Epistemologi dan Sumber Pengetahuan, Bagaimana Antara Barat dan Timur?

0
2857
Tongkrongan Islami

 

Oleh: Risma Novita

Kabid Immawati Korkom IMM UINSA Surabaya

 

KLIKMU.CO

Epistemologi adalah salah satu cabang dalam kajian filsafat yang membahas “bagaimana mendapatkan pengetahuan”. Epistemologi lebih menekankan pada proses mendapatkan sebuah pengetahuan tertentu. Topik ini menjadi salah yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat. Misalnya, kata Simon Blacburn, terkait dengan tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristinya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan. Untuk lebih jelasnya, mari kita coba mengartikan epistemologi berdasar arti per kata.

Epistemologi berasal dari bahasa Yunani “episteme” yang berarti pengetahuan. Pengetahuan merupakan hal yang mutlak terjadi di dalam diri manusia. Manusia mempunyai keistimewaan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain, yakni kemampuan untuk berpikir (istilah manusia makhluk berpikir?) akan sesuatu. Hewan, tumbuh-tumbuhan, dan alam sekitarnya pada dasarnya tidak memiliki pengetahuan karena mereka tidak memiliki kemampuan berpikir layaknya manusia. Akhirnya, manusialah yang memiliki otoritas atau kuasa terhadap pengetahuan tersebut. Mungkinkah manusia tanpa adanya pengetahuan? Jawabannya tidak, karena pada hakikatnya manusia adalah makhluk berpengetahuan.

Selanjutnya, kata “logos” berarti pikiran, ungkapan, ataupun teori. Bisa dikatakan pula sebagai ilmu tentang sesuatu. “Logos” juga berarti pengetahuan yang sistematik. Artinya, ada proses justifikasi terhadap pengetahuan tersebut. Dapat kita simpulkan bersama bahwa epistemologi adalah ilmu yang berusaha mencari sebuah kebenaran pengetahuan.

Lantas, bagaimana pengetahuan itu bisa didapatkan oleh manusia? Marilah kita mulai dengan diskusi yang agak mendalam dengan pertanyaan apa itu pengetahuan?

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang ada di alam pikiran. Terlepas dari benar atau salah sebuah pengetahuan itu. Segala sesuatu yang ada di alam pikiran? Mari kita coba dengan perumpaan atau menggunakan analogi sehari-hari agar bisa kita terima dengan baik. Ketika kita menjumpai sebuah botol minuman yang berada tepat di depan kita, apakah itu merupakan sebuah pengetahuan tentang botol? Sejak kapan kita tau bahwa itu sebuah botol dengan segala pendefinisiannya? Jika pendefinisian tentang botol itu belum ada (tentang bentuknya, peran dan fungsinya, dan sebagainya) apakah masih sah bahwa botol itu sebuah pengetahuan? Jika kita bahasakan itu sebagai pulpen, apakah kita setuju? Membingungkan, bukan?

Kembali bahwa pengetahuan itu terlepas dari konteks benar ataupun salah. Jika pendefinisian tentang “botol” itu sejak dulu bukan merupakan botol, maka itu bukanlah sebuah botol. Akan tetapi, semua hal yang masuk di pikiran kita itu adalah pengetahuan. Maka, dapat kita pahami bersama bahwa pengetahuan itu muncul ketika segala sesuatu itu ada di alam pikiran kita dan sangat memungkinkan pengetahuan itu ada ketika kita berada pada posisi yang kosong tanpa pengetahuan apa pun.

Sumber-Sumber Pengetahuan

Pengetahuan didapatkan oleh manusia melalui berbagai cara dan alat. Adapun sumber-sumber pengetahuan itu bisa kita klasifikasikan dalam berbagai macam. Pertama, pancaindra. Sumber pengetahuan yang pertama ini lebih cenderung memanfaatkan alat indra, seperti melihat, mendengar, membau, dan merasa. Sumber pengetahuan melalui pancaindra dalam filsafat dinamakan aliran empirisme. Empirisme melihat bahwa segala bentuk pengetahuan yang ada di dunia ini berasal dari indra, lebih mendahului ide. Pengetahuan itu diproleh dengan membentuk ide sesuai dengan fakta yang diamati. Filsuf pertama yang menggagas aliran ini adalah Aristoteles melalui medote induktif. Dengan ringkas, realisme atau empirisme beranggapan bahwa manusia mengetahui apa yang didapatkan dari pancaindra.

Kedua, akal/rasio. Lawan realisme adalah rasinonalisme itu sendiri yang lebih mengutamakan kemampuan akal atau rasio manusia untuk mendapatkan sumber pengetahuan. Filsuf pertama yang menggagas tema ini adalah Plato dan nantinya diteruskan Lebniz, Kant, Hegel, dan sebagainya.

Ketiga, intuisi. Intuisi adalah sumber dari pengetahuan selanjutnya. Intuisi berbicara di luar penjelasan sumber pengetahuan di atas. Intuisi unik karena berbicara di luar kesadaran manusia. Misalnya, ketika seorang ibu yang sedang memasak di dapur tiba-tiba salah satu foto yang dipajang di dinding jatuh dan pecah. Lantas, ibu tersebut merasa cemas dan gusar. Inilah yang menandai adanya perasaan yang secara tidak sadar kita tau akan sesuatu. Intuisi kebanyakan berkembang di dunia filsafat Barat.

Perbedaan Epistemologi Barat dan Timur

Terminologi “Barat” dan “Timur” sudah banyak tersirat dalam berbagai tulisan kalangan orientalisme. “Barat” berarti dari kalangan bangsa Eropa atau sekelompok bangsa imperialis, sedangkan “Timur” lebih cenderung dari kalangan negara bagian ketiga (Asia dan Afrika).

Jika kita menoleh sedikit ke arah hari ini, akan kita jumpai beberapa hal terkait dengan peradaban modern menjadi titik sentral kebudayaan manusia. Dan konteks “Barat”-lah yang lebih dominan menguasai segala aspek di peradaban modern saat ini. Sejarah mencatat bahwa bangsa Barat bisa maju akibat adanya proses sejarah yang panjang yang menyelimutinya. Tak terkecuali terkait dengan cara pandang mereka akan dunia dan realitas.

Seperti dikutip oleh salah satu pernyatan seorang ilmuan cum sejarawan, bangsa Barat maju karena mereka mencoba untuk meninggalkan konteks mistisisme atau yang berhubungan dengan agama. Agama telah melahirkan sebuah kenyataan hidup yang cukup membekas bagi bangsa Barat karena masih terkungkung oleh dogma-dogma gereja yang justru membawa penderitaan. Bangsa barat cenderung mandeg dalam pola berpikirnya. Akhirnya, dengan semangat reinansance yang dimulai dari Italia, Barat berhasil membangun peradaban hingga berkembang saat ini. Cara berpikir yang lebih bersifat empiris serta rasionalis menjadikan bangsa Barat menjadi bangsa yang superior.

Bagaimanakah dengan bangsa Timur? Timur seperti yang kita ketahui masih terjebak di ranah-ranah mistisisme. Sebab, bagi mereka, sumber pengetahuan yang hakiki adalah lewat wahyu atau dogma-dogma mistisisme. Kebudayaaan Timur yang masih begitu kental di bangsa Timur membuat bangsa ini menjadi bangsa yang tertinggal dari bangsa Barat. Sehingga ada anggapan dari kalangan orientalis bahwa bangsa Timur ini akan selamanya menjadi bangsa yang inferior karena masih terjebak dengan dunia mistisisme. Benarkah begitu? Semua masih debatable.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini