21 November 2024
Surabaya, Indonesia
Opini

Adab Berdebat dalam Islam

Thoat Stiawan, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Surabaya. (Pribadi/KLIKMU.CO)

Oleh: Thoat Stiawan
Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Surabaya

Sejumlah kericuhan mewarnai debat di Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada 2024 yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum atau KPU. Sedikitnya ada belasan kericuhan buntut dari penyelenggaraan debat di Pikada 2024. Kericuhan yang mewarnai debat Pilkada 2024 mencerminkan dinamika kompetisi politik yang semakin sengit dan melibatkan emosi serta kepentingan banyak pihak.

Debat bukan sekadar adu argumen, tetapi juga sarana untuk mencapai kebenaran dan mendorong tercapainya maslahat bersama. Dalam konteks Pilkada 2024, di mana debat bisa menjadi ajang yang rawan emosi dan kericuhan, penting bagi setiap calon untuk tetap menjaga etika.

Dalam Islam, kompetisi atau persaingan dalam politik diharapkan berjalan dalam koridor yang sesuai dengan prinsip-prinsip akhlak, kejujuran, dan saling menghormati. Ketika kericuhan terjadi dalam debat, ada beberapa dampak negatif yang muncul, antara lain memperkeruh suasana, mengaburkan tujuan debat, serta menimbulkan perpecahan dan kebencian di antara pendukung kandidat. Dalam Islam, situasi yang demikian perlu dihindari karena dapat merusak ukhuwah Islamiyah dan tatanan sosial yang damai.

Islam mengajarkan sedikitnya lima prinsip dalam berdebat atau berdiskusi yang dapat diterapkan dalam konteks debat politik. Kelima prinsip itu adalah beretika dan bersikap santun, menghindari sifat amarah dan emosi berlebihan, mengutamakan kebenaran dan keadilan, menghindari fitnah dan penghinaan, serta mengedepankan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi.

Beretika dan Bersikap Santun

Allah SWT berfirman dalam Surah An-Nahl ayat 125: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.”

Prinsip ini mengajarkan bahwa dalam berdebat, setiap orang, termasuk kandidat politik, harus menyampaikan pendapatnya dengan lemah lembut, tidak menyinggung atau menghina, dan menghindari adu mulut yang kasar. Sikap santun ini menciptakan suasana yang tenang dan konstruktif.

Menghindari Sifat Amarah dan Emosi Berlebihan

Dalam Islam, amarah dianggap sebagai emosi yang berbahaya, terutama jika dibiarkan menguasai diri seseorang. Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang kuat bukanlah orang yang menang dalam perkelahian, melainkan orang yang mampu menahan amarahnya” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam debat Pilkada, menahan emosi dan menjaga suasana tetap terkendali adalah tanda kedewasaan dan keimanan. Jika emosi dibiarkan berkuasa, argumen dapat berubah menjadi serangan pribadi, yang jauh dari etika Islami.

Mengutamakan Kebenaran dan Keadilan

Dalam kompetisi politik, setiap kandidat harus berpegang pada prinsip kejujuran dan kebenaran. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hujurat ayat 6: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepadamu seorang fasik membawa suatu berita, periksalah dengan teliti.”

Islam menekankan pentingnya kebenaran, bukan hanya untuk membela diri atau memenangkan argumen. Dalam debat, informasi yang disampaikan harus benar, tidak mengandung fitnah, dan jauh dari kebohongan atau manipulasi yang dapat menyesatkan masyarakat.

Menghindari Fitnah dan Penghinaan

Islam sangat melarang fitnah dan penghinaan dalam segala bentuk, termasuk dalam debat politik. Allah berfirman dalam Surah Al-Hujurat ayat 11: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain…”

Dalam debat, menghindari penghinaan atau celaan kepada lawan politik adalah wujud dari adab Islam, yang menjaga kesucian hati dan kehormatan sesama.

Mengedepankan Kepentingan Bersama di Atas Kepentingan Pribadi

Salah satu prinsip penting dalam Islam adalah mendahulukan kepentingan umat atau masyarakat luas. Dalam konteks debat Pilkada, setiap kandidat seharusnya menempatkan kepentingan rakyat di atas ambisi atau kepentingan pribadi. Mereka perlu berfokus pada solusi yang bermanfaat bagi masyarakat, bukan sekadar meraih kemenangan dalam debat.

Dengan berpegang pada etika Islami dalam berdebat, para kandidat Pilkada tidak hanya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat, tetapi juga menunjukkan bahwa kompetisi politik dapat berlangsung damai dan bermartabat. Berdebat dengan cara yang baik, jujur, dan sopan sesuai ajaran Islam akan meningkatkan kualitas demokrasi dan memberikan pendidikan politik yang sehat bagi masyarakat. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *