KLIKMU.CO – Prof Dr Haedar Nashir MSi menyebut ada delapan visi atau kompetensi guru Muhammadiyah berkemajuan. Hal itu dipaparkan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu saat menjadi keynote speaker dalam Webinar PP FGM dengan tema Mempertahankan Keberlangsungan Sekolah Muhammadiyah di Tengah Gelombang Pandemi Covid19 yang berlangsung Sabtu hari ini (24/7/2021) pukul 08.00-11.30 WIB.
Pertama, visi pendidikan nasional. Para guru Muhammadiyah diharuskan membaca secara utuh apa itu pendidikan nasional, termasuk aspek filosofis dan konstitusi serta tujuan pendidikan nasional Indonesia.
“Lihat pasal 31 UUD 1945. Misalnya saat ramai-ramai masalah Peta Jalan Kemdikbud. Mengenai posisi agama seperti nilai iman, takwa, dan nilai-nilai agama. Yang dikejar hanya aspek pragmatis dan iptek, tapi abai mengenai nilai-nilai mendasar pendidikan nasional,” ungkapnya.
Nah, Haedar mengajak para guru harus bersuara menyampaikan keprihatinan. “Guru tidak boleh abai,” tegasnya.
Kedua, para pendidik perlu memahami peta jalan, filosofi, konsep dasar, dan arah pendidikan Muhammadiyah. Yakni pendidikan berkemajuan. Inilah modal menyelenggarakan pendidikan.
“Ketiga, para guru juga harus punya integritas moral dan akhlak. Citra guru melekat dan menjadi role model. Guru menjadi state of mind and culture. Ini jadi integritas dan panduan hidup kita. Bentuk paling konkret. Jangan menoleransi sikap permisif,” ujarnya.
Berikutnya, guru juga perlu belajar wawasan keislaman dan Islam wawasan Muhammadiyah. Itu dilakukan agar ada panduan pokok Al-Islam Kemuhammadiyahan. Termasuk mengikuti ketentuan Muhammadiyah dalam menghadapi Covid-19. “Yang diputuskan Majelis Tarjih sangat kuat rujukannya. Jangan ragu dan tidak mungkin pedomannya salah,” tegasnya.
Kelima, wawasan keilmuan. Sekarang adalah era interkoneksi tidak sektoral. Interkoneksi antara agama dan ilmu pengetahuan, perspektif ilmu sosial, dan filsafat ilmu. Karena itu, para guru harus memiliki tradisi membaca hal-hal yang bersifat keilmuan.
Keenam, guru berkemajuan ala Muhammadiyah juga punya wawasan inklusi atau luas/terbuka. Menurut Haedar, wawasan pandangan dan relasi kehidupan kita harus lebih mencair dan meluas dunia sosial masyarakat. Tidak miopik alias tidak menjadi katak dalam tempurung serta tidak memiliki pandangan sempit.
“Guru menjadi teladan siswa dalam memiliki pandangan luas/inklusi. Misalnya, masalah vaksin dengan mendebat dokter tidak mau divaksin. Pandangan inklusi ini perlu disebarluaskan. Wawasan Islam agar luas pandangan dan tidak sempit,” tegasnya.
Ketujuh, wawasan profesionalitas tinggi. Bagi guru Muhammadiyah, daya saing dan penguasaan IT terutama pada masa pembelajaran daring ini sangat penting. Kala pandemi, guru diajari punya kemampuan IT. Karena itu, jika tidak memiliki profesionalitas tinggi, kepercayaan kepada guru akan menghilang dan pudar.
“Ditinggalkan dan tertinggal. Profesionalitas tidak perlu dibenturkan dengan keikhlasan dengan berharap kesejahteraan meningkat,” ujarnya.
Terakhir, guru harus memiliki kompetensi inovasi. Inovasi, menurut Haedar, adalah sesuatu yang baru atau pembaharuan. Inovasi jelas menjadi bagian dari kehidupan guru Muhammadiyah berkemajuan. “Tantangan harus dihadapi dan berani hidup dengan bernilai dan bermanfaat,” tegas guru besar UMY tersebut.
Acara tersebut juga turut dihadiri empat pembicara lain. Ada Ketua Pimpinan Pusat Forum Guru Muhammadiyah H. Pahri MM, Dr Sungkowo M. MSi dari Majelis Dikdasmen Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr Arie Wibowo K. SSi MSi dari Direktorat SMK Kemdikbudristek, serta Ketua Lazismu Pusat Prof Hilman Latief MA PhD. (AS)