bung Kecil mengatakan, rakyat Indonesia tidak takut dengan ancaman Christison yang akan menuntut balas.

Dia juga melihat, di balik pernyataan Christison yang ingin menurunkan kekuatan militernya secara penuh, untuk menggempur rakyat Indonesia yang sedang berjuang mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamirkannya itu, terdapat satu muslihat licik.

Maka dengan mengobarkan pidato yang berapi api, Bung Tomo membakar semangat arek arek Suroboyo untuk melawan tentara Inggris, sehingga tentara Inggrispun bisa dipukul mundur.

November sebagai hari Pahlawan sejatinya mempunyai ikatan yang kuat dengan kota Surabaya yang dijuluki sebagai kota pahlawan. Sehingga sudah menjadi keharusan bila setiap November geliat kepahlawanan dilakukan di Surabaya.

Tapi sayangnya, Surabaya yang semakin cantik dan semakin bersolek, tak begitu peduli dengan semangat juang para pahlawan yang dengan jiwa dan raganya mempertahankan kemerdekaan RI melalui pertempuran Surabaya. Surabayaku terlihat angkuh, tak terlihat geliat rasa juang dan menjiwai pahlwan. Sejak masuk tanggal 1 November tak terlihat ada slogan dan meriahnya hari Pahlwan. Berbeda dengan perlakuannya ketika Surabaya berulang tahun, satu bulan penuh, mei sebagai hari jadi kota pahlawan Surabaya, geliat dan gairah peringatan serta ambisi bersolek dengan warna warni libido para pemilik modal.

Desiran gairah rasa nasionalis dan menghargai perjuangan tak disemai dalam sebuah perapian jiwa pahlawan. Jiwa kepahlawanan itu menjadi sunyi di Surabaya yang berjuluk kota Pahlawan. Tak terlihat slogan maupun gambar pahlawan yang berderet di kota pahlawan. Justru kita melihat terjadi pembiaran, mereka yang belum jelas jasanya bangsa dan kota pahlawanan ini, poster dan baliho mereka merebut ruang publik yang seharusnya digunakan untuk membangun semangat kepahlwanan. Surabaya semakin semrawut dan terlihat kumuh.

Sudah seharusnya pemerintah kota menghargai kembali kerja kerja yang dilakukan dengan segala prestasi kebersihan dan kepedulian terhadap lingkungan. Sehingga rakyat mendapatkan kembali keasrian dan keindahan Surabaya, meski Surabaya angkuh terhadap pengorbanan pahlwan.

Sebagai warga Surabaya, saya membayangkan akan sangat elok kalau setiap kita semua mampu menjadi warga yang bertanggung jawab terhadap kotanya. Para calon wakil rakyat cobalah berempati pada warga bahwa ruang publik jangan dikotori dengan gambar calon yang penataannya tak teratur. apalagi gambar dan spanduk diikatkan di ranting ranting pohon yang dirawat pemerintah kota. Begitu juga dengan pemerintah kota ada baiknya Walikota Surabaya disiplin dalam penataan ruangnya, Jangan dibiarkan gambar gambar itu merusak tata ruang dan penataannya apalagi sampai merusak lingkungan.

Nah … ditengah heningnya peringatan hari pahlawan , Saya mencoba menghampiri makam Bung Tomo yang terbujur sunyi di makam Ngagel, sambil memanjatkan doa dan berterima kasih kepadanya atas jasa dan perjuangannya, sehingga Surabaya dijuluki sebagai kota pahlawan. Dalam dialog sunyi itupun saya mengabarkan kepada pusara yang membungkus jasad beliaunya, bahwa jasa para pahlwan itu menjadi sunyi di kota pahlwan dihimpit oleh gambar dan poster mereka yang berburu kursi jabatan.

Selamat merenungi hari pahlwan di kota pahlawan.

Surabaya, 10 November 2018

*Pengamat Sosial

Penulis dan warga Surabaya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini