KLIKMU.CO- Majapahit berdiri diatas sebuah “goro-goro” dipotongnya telinga panglima perang Meng Ki utusan Ku Bi Lai Khan. Serbuan Yuan-Mongol ke Jawa adalah invasi Kekaisaran Tiongkok-Mongol di bawah Dinasti Yuan ke tanah Jawadwipa (pulau Jawa sekarang).
Pada tahun 1293, Kubilai Khan, Khan Agung Kekaisaran Mongol dan pendiri Dinasti Yuan, mengirim invasi besar ke pulau Jawa dengan 20,000 sampai 30,000 tentara.
Ini adalah ekspedisi untuk menghukum Raja Kertanegara dari Kerajaan Singhasari, yang menolak membayar upeti dan bahkan melukai utusan Mongol.
Pertempuran ini terjadi sejatinya karena geramnya Ku Bi Lai Khan kepada Raja Ketanegara yang tak mau mengakui kekuasaan Mongol dan bahkan Kertanegara mengirimkan pasukannya dalam ekspedisi Melayu untuk mengembangkan sayap kekuasaanya, menguasai perdagangan di Laut Cina Selatan sampai Selat Malaka.
Sang Kaisar Kubilai Khan pun geram dan langsung mengirim armada tempurnya ke Jawa.
Sebelumnya, maksud kedatangan Meng Ki dan dua orang pengawalnya ke Singasari adalah untuk meminta kepada Kertanegara agar mengakui kekuasaan Mongol.
Mendengar instruksi kekaisaran Mongol yang meminta Kertanegara agar tunduk dan mengakui, Kertanegara geram dan merasa terhina sebagai sebuah kerajaan, maka Kertanegara langsung merobek surat permohonan itu dan langsung menyiksa Meng Ki tanpa ampun.
Dengan penuh luka, Meng Ki kembali ke Mongol dan langsung melaporkan kejadian itu kepada Kaisar, sontak armada terkuat yang pernah menguasai sepertiga dunia itu pun langsung berbondong-bondong ke Jawa untuk menghukum Kertanegara.
Kekuatan Baru Majapahit Tumbuh
Sepulangnya panglima Meng Ki ke Mongol, situasi di Jawa menunjukkan perubahan yang sangat berarti.
Terjadi perubahan konstelasi politik besar besaran dimana konstelasi politik di Jawa telah berubah.
Singasari dengan kejayaannya yang menjulang hingga ke Semananjung Melayu harus runtuh ketika diserang oleh Jayakatwang dari Kediri.
Akan tetapi menantu Kertanegara, Raden Wijaya beserta para pengikutnya meloloskan diri ke Madura dan meminta perlindungan kepada Adipati Sumenep, Arya Wiraraja.
Karena adanya hubungan ayah dan anak dengan salah satu pengikut Raden Wijaya, Arya Wiraraja pun akhirnya bersedia membantu untuk membuat Desa Tarik di sekitar Trowulan, Mojokerto.
Yang kemudian desa itu diberi nama Majapahit oleh Raden Wijaya.
Dendam Mongol pun tak pernah padam, dimulailah kembali peendaratan ke Tuban untuk menyerang Singhasari, Mongol tak mengetahui kalau Singhasari sudah dikalahkan oleh Jayakatwang.
Ketidaktahuan Mongol tentang keadaan Singhasari tidak disia-siakan oleh Raden Wijaya yang ingin membalas dendam atas kekalahan Singasari dari Kediri.
Dengan tipu muslihatnya, Armada Mongol pun langsung menyerang Kediri hingga Jayakatwang tewas dalam pertempuran itu.
Mongol terbuai dengan kemenangan semunya terhadap ” Singhasari “.
Ditengah pesta pora kemenangan dan kelelahannya, Tentara Raden Wijaya kemudian menyerang armada Mongol.
mereka mundur ke pusat pertahanannya di pesisir Jawa Timur seperti Tuban, Gresik, dan Tumapel.
Sebagian kekuatan Majapahit pun telah menyerang dulu tempat-tempat berlabuhnya ratusan Armada Mongol di Tuban dan Tumapel.
Puluhan kapal berhasil dibakar oleh pasukan Majapahit sehingga mereka bingung kehabisan logistik dan tidak bisa kembali ke negerinya.
Pertempuran sengit di Tumapel terjadi sehingga banyak dari pasukan Mongol ditawan oleh Majapahit. Sementara sisanya berhasil kembali ke Mongol.
Tumapel akhirnya berganti nama menjadi Surabaya, karena kemenangan pasukan Majapahit tersebut.
Raden Wijaya pun kemudian naik tahta menjadi Raja Majapahit pertama bergelar Kertarajasa Jayawardhana.
Majapahit dan Islam
Data dari beberapa sumber menyebutkan bahwa sebagian besar pasukan Ku Bi Laikhan ada yang sudah memeluk Islam, sehingga ketika mereka tak bisa kembali datang ke Mongol, mereka lalu menyebarkan agama Islam didaerah Pesisir Utara Jawa Timur, seperti di Tuban.
Banyak pula para petinggi-petinggi Majapahit yang memeluk Islam jauh sebelum kedatangan Wali Songo dan Laksamana Cheng Ho.
Beberapa penemuan tentang Koin Majapahit yang ber-lafadz-kan tulisan islam ‘Syahadat’ menjadi bukti bahwa Islam telah berkembang menjadi agama yang kuat di masa itu.
Data lain yang menyebutkan bahwa Sumpah Palapa Gajah Mada pun berasal dari bahasa Arab yang berarti ‘Faalafa’, artinya mempersatukan.
Serta adanya panji merah putih yang merupakan simbol Majapahit dalam mempersatukan Nusantara, pun diambil dari panji-panji Rasulullah saat perang Badar. (Suryanegara, 2008:53).
Kawan menafikan peran Islam dalam kejayaan Majapahit adalah sebuah kecorobohan sejarah, karena justru Islam menjadi penguat kebesaran Majapahit.
Meneguhkan Kembali Jalan Sutra Nusantara
Nusantara terangkai dalam kepingan pulau pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.
Tentu saja diantara kepingan kepingan itu mempunyai kekhasan dan keunikan, karena kemampuan memahami kekkhasan dan keunikan itulah Nusantara terangkai dengan eloknya.
Masing masing bisa menjadi jati diri dan mengikatkan diri dalam bingkai Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika.
Meneguhkan kembali Nusantara adalah kemampuan diri menerima kelebihan dan kekurangan dan berusaha untuk saling mengikat dan menguatkan.
Mempertentangkan Indonesia dengan luka lama dan berupaya menghikangkan jasa Ummat Islam adalah sebuah aktifitas ahistoris, apalagi menuduhnya bahwa Islam akan mengganti ideologi negara.
Nah meneguhkan kembali Jalur Sutra Nusantara adalah dengan merekatkan kembali ikatan ke Indonesiaan kita tanpa harus menebar prasangka… Kebudayaan adalah jalan tengah untuk mengikat kembali ke Indonesiaan Kita.
Menguatkan kembali kebagkitan Indonesia adalah merangkai kembali poros Jakarta, Jawa Barat, Jogja dan Jawa Timur sebagai pemantik Rekonsiliasi Kebudayaan Menuju Indonesia yang bermartabat
Surabaya, 30 Maret 2018
M. Isa Ansori
Pegiat pendidikan yang memanusiakan, Pembelajar sejarah dan cagar budaya, Sekretaris Lembaga perlindungan Anak Jatim, Anggota Dewan Pendidikan Jatim