Bertemu Syiah di Bait Allah

0
126
Nurbani Yusuf adalah dosen UMM dan pengasuh Komunitas Padhang Makhsyar. (Ilustrasi Tim Redaksi KLIKMU.CO)

Oleh: Dr Nurbani Yusuf MSi

KLIKMU.CO

Wahai orang-orang yang beriman! Orang-orang musyrik itu najis (kotor jiwa), karena itu janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sejak tahun ini. (At Taubah 9:28)

Siapa bisa jelaskan kenapa pemerintah kerajaan Saudi membiarkan kaum yang sudah sesat dan dikafirkan itu masuk pelatatan bait Allah?

Dalam pandangan Suni, Syiah itu sesat kafir dan bukan dari kalangan muslimin. Syiah pun sama, memandang Suni sesat, kafir, dan merompak kekhilafahan ahlu bait. Dalam perspektif aswaja pun tak luput dari sikap ekstrem, memandang Wahabi sesat karena gampang membidahkan dan mengafirkan, mirip khawarij.

Salafi pun memilah ulama Islam menjadi tiga: ulama ahlu sunah (Salafi), ulama ahlu subhat (Muhammadiyah), dan ulama ahlu bidah (NU).

Perspektif firqah atau kelompok-kelompok dalam Islam memang cukup menarik. Mungkin ini bagian dari prediksi Nabi saw bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan. Hanya satu yang selamat: ahlu sunah wal jamaah, lantas setiap kelompok mengaku aswaja yang lain bukan.

Dua kali di Masjidil Haram di pelataran Ka’bah. Bait Allah yang suci saya berpapasan bahkan berdesak-desak dengan orang-orang Iran penganut Syiah. Kami menyebut Robb yang sama dan bertalbiyah bershalawat kepada nabi Ibrahim as.

Kenapa pemerintah Saudi bersetuju dan membiarkan orang-orang yang dianggap bukan Islam ini naik haji? Thawaf bersama. Sai bersama. Balang jumrah dan wukuf di Padhang Arafah yang sama? Kenapa jika Syiah dianggap kafir dan keluar dari jamaah muslimin dibiarkan melaksanakan rukun Islam yang ke lima? Disesatkan kemudian Dikafirkan tapi dibiarkan naik haji—sungguh membingungkan.

Saya pertama mengenal Syiah dari Prof Amien Rais saat masih menjadi ketua umum PP Muhammadiyah. Lewat buku karya cendekiawan Syiah yang beliau terjemahkan: Tugas Cendekiawan Muslim. Dari situ pula jargon ‘sang pencerah’—raushnfikir tulisan Ali Syariati mulai saya kenal.

Pengikut Ali percaya bahwa setelah Nabi wafat, kekhalifahan dan kekuasaan agama berada di tangan Ali, salah satu sahabat Nabi.

Syiah secara harfiah berarti partisan atau pengikut adalah kaum muslimin yang menganggap penggantian Nabi Muhammad saw merupakan hak istimewa keluarga Nabi dan mereka yang dalam bidang pengetahuan dan kebudayaan Islam mengikuti mazhab Ahlul Bait.

Inilah definisi yang dikemukakan Allamah M.H. Thabathaba’i, dalam buku: “Syiah Dar Islam (Syiah dalam Islam). Buku tentang Islam dan Syiah sebagaimana dilihat dan ditafsirkan oleh ulama Syiah sendiri.

Lantas sejak kapan Syiah dikafirkan. Ini bagian menariknya. Cak Nur pernah berkata: jika agama masuk politik, politik tak jadi bersih karena agama tapi agama akan terkontaminasi politik. Lantas muncul jargon: “Islam yes partai politik no’.

Terbukti sudah bahwa perang agama tak satupun yang membela iman. Tapi arogansi karena memperturutkan hawa nafsu. (Al Jatsiyah)

Pandangan Buya HAMKA tentang Syiah cukuplah menarik bahwa semua pertentangan Suni vs Syiah lahir karena pertentangan politik. Kemudian tegas beliau berkata: sebagiannya ahli bidah, sebagiannya kufur, sebagiannya tidak keduanya. Sebelumnya menyanjung Buya HAMKA saat buya bersikap moderat terhadap Syiah—kita pun menolak.

Persis ngendikan Buya Yunahar Ilyas: ‘ketika setuju kalian mendukung dan ketika tidak sesuai dengan keinginan kalian menolak sebenarnya kamu tidak menghargai ulama tapi memperalat’.

Pandangan Buya HAMKA ini sangat obyektif dan proporsional dan berlaku untuk semua umat Islam di dunia. Bukankah di kalangan Suni pun sama: sebagiannya ahli bidah, sebagiannya kufur dan sebagiannya tidak keduanya. Jargon kembali kepada Al Quran dan as sunah yang digemakan di kalangan Suni membuktikan itu. Bahwa di kalangan Suni pun tak bersih-bersih amat.

Jangan salah paham, saya hanya hendak menautkan titik temu umat Islam yang berserak sejauh yang saya mampu. Wallahu taala a’lm. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini