46 Hari Menuju Hari Pemilihan: Issu Pileg yang Terabaikan

0
41
Foto diambil dari Tabloid Bintang

KLIKMU CO-
Oleh: Gus Doel*

Di sela-sela gegap gempita pilpres, ada issue penting yang seolah terlupakan. Calon Legislative, unsur penting dalam menentukan kehidupan bernegara, juga seluruh kelompok masyarakat. Bahwa fungsi badan lagaslasi, berada pada posisi menentukan, seolah terlupakan.

Lebih menarik dicermati, masyarakat seolah terjebak pada issue sempit, “Partai apa mendukung paslon capres yang mana”. Sepertinya terjangkit “amnesia” terhadap pengalaman empiris, yang berlangsung dan berulang-ulang. Hampir selalu terjadi, perubahan konstalasi politik paska terpilihnya presiden, hasil pemilu. Partai politik yang saling berhadapan secara diametral pun, akhirnya, bergandeng-berangkulan dalam satu koalisi. Seolah tak pernah terjadi, adu jotos, saling cela, bahakan menafikan satu sama lain. Diperkirakan, fenomena itu juga akan kembali terjadi.

Posisi strategis badan legislative, terabaikan dalam lintasan pemikiran. Kesibukan issue paslon presiden, menenggelamkan riuh-riak caleg, yang juga menempati poisi sama pentingnya. Bahwa legislative harus dipenuhi orang shalikh, kredibel, berkapasitas mumpuni, ikhlas dan jujur, tersingkir dari ruang diskusi. Hilang dari perbincangan, baik kasta akademisi sampai warung kopi. Hasil mengecewakan produk legislasi masa lalu pun, tak mampu mengingatkan pada kesadaran, bahwa penempatan caleg ideal, harus diperjuangkan.

Upaya sekuat tenaga, perjuangan meloloskan caleg idial, menjadi sangat penting dan krusial. Keberhasilan usaha itu, sangat menentukan peta kekuatan, dalam pertarungan di badan legeslative. Keberhasilan perjuangan legeslasi, sangat ditentukan oleh kekuatan kwantaitas. Sebaik apa pun gagasan yang diperjuangkan, akan menjadi sia-sia, manakala mentah dalam adu jumlah. Pendek kata, perjuangan pemenangan caleg shalikh, mutlak penting, tak dapat diabaikan.

Legeslative berada pada posisi yang sangat strategis, dalam menentukan warna dan corak kehidupan bangsa. Badan ini, pemegang sebagian besar otoritas penting, di antaranya, pembuatan seperangkat undang-undang dan peraturan. Yang tak kalah penting, dalam menentukan personal serta jabatan penting dan strategis, Lembaga tinggi negara. Sebut saja Komisionar KPK, Komisionar Yudisial, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Panglima TNI, Kapolri, serta badan-badan tinggi lainnya.

Bisa bercermin pada masa lalu. Terjadi kekecewaan mendalam atas kinerja badan tinggi negara. Apa yang terjadi pada Mahkamah Konstitusi, seragkaian peristiwa di KPK sebagai contoh. Baik-buruknya kinerja Lembaga tinggi negara itu, hasil kinerja badan legislasi. Di Gedung DPR, seleksi penentuan komisionar dan personal dilakukan. Baik buruknya hasil seleksi pilihan, sangat tergantung komposisi jumlah legislator, antara yang baik dan yang buruk.

Penentuan perundang-undangan serta peraturan, persoalan yang patut mendapatkan perhatian sangat serius. Pada badan legislative ini, tempat pertarungan dan pertaruhan Ideologis, serta berbagai kepentingan berbagai kelompok masyarakat. Umat Islam senantiasa dihantui oleh issue-isue yang dianggap “kontra ideologis”. Sebagian kelompok, tengah memperjuangkan legalitas perkawinan sesama jenis. Sebagian lain berjuang larangan poligami dalam undang-undang perkawinan. Sudah begitu kuat, desakan untuk menghilangkan mata pelajaran agama, pada Undang-Undang Pendidikan. Pencoretan kolom agama pada kartu identitas.

Masih banyak lagi issue yang harus dipertajuangkan dalam pertarungan. Tidak bisa dibayangkan, apabila terjadi ketimpangan perimbangan kekuatan. Berlaku hukum, yang berhasil meloloskan sebanyak mungkin caleg, kelompok itu berpeluang lebih terbuka, untuk mengendalikan pertarungan legislasi.

Kunci kemenangan perjuangan dalam pemenangan calon legislator, ditentukan dan dipengaruhi oleh banyak faktor penting. Taktik dan strategi yang bagus sangat diperlukan dan dilakukan dengan baik. Tampaknya, perlu dijalin komunikasi yang baik, antara kelompok yang mempunyai kesamaan ideologis serta ikatan premordial.

Berkaca dari kenyataan, ada beberapa kelompok masyarakat kecil, dapat memenangkan perebutan kursi. Dari hasil pengamatan, mereka sadar akan keberadaannya. Yang lebih pentung, tahu apa yang harus dilakukan dalam berebut kursi.

Masyarakat muslim perlu belajar dari mereka. Kiranyanya, diperlukan dialog dan diskusi yang memadai. Terutama, antar kelompok masyarakat muslim yang dalam kesamaan ideologi dan emosional. Perlu diperhitungkan probabilitas, siapa dan dari partai apa, yang paling berpeluang mendulang suara. Maka suara diberikan kepadanya. Upaya itu diperlukan agar tidak terjadi “dua-duanya buntung”, karena sama-sama tak cukup satu kursi.

Wallahu A’lam

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini