12 Desember 2024
Surabaya, Indonesia
kliktizen Opini Pilihan Editor

Belajar dari Ranting Terbaik Se-Indonesia

Ace Somantri, dosen Universitas Muhammadiyah Bandung, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat. (Dok pribadi/KLIKMU.CO)

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Geliat gerakan umat Islam saat ini terdorong oleh dinamika politik kebangsaan. Motivasi dan orientasinya tergolong masih terindikasi ada nilai-nilai pragmatis. Hal itu wajar, karena di dunia ini tuntutan manusia membutuhkan hal-hal pragmatis duniawiyah. Idealisme gagasan manusia ada pada kondisi hati dan akal yang sehat, sehingga saat melahirkan berbagai gagasan dan ide akan cenderung kreatif dan inovatif.

Bermuhammadiyah pun sama, dalam tataran gerakan praktis ada tuntutan nilai-nilai pragmatis kemanusiaan dalam berkelompok sebagai penunjang dinamika kelompok yang bersifat pragmatis. Apapun golongannya, selama wujudnya manusia baik itu sendiri maupun berkelompok dalam suatu golongan masyarakat sudah dipastikan membutuhkan hal dasar biologis bersifat pragmatis. Hanya volume takarannya yang dibatasi dengan agama, moral, dan norma-norma yang berlaku dalam hukum dan pranata.

Bermuhammadiyah sebuah tuntutan sekelompok orang yang memiliki visi, misi, dan tujuan atau cita-cita yang sama. Ada fakta dan realitas yang memunculkan pertanyaan: Kenapa visi, misi, tujuan dan cita-cita sama, tetapi dalam menjalankan aksi gerakan bermuhammadiyah berbeda-beda? Apakah karena level menjadi alasan karena keterbatasan sumber daya manusia atau alasan lain?

Tapi alasan tersebut terbantahkan oleh ranting-ranting dan cabang Muhammadiyah yang memiliki gerakan dakwah superaktif, bahkan ada ranting yang memiliki omzet usaha melebihi pimpinan daerah dan wilayah Muhammadiyah tertentu. Padahal, level pimpinan Muhammadiyah tingkat ranting yang hanya cakupan wilayah kerjanya setara desa atau kelurahan untuk wilayah kerjanya. Namun, hasil dan produktifitas berpikir dan berkarya dalam gerakannya melampaui level pimpinan Muhammadiyah tingkat wilayah dan daerah.

Kemudian alasan apalagi, justru kadang sangat ironis saat di mana ranting, cabang, dan daerah Muhammadiyah tertentu banyak SDM potensial malah pengurusnya berpendidikan tinggi-tinggi, bahkan bergelar magister, doktor, dan bergelar akademik profesor. Realitas gerakan dakwahnya seperti mati suri, hidup dalam kematian.

Pernah suatu ketika mengikuti acara pengajian JSM DIY, menghadirkan ketua ranting Muhammadiyah terbaik versi LPCR PP Muhammadiyah. Bapak Ansori nama ketuanya. Saat itu terdengar ucapan bahwa Ranting Muhammadiyah Gading Kabupaten Klaten memiliki amal usaha Madrasah Ibtidaiyah siswanya 700 anak, jumlah tersebut hasil seleksi.

Karena banyak peminatnya, dibuka lagi Madrasah Ibtidaiyah 2. Tidak lama siswanya lebih dari 200 anak. Kesejahteraan pengelola dan para guru pun sudah di atas rata-rata kebutuhan pokok. Ternyata selain sekolah, mereka memiliki usaha mini market TokoMu yang diperuntukkan bagi warga persyarikatan sebagai pelanggan utamanya, selebihnya warga masyarakat umum. Amal usaha lainnya tak kalah hebat, yaitu memiliki usaha parkiran yang sangat prestisius sehingga untuk dana dakwah lebih dari cukup.

Dari amal usaha Muhammadiyah tersebut, komitmen dan konsistensi mengelola dengan baik dan benar dapat mendatangkan omzet miliyaran rupiah. Wajar dan pantas didaulat menjadi pimpinan ranting Muhammadiyah terbaik se-Indonesia.

Sekelumit cerita fakta dan nyata di atas, bukan tiba-tiba tanpa dikelola dengan sungguh-sungguh. Komitmen pengurus dan anggota pimpinan ranting Muhammadiyah, mereka bermuhammadiyah itu bukan sekadar memiliki kartu anggota dan tercatat sebagai pengurus, melainkan bermuhammadiyahnya yaitu berpikir dan berkarya penuh keikhlasan yang tulus, fokus pada capaian hasil tanpa citra, dan selalu upgrade program sesuai kebutuhan terkini.

Sekalipun pimpinan ranting, kesungguhan dan komitmen mereka berkhidmat tidak kalah kreatif, inovatif, dan produktif dari pimpinan Muhammadiyah dari level di atasnya, baik itu cabang, daerah, wilayah dan bahkan pusat sekalipun. “Hasil tidak akan mengkhianati proses “, begitu orang-orang berkata.

Memang benar, apa yang dikerjakan oleh mereka dalam prosesnya dibarengi dengan sikap, komitmen, dan integritas moral terpadu membangun spirit berdakwah bilhal yang produktif. Selain ikhlas dan tulus yang dibalut komitmen tinggi, mereka kabarnya dalam bermuhammadiyah berusaha untuk menggembirakan, baik bagi para pengurus maupun warga persyarikatan. Saling memotivasi dan membahagiakan satu dengan yang lainnya memang akan memunculkan hal positif, terlebih saat hal positif tersebut dimobilisasi menjadi sebuah ide dan gagasan diubah menjadi karya nyata yang diaplikasikan pada gerakan dakwah bilhal.

Kemudian berikutnya, yang dilakukan oleh pimpinan ranting tersebut, kenapa relatif cepat memajukan persyarikatan dan amal usaha Muhammadiyah dapat beradaptasi cepat walaupun berbagai situasi dan kondisi sesekali menguji konsistensi atau keistiqamahan dalam menggerakkan ekonomi persyarikatan.

Tampaknya, loyalitas pengurus dan anggota sudah teruji akan komitmennya, rasa memiliki dan tanggungjawab bersama telah tertanam dalam jiwa dan raga sebagai jamaah Muhammadiyah. Sehingga gelombang ujian berbagai peristiwa mereka menghadapinya sambil berdiri dan berbaris rapat melawannya dengan pengelolaan yang profesional senantiasa update perkembangan yang terjadi. Termasuk disrupsi sekalipun menghampiri dan menghabisi tradisi tetap saja disiasati penuh keyakinan hati bahwa segala yang terjadi adalah inspirasi dari Ilahi rabbi. Hal itu tertanam dalam hati dan jiwa pengurus dan anggota, maka yang muncul adalah optimisme.

Pertanyaannya, bagaimana kondisi ranting-ranting pada umumnya, seperti pepatah bahasa “mati enggan hidup pun segan”. Jangankan ranting, cabang, daerah, dan wilayah pun masih banyak yang belum mandiri dan kurang memiliki spirit dan motivasi tinggi sebagaimana para pengurus dan anggota di ranting Gading Klaten Jawa Tengah.

Sekalipun ada beberapa ranting dan cabang, daerah dan wilayah Muhammadiyah yang maju amal usahanya, kadang hanya beberapa saat karena setelah maju tanpa disadari terjadi fakta dan nyata banyak yang merorong, amal usaha tersebut tak ubahnya gula atau madu tumpah, yang akhirnya berbondong-bondong berharap masuk dengan dalih ingin mengabdi. Namun saat menjadi tenaga dan pegawai malah menggerogoti dengan sikap dan perilaku tidak memberi teladan.

Justru kadang hanya sekadar mendapatkan gaji atau insentif, kerja dan karyanya nyaris tidak produktif. Bahkan lebih parah hanya jadi parasit atau duri dalam daging di tubuh amal usaha yang maju tersebut, dan akhirmya tidak terasa lambat laun kualitas amal usaha yang dihinggapi menurun atau merosot jatuh ke dalam jurang kemunduran.

Mentalitas moral pengurus pimpinan ranting Gading, sangat yakin memiliki keteladanan yang baik dan benar dalam menjalankan amanah. Pengelola amal usahanya pun akan berusaha maksimal memberikan etos kerja yang terbaik saat melihat para pengurusnya memiliki keteladanan. Karena hal itu hukum alam sunnatullah, saat pengurus sebagai penyelenggara moral karakternya inspiratif dan motivatif yang baik akan mentransformasi sikap baik kepada pengelola amal usaha.

Sekalipun ada yang tidak sejalan dan terjadi kontroversi akan ada koreksi dan evaluasi dari semua pihak penuh dengan saling memperbaiki diri, bukan saling menyalahkan satu dengan yang lainnya. Termasuk cara menempatkan para pejabat amal usaha tidak karena kedekatan emosi dengan pertimbangan sama-sama satu golongan yang fatsun pada pimpinan persyarikatan, melainkan karena track record prestasi dan fatsun pada kaidah-kaidah amal usaha persyarikatan.

Jikalau fatsun pada orang karena kedekatan dan melanggar kaidah amal usaha, jangankan maju yang terjadi tanpa disadari akan mengalami kemunduran yang tiada henti, dan sangat memungkinkan di ujung akan mengalami kehancuran. Dari ranting Gading sebagai ranting terbaik Muhammadiyah, semoga menjadi teladan bagi ranting-ranting Muhammadiyah lainnya. Amin… (*)

Bandung, Juli 2023

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *