Malang, Surabaya – Meski tragedi Kanjuruhan terjadi sebulan yang lalu, duka dan kesedihannya masih terasa. Bukan hanya bagi keluarga korban, tapi juga seluruh warga Malang, termasuk sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Salah satunya melalui pengenaan pita hitam oleh mahasiswa, dosen, dan pegawai UMM pada 9-10 November 2022. Pun dengan bendera setengah tiang yang hingga sekarang masih terpasang di berbagai area kampus UMM. Selain itu juga bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional yang diperingati 10 November ini.
Wakil Rektor II UMM Dr Nazaruddin Malik MSi mengatakan, tragedi kanjuruhan hendaklah dijadikan titik untuk koreksi diri dan mawas diri. Apalagi sebagai bangsa besar, seharusnya peristiwa semacam tersebut tidak boleh terjadi di Indonesia. Bahkan, menurutnya, tragedi tersebut tidak akan pernah ditolernasi karena menunjukkan tingkat peradaban kemanusiaan bangsa Indonesia.
Nazar, sapaan akrabnya, menegaskan, Muhammadiyah melekat dengan jiwa pengorbanan untuk membangun kemajuan peradaban. Pun Kampus Putih UMM yang senantiasa berupaya untuk berperan dalam membangun berbagai aspek kehidupan bangsa. Sehingga mampu mencapai peradaban yang maju.
“Kita semua tentu berduka di hari Pahlawan tahun ini karena hilangnya nyawa ratusan nyawa Aremania. Maka, tragedi ini harus diusut tuntas hingga menemukan titik terang dan dijadikan sebagai pelajaran untuk berbenah bagi seluruh elemen bangsa,” ucapnya.
Nazar menjelaskan bahwa UMM secara kultural sangat dekat dengan Aremania. Hal itu tidak lepas dari adanya koordinator wilayah (Korwil) Aremnia Kampus Putih yang menjadi ikon pembangunan budaya dan peradaban Malang raya.
Sementara itu, mahasiswa Teknik Sipil UMM Kaniala Intan menilai peristiwa Kanjuruhan merupakan hal yang membuat masyarakat sedih dan pilu. Terlalu banyak korban yang jatuh hanya karena ingin menonton pertandingan sepak bola.
“Banyak kerugian yang diakibatkan baik secara materail maupun moral. Saya juga yakin para keluarga korban masih merasakan duka mendalam karena kehilangan. Meski terus berjalan, proses peradilan kurang maksimal, bahkan ada beberapa oknum yang melindungi,” ungkapnya.
Terkait Hari Pahlawan, Intan berterima kasih kepada para pahlawan yang telah mengupayakan kemerdekaan. Berkat tumpah darah mereka, masyarakat Indonesia bisa hidup dengan damai tanpa penjajahan.
“Maka, kita memang seharusnya mampu menjadi pahlawan pada masa kini. Salah satunya yakni menjadi orang yang berani mengutarakan sesuatu yang salah dna melenceng dari kebenaran. Kemudian saling bahu-membahu membenarkan dan memperbaikinya,” tegasnya. (Wildan/AS)