RBC Gelar Bincang Buku “Kepercayaan dan Pandemi”

0
985
Prof Djoko Saryono (kiri) dan Hasnan Bachtiar saat bincang buku "Kepercayaan dan Pandemi". (Ade/KLIKMU.CO)

KLIKMU.CO – RBC Institute A. Malik Fadjar bekerja sama dengan Komunitas Pelangi Sastra dan Satunama menggelar bincang buku “Kepercayaan dan Pandemi”, Kamis (26/11/2020). Buku ini merupakan kumpulan esai para penghayat kepercayaan.

Bincang buku ini menghadirkan dua pembedah, yakni UM Prof Djoko Saryono dan Hasnan Bachtiar.

Buku “Kepercayaan dan Pandemi” menggambarkan bagaimana masyarakat penghayat kepercayaan, baik kepercayaan luhur atau lokal, dalam menyikapi pagebluk.

“Buku ini merupakan testimoni, ekspresi, dan perspektif pelaku penghayat kepercayaan dalam menghadapi pandemi,” kata Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang Djoko Saryono.

Prof Djoko lantas memberikan beberapa catatan atas buku ini. Pertama, buku ini tidak berisi catatan kejadian atau dokumentasi selama pandemi. Buku ini hanya menyajikan analisis atau respons terkait kondisi pandemi pada masyarakat penghayat kepercayaan.

Selanjutnya, buku ini tidak dapat mewakili pengalaman masyarakat itu sendiri, karena beberapa penulis hanya merupakan pengamat kelompok penghayat kepercayaan dan bukan bagian dari kelompok itu sendiri.

“Dalam menghadapi pandemi, masyarakat penghayatan memiliki beberapa strategi, seperti penguatan spiritualitas dan material ekonomi,” paparnya.

Menurut Prof Djoko, penguatan hubungan dengan Tuhan harus terus dilakukan. Tidak hanya saat pandemi, tapi juga setelahnya. Penguatan material ekonomi lebih ditekankan pada penguatan ketahanan pangan untuk keberlangsungan kehidupan.

Sementara itu, Direktur Riset RBC Institute A. Malik Fadjar Hasnan Bachtiar mengatakan, ada pesan dari masyarakat penghayat kepercayaan untuk publik mengenai kondisi mereka.

Pandemi menjadikan penghayat kepercayaan bukan hanya menjadi kaum minoritas, namun juga menjadi multiple minority.

Ada empat poin utama yang menyebabkan hal tersebut. Pertama, merupakan bagian dari agama minoritas dari 6 agama yang diakui di Indonesia.

“Kedua, kondisi ekonomi masyarakat penghayat kepercayaan tergolong menengah ke bawah,” ujarnya.

Lalu, ketiga, secara geografis tempat tinggal mereka terletak di daerah 3T. Dan keempat, masyarakat penghayat kepercayaan merupakan kelompok rentan baru akibat pandemi.

“Masyarakat penghayat kepercayaan di Indonesia harus dilindungi. Mereka bagian dari Indonesia dan Indonesia itu mereka.” imbuh dosen UMM itu. (Ade/AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini