KLIKMU.CO – Pusat Studi Islam dan Filsafat Universitas Muhammadiyah Malang bekerja sama dengan Badan Pemakmuran Masjid AR Facrudin menggelar webinar Studi Islam Interdisipliner, Kajian Rutin Penguatan Pemahaman Al Islam dan Kemuhammadiyahan, dengan tema “Multidisipliner, Interdisipliner: Metode Studi Agama dan Studi Islam di Era Kontemporer”, Selasa (22/12/2020). Acara dilakukan secara online/virtual melalui Zoom.
Dalam pemaparannya, Dr Khozin MSi selaku pemateri mengatakan bahwa sebelumnya muncul konsep studi Islam dan studi agama dengan strategi dan pendekatan interdisipliner, antardisipliner, dan multidispliner yang ditawarkan oleh Prof Amin Abdullah belakangan ini.
“Semua lantas orang terkejut, kaget, dan beramai-ramai membahas kembali terkait konsep model SII (studi Islam interdisipliner) ini. Karena itu, jika kita melihat sejarah kelahiran dan perkembangan organisasi Muhammadiyah, kita bisa melihat sosok KH Ahmad Dahlan yang melakukan perubahan pada masyarakat lokal Yogyakarta pada era kelahiran itu, sekitar tahun 1912,” ujarnya.
Dengan dengan landasan teologi Al Ashar dan teologi Al Maun, lanjut dosen UMM itu, Ahmad Dahlan mampu mengubah suatu tatanan masyarakat yang kolot menjadi msyarakat yang beradab. Dengan mengimplementasikan surah Al Ashar dan Al Maun sebagai basis moralitas dalam mengubah suatu masyarakat.
“Dengan teologi Ashar, maksudnya adalah KH Ahmad Dahlan terus bergerak, bersemangat perjuangan untuk senantiasa melakukan kebaikan dan kebermanfaatan pada masyarakat. Dalam teologi Al Maun, beliau menjadikan teologi tersebut sebagai basis untuk melindungi, membantu, dan menolong kaum mustadafin, kaum fakir miskin, lemah tak berdaya untuk diberdayakan dan disekolahkan,” paparnya.
Menurut Dr Khozin, interdisipliner adalah model, metode, atau strategi yang saling bekerja sama, harmonisasi antar ilmu pengetahuan dalam rangka untuk saling melengkapi. Transdisipliner adalah kerja sama lintas ilmu, kedua bidang, atau lintas bidang tersebut tidak saling kontradiksi, melainkan saling mendekatkan pemahaman untuk menemukan solusi yang tebat.
“Sedangkan multidisipliner adalah adalah metode atau pendekatan kedua bidang ilmu pengetahuan, bahkan lintas bidang fakultas, kemudian diharmonisasi (digabungkan) dalam satu karya penelitian yang utuh. Misalnya, sebuah buku terdiri atas isi bab-bab yang beragam maupun tema-tema yang beragam lintas bidang ilmu pngetahuan,” jelasnya.
Model SII muncul karena dewasa ini persoalan di masyarakat semakin kompleks dan rumit. Maka dibutuhkan metode atau pendekatan yang multidisipliner dan holistik supaya mudah mengamati atau menjawab persoalan di masyarakat.
Prof Syafiq Mughni menambahkan, kemunculan model SII ini adalah bagian dari proses perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, khususnya untuk menjawab persoalan persoalan agama Islam, umat Islam, dan pembaruan pemikikran islam.
Ia mengatakan bahwa model SII ini sudah lama diterapkan di universitas-universitas luar negeri dan dalam negeri. Tapi, karena momentumnya sekarang masyarakat Indonesia terkejut dan ramai membahas model SII (interdisipliner, transdisipliner, dan multidipliner), hal itu berimplkasi pada kebijakan-kebijakan di pemerintahan dan masyarakat.
“Misalnya, dewasa ini masyarakat Indonesia mengalami persoalan yang kompleks, maka setiap kebijakan pemimpin tidak boleh tiba-tiba, instan, atau mengubah yang ada. Tapi perlu mempertimbangkan semua aspek bidang, keadaan, dan kemaslahatan bersama agar tidak merugikan atau meminggirkan pihak lain,” tandasnya. (Fitrah/AS)