Alumni GP Ansor Jadi Pimpinan Muhammadiyah

0
3531
Sekretaris PWM Jawa Timur Prof Dr Biyanto MAg (kanan) menghadiri bedah buku Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy'ari, Pemersatu Umat Islam Indonesia di Hotel KHAS Jalan Benteng No 1 Nyamplungan, Surabaya, Selasa (16/7/2024). (Istimewa/KLIKMU.CO)

KLIKMU.CO – Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng (IKAPETE) menggelar peluncuran dan bedah buku berjudul Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari, Pemersatu Umat Islam Indonesia di Hotel KHAS Jalan Benteng No 1 Nyamplungan, Surabaya, Selasa (16/7/2024).

Sekretaris PWM Jawa Timur Prof Dr Biyanto MAg turut hadir dalam bedah buku tersebut. Pada sesi pembukaan, Biyanto mengatakan bahwa ada alumni Tebuireng yang kemudian masuk Muhammadiyah.

“Ketua Muhammadiyah Jatim alumni Tebuireng KH Abdurrahim Nur dulu lulusan Tebuireng. (Dia) ke Al Azhar Mesir, pulang masih disambut GP Ansor. Setelahnya hijrah jadi Muhammadiyah,” ungkap Biyanto.

Biyanto menyebutkan bahwa Yi Man dulu belajar hadits dan ngaji kitab di Tebuireng.

“KH Abdurrahim Nur berangkat ke Al Azhar dan masih menjadi anggota GP Ansor, kemudian hijrah menjadi Muhammadiyah,” jelasnya sambil bercanda. Hadirin pun tertawa.

“Yi man, panggilan Kiai Abdurrahman Sarkowi dari Lamongan, juga lulusan Tebuireng, kemudian masuk Muhammadiyah,” imbuhnya.

Dia melanjutkan, ada pula Anshori dari PDM Lamongan. Ia alumni Tebuireng, lantas masuk Muhammadiyah.

“Alumni Tebuireng banyak yang masuk Muhammadiyah, becoming mereka menjadi Muhammadiyah,” tuturnya.

“Kiai Kikin luar biasa bagi kami. Banyak kiai ahli tafsir yang dari Tebuireng. Penggambaran narasi penulis Kiai Kikin dan tim sangat manusiawi, jauh dari mistik dan magis,” jelasnya.

Titik Perjumpaan Muhammadiyah-NU

Biyanto melihat buku Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari, Pemersatu Umat Islam Indonesia ini ada titik perjumpaan dan kolaborasi Muhammadiyah dan NU.

“KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU) dan KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah) mempunyai guru yang sama, yaitu Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi,” jelasnya.

Biyanto menambahkan, perjumpaan selanjutnya setelah dari Makkah perlu diungkap untuk jadi nilai positif masa kini. Betapa guru mereka KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari itu merajut kebersamaan, membangun bangsa bersama.

KH Ahmad Dahlan mengurusi perkotaan alias masyarakat urban, sementara KH Hasyim Asy’ari mengurusi pedesaan.

Saat itu ada Ketum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin dan Ketua PBNU Hasyim Muzadi. Hubungannya sangat insight. Sebab, keduanya sama-sama lulusan Pondok Gontor.

Pertemuan keduanya tidak mau berselisih di ranah publik. Sesekali main bola bareng disepakati skor sama dua sama. Skor dibuat seri, wasitnya tidak tanggung-tanggung, yaitu Wakil Presiden Jusuf Kalla.

“Perjumpaan di buku ini perlu diperkaya perjumpaan KH Hasyim Asy’ari dengan KH Ahmad Dahlan,” tuturnya.

Biyanto menjelaskan, KH Hasan Gipo dengan KH Mas Mansyur juga masih keluarga. Di PWM foto yang ditempelkan itu KH Hasan Gipo, bukan foto KH Mas Mansyur karena mirip masih satu keluarga.

“Kedekatan ini menurut saya penting diekspos,” tegasnya.

“Menangkap pesan penting, tokoh mereka sering berjumpa, pertemuan informal, istilahnya ada falsafah ngopi. Yang tidak bisa diselesaikan di formal, tidal suka sesuatu biasanya disampaikan, kurang piknik, ngopinya kurang jauh,” candanya.

“Kalau ada buku baru perjumpaan KH Hasyim Asy’ari dan tokoh Muhammadiyah, kita bisa bermitra,” jelasnya.

Kalau meminjam istilah Hajriyanto Y Tohari, kata Biyanto, Muhammadiyah dan NU itu dua sayap burung garuda. NKRI jika ingin terbang setinggi-tingginya maka harus bersama.

“Berbeda soal tambang itu berbeda pendapat, NU sudah mengambil, Muhammadiyah masih berpikir,” candanya.

“Soal yang substansi rukun dan moderatisme Islam yang kita bangun sejak lama terus dijaga,” jelasnya.

(Syahroni Nur Wachid/AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini