21 November 2024
Surabaya, Indonesia
Opini

Antara 18 September 1948 dan 28 September 2023

Antara 18 September 1948 dan 28 September 2023. (Ilustrasi KontraS)

Oleh: Andi Hariyadi

KLIKMU.CO

Belajar sejarah bangsa tidak sekadar berkutat pada romantisme masa lalu. Tetapi, lebih jauh dari itu, kita mampu meneropong persoalan-persoalan kekinian di masa depan dengan lebih bijak agar tidak terjebak pada lilitan persoalan seperti masa lalu. Melupakan sejarah akan berakibat kehilangan arah dan tidak ada penghormatan atas jasa-jasa pendahulu bangsa, berbuat sewenang-wenang tanpa menghargai kemanusiaan.

Mengetahui sejarah perjuangan bangsa semakin menyadarkan kepada kita sebagai generasi penerusnya untuk tetap memiliki semangat perjuangan untuk kedaulatan, persatuan, dan kesejahteraan.

Ada beberapa catatan sejarah yang hampir saja mengubah haluan negara dari falsafah Pancasila ke komunis yang anti-Tuhan penuh arogan menebar permusuhan.

Di antaranya, peristiwa pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dipimpin Muso dengan jejaring organisasi sayap kirinya yang terjadi pada 18 September 1948 di Madiun sebagai pusat kendali pemerintahan untuk mengambil alih kekuasaan Republik Indonesia di bawah kepimpinan Presiden Soekarno.

Pemberontakan PKI  tersebut tidak berlangsung lama, dan segera dapat dikendalikan, namun banyak  peristiwa yang mencekam. Di antaranya, pembunuhan masal terhadap para ulama, tentara, pejabat, dan rakyat yang berseberangan dengan PKI. Meski pemberontakan PKI di Madiun gagal, ancaman dan teror terus menghantui kehidupan masyarakat seperti terjadi G30S/PKI, dan akhirnya ideologi komunis dengan PKI beserta ubderbow-nya dilarang di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kekejaman PKI tidak bisa hilang dalam ingatan kita. Maka, kita perkuat pemahaman ideologi Pancasila untuk persatuan, kedaulatan, dan kemanusiaan yang adil dan beradab berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam perjalanan waktu, partai dan organisasinya sudah dilarang, namun karakter permusuhan penuh arogan masih berkeliaran dengan ancaman teror hingga kekerasan pada anak bangsa. Ada keserakahan dan menghalalkan segala cara serta menebar fitnah, adu domba, dan ketidaknyamanan dalam kehidupan berbangsa dengan bermacam dalih yang sekadar manis di bibir, tetapi sejatinya ingin mengendalikan untuk pemuasan kerakusannya.

Pada 18 September 1948 telah terjadi peristiwa yang penuh pengorbanan sehingga menjadi pelajaran berharga bagi kita semua sebagai anak negeri dalam mengisi kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah diraih 77 tahun. Pengorbanan apa yang bisa kita torehkan sebagaimana keteladan para pahlawan dan pemimpin bangsa? Kemeriahan peringatan kemerdekaan begitu menggema di seluruh pelosok negeri, sadar akan pentingnya kemerdekaan dan kedaulatan dan menanamkan jiwa pejuang  untuk meneruskan perjuangan para pendahulu bangsa yang begitu besar jasa dan pengabdiannya untuk keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran.

Kemerdekaan yang sudah diraih ini masih membutuhkan pejuang-pejuang tangguh yang mampu menjaga persatuan dan menguatkan kedaulatan. Karena itu, di antara cita-cita kemerdekaan, jangan ada lagi ketelantaran, penindasan, diskriminasi, hingga kesewenangan penuh arogan dalam mengisi kemerdekaan.

Tiba-tiba kita dikagetkan adanya semacam ultimatum atau target bahwa paling lama pada tanggal 28 September 2023 warga Pulau Rempang harus meninggalkan kampung halamannya guna proyek strategis nasional (PSN). Dan warga yang menyuarakan aspirasinya begitu mudahnya disudutkan sebagai provokator. Warga yang semula bisa hidup nyaman dan tenang akhirnya ketakutan.

Menjalankan roda pemerintahan dengan prinsip demokrasi Pancasila seakan slogan saja. Wawasan kebangsaan bahwa NKRI harga mati seakan tidak berdaya di hadapan oligarki. Pekik merdeka yang selama ini kita gemakan seakan terbungkam dengan propaganda investasi. Nilai-nilai luhur Pancasila seharusnya menjadi pijakan kebijakan sehingga tidak ada yang menjadi korban kesewenangan.

Semoga pada 28 September 2023 nanti warga Pulau Rempang bisa menikmati udara kemerdekaan di kampung halamannya. Investasi untuk kesejahteraan bukan pengusiran. (*)

Andi Hariyadi
Ketua Majelis Pustaka, Informatika, dan Digitalisasi PDM Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *