Empat Paradigma Guru Indonesia

1
2561

Oleh: J. Sumardianta (*)

KLIKMU.CO

Tomat kali pertama dibawa para kolonis ke Eropa dari Amerika. Ahli botani berkebangsaan Prancis mengidentifikasi tomat sebagai “buah persik serigala”. Tomat, bila dimakan, membuat kejang, mulut berbusa, dan kematian mendadak. Para kolonis pertama Eropa di Amerika tidak mau menyentuh tomat. Tomat hanya ditanam sebagai nursery di pekarangan mereka.

Radang gusi merupakan salah satu wabah penyakit berbahaya yang diidap keluarga kolonis. Epidemi akibat kekurangan vitamin C—yang banyak terkandung dalam tomat. Obat radang gusi melimpah di pekarangan, tapi kolonis mati karena paradigma yang keliru. Sesat pikir baru disadari saat beredar informasi bangsa Italia dan Spanyol mulai mengonsumsi tomat. Sejak itu tomat mulai menjadi buah paling populer karena khasiat kesehatan yang diberikan kepada manusia.

Paradigma itu sebab. Perilaku itu akibat. Perubahan paradigma kolonis Eropa menunjukkan betapa hebatnya kekuatan mind map. Kisah naik kelas tomat dari tanaman hias jadi obat mujarab sengaja dijadikan analogi untuk mengurai paradigma guru di Indonesia. Ada empat tipe guru berkaitan dengan paradigma yang mereka anut: guru medioker (mediocre teacher), guru berwibawa (superior teacher), guru terpuji (good teacher), dan guru hebat (great teacher).

Masalah utama guru itu bukan sekadar kurikulum dan stategi pengajaran, melainkan semangat. Bukan pula soal kesejahteraan, melainkan spirit dan keteladanan. Guru sudah banyak yang memiliki sertifikat pendidik dan memperoleh tunjangan. Kendati demikian, perubahan yang dialami sebagian besar guru baru sebatas bergeser dari guru medioker menjadi guru superior. Belum beranjak menjadi guru terpuji dan guru hebat.

Pusat kegiatan mengajar-belajar guru medioker itu guru sendiri, bukan murid. Fasilitator centered learning. Kurikulum disajikan tanpa pengolahan. Pemelajaran tidak mempertimbangkan kecerdasan majemuk murid. Murid harus menyesuaikan dengan gaya mengajar guru. Bukan guru yang menyesuaikan metode mengajarnya dengan gaya belajar murid. Guru medioker bercorak instruksional. Kerjanya hanya menyuapi murid (spoon fiding). Murid dididik menjadi pecundang.
Guru superior, sepanjang hari, dari tahun ke tahun, kerjanya memperagakan otoritas dan kewibawaan. Pusat kegiatan mengajar-belajar juga guru, bukan murid. Guru tipe killer ini selalu minta diperhatikan, bukan memperhatikan murid. Murid didik menjadi penakut dan pengecut.

Guru superior memiliki kecenderungan kuat untuk dilayani. Guru seperti ini ditakuti, bukan disegani para murid, karena suka memaksakan selera. Guru temperamental yang selalu merasa paling benar. Bila nilai ujian jelek, yang disalahkan muridnya. Ibarat ranting dan dahan lapuk, guru superior hanya menunggu saat kejatuhan.

Guru terpuji menjelaskan materi rumit dengan cara sederhana. To simplify complex things. Guru yang membuat murid ngeh dan mudeng. Administrasi pengajarannya bagus. Pusat kegiatan mengajar-belajar masih tetap gurunya sendiri. Walau tindakannya terpuji, guru tipe ini masih terperangkap materialisme kurikulum. Murid didik menjadi orang pintar.

Guru hebat kerjanya bukan sekadar mengajar, melainkan sungguh mendidik. Guru hebat paham pekerjaan utamanya menginspirasi murid. Ia sadar punya satu mulut dan dua telinga. Ia berusaha menjadi pendengar yang baik, bukan membual terus di kelas sepanjang waktu. Guru hebat sedikit memberi instruksi. Participant centered learning (PCL). Pusat kegiatan mengajar-belajar murid, bukan guru. Kurikulum diolah dan disajikan sesuai kecerdasan majemuk murid.

Guru hebat bisa mengidentifikasi gaya belajar setiap murid di setiap kelas yang diampunya. Identifikasi gaya belajar murid akan membantu guru merancang pembelajaran kreatif dan menyenangkan. Guru hebat mendidik murid menjadi manusia bermental driver dan winner.

Guru hebat rendah hati. Bukan terus memaksakan selera. Gaya mengajarnya tidak usang. Metode mengajar model kemarin tak lagi digunakan buat mendidik murid masa kini. Tutorial teman sebaya (cooperative learning) merupakan salah satu bentuk PCL. Murid bergaya belajar cepat mengajar teman-teman di kelasnya yang bergaya belajar normal dan lambat.

Tutorial teman sebaya dilakukan guru hebat dengan memecah kelas menjadi kelompok-kelompok kecil dipimpin murid bergaya belajar cepat. Tutorial teman sebaya membuat pembelajaran di kelas menjadi hidup. Murid lebih suka diajar kawan-kawannya ketimbang gurunya karena tidak ada kesenjangan antargenerasi.

Guru hebat memiliki keyakinan dan komitmen kuat. Murid bisa melupakan apa-apa yang diajarkan maupun dilakukan gurunya. Akan tetapi, murid akan selalu mengingat dan mengenang apa saja yang membuat hati mereka tersentuh. Perubahan tidak menjamin keberhasilan, tapi tidak ada keberhasilan yang bisa diraih tanpa perubahan. Tujuan bekerja menciptakan perubahan di sekolah. Perubahan tidak mungkin terjadi bila guru tidak memulainya dari diri sendiri terlebih dulu.

Guru hebat senantiasa mengubah diri sendiri sebelum mengubah para siswa. Bekerja membuat guru hebat tumbuh secara emosional, intelektual, dan spiritual. Saya sekarang harus lebih baik dari kemarin. Saya besok harus lebih baik dari sekarang. Bekerja bukan melulu mencari nafkah, melainkan meningkatkan happiness level murid.

Betapa banyak kelas didominasi guru mengajar, bukan murid belajar. Pimpinan sekolah tidak kunjung menyadari sebagian besar guru tipe medioker dan superior. Pelayanan kepada para murid sebagai subjek dan pusat segala aktivitas pembelajaran jadi tidak optimal. Guru medioker dan superior yang cenderung destruktif, dalam manajemen pendidikan, disebut sunk cost. Biaya tenggelam (ongkos mahal) yang tidak bisa diambil kembali. Kepala sekolah terperangkap sunk cost trap karena hanya bisa menyesali hilangnya biaya mahal akibat kesia-siaan guru yang membuat murid terbengkelai.

Kepala sekolah yang bukan pengambil keputusan yang baik mudah terjebak sunk cost trap. Perangkap biaya mahal ini penyakit bagi pemimpin lemah dan pengambil keputusan buruk yang kurang memiliki kemampuan multiperspektif. Banyak kepala sekolah menghadapi guru bermasalah, tapi sedikit yang berani membuat keputusan drastis yang membela dan peduli pada murid. Kepala sekolah yang keputusannya buruk bermental pecundang. Guru medioker dan guru superior yang banyak merugikan murid bermental penumpang gelap yang sekadar cari aman dan menumpang hidup di sekolah.

Menggunakan hukum Pareto, guru medioker dan superior jumlahnya 80%. Guru terpuji 15%. Guru hebat hanya 5%. Masih jarang guru yang mau mengubah paradigma sehingga bermental driver (pengemudi), winner (bermental juara), good listener (pendengar yang baik). Kebanyakan guru bermental penumpang (passanger), pecundang (loser), dan tukang bual (bad speaker).

Sedikit sekali guru yang memiliki tujuan hidup bukan sekadar menumpang hidup, bukan sekadar mencari nafkah, dan bukan sekadar mencari kenyamanan. Guru yang berani mengatasi ketakutan, mengambil risiko, keluar dari zona nyaman, dan selalu menuntut diri lebih. Guru yang berperilaku terpuji, bukan seenaknya sendiri. Guru yang dihargai karena menghargai muridnya. Guru bahagia yang mengantarkan kebahagiaan (delivering happiness) bagi para muridnya.

(*) Penulis buku “Guru Gokil Murid Unyu: Pendidik Hebat di Zaman Lebay (2013)”

1 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini