BBM Naik Tinggi Susu Tak Terbeli

0
81
Demo kenaikan harga BBM jenis pertalite, solar, dan pertamax. (Foto istimewa)

Oleh: Muhammad Ifan

Kader IMM, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

KLIKMU.CO

Harga bahan bakar minyak (BBM) akhirnya naik juga. Harga awal BBM berupa pertalite, solar, dan pertamax berkisar pada angka Rp 7.650 untuk pertalite, Rp 5.250 solar, dan Rp 12.500 untuk pertamax. Dari harga awal tersebut, pemerintah telah memutuskan dan menetapkan kenaikan harga BMM. Pertalite naik menjadi Rp 10.000, solar Rp 8000, dan pertamax di angka Rp 15.000. Jadi, dalam hal ini BMM dengan tiga kategori tersebut mengalami kenaikan di kisaran Rp 2.000 sampai Rp 3.000 per liternya.

Nasi kini sudah menjadi bubur. Kira-kira begitulah tanggapan yang dilontarkan oleh rakyat dari beberapa kalangan setelah mendengar keputusan dari Presiden RI Joko Widodo bersama kroninya pada Sabtu, 3 September 2022, pukul 13.30 WIB. Keputusan yang terucap dari mulut presiden tersebut berlaku satu jam setelah diumumkan, tepatnya pada pukul 14.30 WIB. Di sisi lain ada banyak sekali rakyat terpaksa mendengarkan keputusan tersebut dalam keadaan mengantre untuk mengisi bahan bakar kendaraan mereka.

Tak peduli, mungkin itulah yang ada di benak presiden dan kroninya ketika berhasil membuat dan membacakan keputusan yang sama sekali tak relevan dengan kondisi rakyat Indonesia pada saat ini. Pada dasarnya ini adalah kesalahan yang kesekian kalinya dan pemerintah Indonesia melakukannya lagi.

Sebelum keputusan akan kenaikan harga BMM diputuskan, Sri Mulyani “si ratu utang” menyampaikan, dalam hal ini pemerintah telah salah memprediksi terkait subsidi dan kompensasi energi yang telah naik di angka 502,4 triliun rupiah. Sedangkan pada angka awal yang telah ditetapkan dalam APBN tahun 2022 hanya sebesar 152, 5 triliun rupiah.

Kemudian hal tersebut juga dipengaruhi oleh harga minyak mentah yang mengalami kenaikan sampai saat ini. Harga minyak tersebut diprediksi akan terus mengalami kenaikan sampai akhir tahun 2022 dengan harga 105 USD per barelnya. Hal itu jauh lebih tinggi dari asumsi makro yang tertuang dalam Perpres No 98 tahun 2022 yaitu 100 USD per barelnya, itu angka maksimalnnya. Kemudian hal serupa terjadi pada nilai tukar dolar Amerika terhadap rupiah yang lebih tinggi dari asumsi yaitu Rp14. 450, sedangkan pada kenyataannya berkisar pada angka Rp 14.700 per dolar Amerika Serikat.

Selain salah dalam memprediksi terkait alokasi subsidi dan kompensasi energi, setidaknya ada dua kesalahan pokok yang dilakukan oleh pemerintah, yaitu salah dalam hal prediksi harga minyak mentah dan salah dalam asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Kesalahan-kesalahan tersebut dilakukan di tahun yang sama, tahun 2022.

Lagi-lagi pemerintah salah sasaran. Anggaran subsidi dan kompensasi yang pada awalnya ditetapkan untuk masyarakat menengah kebawah, telah salah sasaran. Bayangkan 80% anggaran subsidi dan kompensasi tersebut dinikmati oleh masyarakat menengah ke atas alias masyarakat yang memiliki kecukupan, sedangkan masyarakat menengah ke bawah hanya mendapatkan 205 dari anggaran yang di gelontorkan oleh pemerintar tersebut.

Harus dipikirkan dampak dan efeknya. Kalau pemerintah tetap bertahan pada ketetapan BBM naik, maka hal itu akan menyebabkan laju inflasi semakin meroket. Lantaran harga BMM juga menyebabkan kenaikan harga barang terutama bahan pokok dan transportasi. Berkaca pada sejarah tahun 2013 dan 2014 negara kita pernah mengalami laju inflasi, hal tersebut tentu disebabkan oleh kenaikan harga BMM.

Tepatnya pada bulan Juni 2013, premium dan solar mengalami kenaikan di angka Rp 1.000 sampai Rp 2.000 dari harga awal, dan pada tahun yang sama hal itu berimbas pada melonjaknya inflasi ke level 3.83% yoy (year on year). Kemudian pada November 2014 premium naik 30 %, di tahun tersebut laju inflasi menyentuh angka 8,36% yoy (year on year). Pada tahun ini hal yang sama berpotensi terjadi, menurut prediksi LPEM UI (Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat), jika pertalite naik maka laju inflasi akan meningkat pada angka 6% sampai 8% yoy (yer on year).

Kenaikan harga BMM juga berdampak pada sisi konsumsi rumah tangga. BBM naik harga pangan pun pasti naik. Berdasarkan data yang dirilis oleh redaksi Metro TV, kenaikan harga pangan akan berkisar pada angka 30% kerena terdapat faktor kenaikan biaya logistik. Biaya logistik ini merupakan salah satu komponen yang tidak dapat dilepaskan dari naiknya harga pangan. Selain itu redaksi Metro TV juga merilis tentang konsumsi rumah tangga, yang diprediksi akan turun hingga 0,2% sampai 0,4%.

Hal tersebut sejalan dengan semakin padatnya aktivitas masyarakat di tengah pemulihan dampak ekonomi akibat pendemi. Serta kuota dan volume BBM bersubsidi yang akan dianggarkan dalam APBN 2022 diperkikan akan habis pada Oktober 2022.

Menaikkan harga BMM di tengah krisis yang dihadapi oleh rakyat Indonesia adalah keputusan di luar nalar. Ini penghinaan dari pemerintah. Pada dasarnya petani, buruh, pedagang kecil, nelayan, kaum perempuan dan mahasiswa yang melawan tidak harus menerima dengan lapang dada hal-hal semacam ini. Satu hari setelah ditetapkan, kita sudah merasakan dampak dan efeknya.

Langkah protes harus dilakukan. Hidup petani, hidup buruh, hidup pedagang kecil, hidup nelayan, hidup kaum perempuan, hidup mahasiswa, hidup rakyat Indonesia. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini