KLIKMU.CO – Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) memutuskan bahwa vaksin produksi AstraZeneca hukumnya haram, tetapi mubah digunakan. Hal itu tertuang dalam Fatwa Nomor 14 Tahun 2021 tentang Hukum Penggunaan Vaksin Covid-19 Produksi AstraZeneca.
Keputusan itu keluar setelah MUI melakukan kajian mendalam dan meminta pertimbangan ahli tepercaya. “Vaksin ini haram karena dalam pembuatan inang (rumah) virusnya produsen menggunakan tripsin dari pankreas babi. Tripsin ini bukan bahan baku utama virus, melainkan sebuah bahan yang digunakan untuk memisahkan sel inang virus dengan micro carier virus. Tapi, vaksin Covid-19 produksi AstraZeneca ini menjadi mubah karena darurat,” jelas Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh, Jumat (19/3/2021).
Menurut dia, ada lima hal yang membuat vaksin Covid-19 produksi AstraZeneca mubah digunakan. Pertama, dari sisi agama Islam, ada hal mendesak yang membuat ini masuk kondisi darurat. Sumber-sumber hukum dari Al-Quran, hadist, kitab ulama, maupun kaidah fikih membolehkan penggunaan (mubah) sebuah obat meskipun itu haram dalam kondisi darurat.
“Ada kondisi kebutuhan yang mendesak (hajah syar’iyah) yang menduduki kondisi darurat syar’iyah,” ujarnya.
Kedua, selain ada landasan agamanya, juga diperkuat dengan fakta-fakta di lapangan. Beberapa ahli kompeten menyebutkan bahwa akan ada risiko fatal jika vaksinasi Covid-19 ini tidak berjalan.
Dia menjelaskan, tujuan vaksinasi adalah melahirkan kekebalan komunal (herd immunity) sehingga virus tidak berkembang lagi. Itu terjadi bila 70 persen penduduk divaksin. Jika kurang dari angka itu, entah karena ketidakmauan atau kekurangan tersediaan vaksin, vaksinasi percuma dan kondisi yang lebih berbahaya bisa terjadi.
Ketiga, MUI mengakui memang paling utama menggunakan vaksin yang sudah terjamin halal dan suci seperti vaksin Covid-19 produksi Sinovac. Namun, Indonesia hanya memperoleh jatah sekitar 140 juta vaksin dan yang bisa digunakan hanya 122,5 juta dosis.
Jumlah itu tentu tidak cukup untuk memenuhi syarat herd immunity karena hanya bisa digunakan untuk 28 persen penduduk. Untuk menambah pasokan, perlu ada vaksin yang diproduksi produsen lain seperti AstraZeneca ini.
“Ketersediaan vaksin Covid-19 yang halal dan suci tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 guna ikhtiar mewujudkan kekebalan kelompok,” ujarnya.
Keempat, persaingan mendapatkan vaksin di seluruh dunia begitu ketat. Seluruh negara berlomba-lomba mendapatkan kuota vaksin lebih untuk warganya. Indonesia baru memperoleh dari Sinovac dan AstraZeneca. “Pemerintah tidak memiliki keleluasaan memilih jenis vaksin Covid-19 mengingat keterbatan vaksin yang tersedia,” ujarnya.
Terakhir, dan ini yang terpenting, BPOM telah mengeluarkan izin edar daruratvaksin Covid-19 produksi AstraZeneca sejak 22 Februari 2021. “Ini menandakan bahwa vaksin AstraZeneca sudah terjamin keamanan, kualitas, dan kemanjurannya,” ungkap Niam. (AS)