7 November 2024
Surabaya, Indonesia
Opini

76 Tahun Merdeka dan Tuntutan Keadilan bagi si Miskin

Nurbani Yusuf, dosen Universitas Muhammadiyah Malang. (Dok Pribadi)

Oleh: Dr Nurbani Yusuf MSi

Dari penggalan pelajaran sejarah yang kini masih diingat: gedung-gedung bisa saja dibangun tinggi, bisnis semakin maju, pemandangan kota tampak indah, tapi kenapa si miskin tambah sengsara?

Jadi, apakah merdeka juga bermakna kaya?

Apakah miskin tak boleh ada? Apa yang terjadi bila kemiskinan terhapus dari muka bumi? Lantas siapa yang harus benahi genting rontok, talang bocor, cuci piring, dan bersihkan jalan-jalan. Juga yang melayani para aristokrat hidangkan makan dan minum pada jamuan besar.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia itu apakah bermaksud menghapus kemiskinan atau hanya semacam ikhtiar agar setiap kita tetap giat bekerja, tulis Prof Mubyarto mengawali kajiannya tentang ekonomi Pancasila dua puluh tahun silam.

Si miskin dengan tidak menyoal tentang status bisa saja hanya sebuah peran, kata Herbert Marcuse. Artinya si miskin harus tetap ada untuk menjaga keseimbangan agar kehidupan dunia tetap harmonis.

Marx tokoh komunis yang keras itu juga tak hendak menghapus kemiskinan. Ia hanya tawarkan pemberontakan agar si kaya tak lengah dan status sosial dipergilirkan. Statemen Pak Menko cukup menggelitik untuk direnungkan: ‘Bila si miskin besanan bakal melahirkan orang miskin baru’. Tapi sayang pernyataan genius ini banyak disalahpahami. Bahwa kemiskinan struktural harus dipangkas agar kluster kemiskinan bisa ditembus setidaknya ada harapan bagi si miskin untuk bisa kaya walau sebentar.

Kefakiran itu hampir-hampir mendekati kekafiran. Saya juga masih belum paham bagaimana di sebuah rumah ada makanan berlimpah dibuang setiap pagi karena sisa semalam dan ada si miskin yang mengais makanan di tong sampah sebelah rumah. Ke mana Tuhan saat si miskin kian merana? Tanya Bruce Sheiman penulis buku An Atheist Defends Religion: Why Humanity is Better Off with Religion Than Without It.

Bukankah kemiskinan juga seumur manusia diciptakan dan entah sampai kapan. Saya tak percaya bila kemiskinan bisa dihapus dihilangkan sama sekali dari muka bumi.

Kenapa pembangunan tak bisa hapus kemiskinan? Bahkan orang miskin tambah merana karena sengsara. Miskin itu niscaya bukan status yang harus dihindari, apalagi dihapus sama sekali. Sebab bahagia dan sejahtera tak harus kaya, kata Marcuse dengan yakin penuh seluruh.

Saya pun tetap bersyukur ada si kafir. Dengannya Tuhan menggantikan tempat dudukku di neraka. Jika si kafir tiada, lantas siapa yang menghuni neraka. Jadi, hidup itu bukan pilihan, tapi peran yang sudah ditetapkan, termasuk si miskin yang terus diikhtiarkan, sama sekali bukan menghapus agar tiada, hanya agar di antara kita terlihat bekerja dan bukan melawan ketetapan. Tapi kenapa harus aku yang miskin, kata temanku tadi malam pada tirakatan tujuh belasan yang heroik meski hanya bawa ketan bubuk di piring kecil. (*)

@nurbaniyusuf

Komunitas Padhang Makhsyar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *