Buya Hamka. Masa Remaja Petualang, Merantau ke Jawa, Nyantri ke Ki Bagus Hadikusumo(-2)

0
24

KLIKMU CO-
Oleh: Kyai Mahsun Djayadi*

Abdul Malik (nama asli Buya Hamka) sering menempuh perjalanan jauh sendirian, berkelana ke sejumlah tempat di Minangkabau. Ayahnya memberinya julukan “Si Bujang Jauh” karena ia selalu menjauh dari orang tuanya sendiri. Dalam usia baru menginjak 15 tahun, Abdul Malik telah berniat pergi ke pulau Jawa. Ia melarikan diri dari rumah, tanpa diketahui ayahnya dan hanya pamit kepada anduangnya di Maninjau.
Dari Maninjau, Abdul Malik memulai perjalanan dengan bekal ongkos pemberian anduangnya. Ia menempuh perjalanan melalui darat dengan singgah terlebih dahulu di Bengkulu, berencana menemui kerabat satu suku dari ibunya untuk meminta tambahan ongkos. Namun, dalam perjalananya, Abdul Malik didera penyakit beruntun. Ia ditimpa penyakit malaria saat sampai di Bengkulu. Dalam kondisi sakit dan tubuhnya mulai diserang cacar, Abdul Malik meneruskan perjalanan ke Napal Putih dan bertemu kerabatnya. Setelah dua bulan meringkuk menunggu kesehatannya pulih, kerabatnya memulangkan Abdul Malik ke Maninjau.
Pada Juli 1924, Abdul Malik kembali memulai perjalanannya ke pulau Jawa, dan berhasil sampai di Yogyakarta. Ia menumpang di rumah Marah Intan sesama perantau Minang dan bertemu adik ayahnya, Jafar Amrullah di Yogyakarta. Pamannya itu membawanya ke tempat Ki Bagus Hadikusumo untuk belajar tafsir Al-Quran. Abdul Malik menemukan keasyikan belajar dengan Ki Bagus Hadikosumo yang mengupas makna ayat-ayat Al-Quran secara mendalam.
Dari Ki Bagus Hadikusumo, Abdul Malik mengenal Sarekat Islam dan bergabung menjadi anggota. Melalui kursus-kursus yang diadakan Sarekat Islam, ia menerima ide-ide tentang gerakan sosial dan politik. Di antara gurunya waktu itu adalah HOS Tjokroaminoto dan Suryopranoto. Cokroaminoto menaruh perhatian kepada Malik karena semangatnya dalam belajar. Malik mengikuti kelas dengan tekun, sering bertanya dan menyalin pelajaran yang didapatnya.
Pergerakan Islam di Jawa telah memberi pengaruh besar bagi Malik. Dari pengalamannya di Yogyakarta, ia menemukan Islam sebagai suatu yang hidup, suatu perjuangan, dan suatu pendirian yang dinamis. Ketika perhatian umat Islam di Minangkabau terseret pada perdebatan praktik ritual Islam, Abdul Malik mendapati organisasi dan tokoh-tokoh pergerakan di Jawa memusatkan diri pada perjuangan untuk memajukan umat Islam dari keterbelakangan dan ketertindasan.
Setelah melewatkan waktu enam bulan di Yogyakarta, Abdul Malik bertolak ke Pekalongan untuk bertemu dan belajar kepada kakak iparnya, Ahmad Rasyid Sutan Mansur. Pertemuannya dengan Sutan Mansur mengukuhkan tekadnya untuk terjun dalam perjuangan dakwah. Dari kakak iparnya, Abdul Malik mendapatkan kesempatan mengikuti berbagai pertemuan Muhammadiyah dan berlatih berpidato di depan umum.
Di Pekalongan, Abdul Malik bertemu ayahnya yang urung berangkat ke Mesir setelah ditundanya Kongres Kekhalifahan Internasional. Kegiatan Muhammadiyah menarik perhatian Haji Rasul (nama alias dari Abdul Karim Amrullah, ayah Abdul Malik), sehingga saat kembali ke Minangkabau bersama Jafar Amrullah dan Marah Intan, Haji Rasul menginisiasi pendirian Muhammadiyah di Sungai Batang.
Dari sinilah Muhammadiyah menyebar ke seluruh daerah Minangkabau dengan bantuan bekas murid-muridnya. Dalam rangka mempersiapkan mubalig dan guru Muhammadiyah, Haji Rasul menggerakkan murid-murid Thawalib membuka Tabligh Muhammadiyah di Sungai Batang.

IBRAH DARI KISAH INI:
Buya Hamka yang nama aslinya adalah Abdul Malik, memang sangat terlihat bakat kecerdasannya sekaligus bakat kepemimpinannya. Selain itu bakat keulamaannya pun terlatih terutama ketika nyantri ke Ki Bagus Hadikusumo di Yogyakarta.
Selain itu Hamka juga mendapat pengalaman baru tentang dunia politik. Lewat Ki Bagus Hadikusumo Hamka dikenalkan “Sarekat Islam” bahkan kemudian mendapat banyak ilmu tentang dunia pergerakan melalui pimpinan Sarekat Islam yakni HOS Cokro Aminoto. Hal ini semakin memperkaya wawasan Hamka memproyeksikan masa depannya.
Ada beberapa hal yang menarik dari salah satu episode perjalanan hidup Hamka, yakni haus ilmu, suka mencari pengalaman meski harus menempuh perjalanan yang jauh, kuatnya tekad dan percaya diri dalam memegangi kebenaran yang diyakininya. Barangkali ini menjadi teladan dan salah satu inspirasi buat kita sebagai generasi muda, apalagi para aktifis persyarikatan.
Bahwa untuk mencapai sebuah kesuksesan harus melaluinya dengan berbagai tantangan, hal ini adalah sebuah keniscayaan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini