KLIKMU.CO Milad Muhammadiyah 108 di keraton Ngajogjakarta Hadiningrat beberapa bulan yang lalu meninggalkan kesan mendalam
sekaligus peneguhan bahwa Muhammadiyah lahir di pusat kekuasaan dan peradaban Jawa yang utuh hingga saat ini. Para pimpinan Persyarikatan begitu peka membaca situasi sekaligus upaya agar Muhammadiyah tak lupa asal.
Tema Milad juga menarik : Mengingat kebaikan juga menyambung kembali tali rahim. Agar generasi Muhammadiyah tak putus tali rahim. Adalah upaya bagaimana memberi teladan kepada kita cara ber-Islam dan ber-Muhammadiyah yang santun dan ramah. Tidak merasa paling dan gampang melupakan kebaikan.
Kepada tiga orang yang sangat berjasa terhadap perkembangan dan kemajuan Muhammadiyah dari masa ke masa. Kepada Kasultanan Ngajogjakarto Hadiningrat yang memberi dukungan secara politis dan kebijakan, kepada Prof Mitshuo Nakamura penganut Shinto yang taat dan kepada Kyai Hadji Roemani tokoh NU dari Demak yang sangat berpengaruh.
Sejak mula Kyai Dahlan (Darwisy) hidup di lingkungan kekuasaan, keluarga beliau menjadi penghulu keraton dan diberi kewenangan mengelola masjid milik sultan. Dari masjid Kauman itulah Kyai Dahlan menggagas berdirinya Muhammadiyah sebuah pergerakan tajdid yang banyak dimusuhi para ulama saat itu. Kyai Dahlan banyak mendapat pembelaan dan perlindungan dari Sri Sultan Hamengkubuwana VII. Termasuk ‘menyembunyikan’ Kyai Dahlan ke Mekkah untuk berhaji.
Bagi Dahlan, Sultan adalah mitra, bukan musuh yang harus dijauhi sebagaimana dilakukan kebanyakan ulama sekarang. Yang menjadikan penguasa sebagai musuh dan lawan. Muhammadiyah di awal berdiri banyak mendapatkan bantuan dan perlindungan dari ke-Sultanan Ngajogjakarta.
Prof Mitshuo Nakamura seorang maha guru dari Jepang yang fasih berbahasa Jawa dan Indonesia datang pertama kali sekitar tahun 70- han dibonceng sepeda Yamaha Butut oleh Pak AR Fakhruddin. Peneliti senior paling berpengaruh yang berjasa membawa nama Muhammadiyah ke dunia internasional. Prof Mitshuo mengenalkan Muhammadiyah dikalangan akademisi dan peneliti internasional di berbagai perguruan tinggi besar di Eropa dan Amerika. Dia penganut Shinto yang taat tapi sangat mencintai Muhammadiyah.
Kyai Hadji Roemani adalah ulama NU yang sangat kaya raya. Beliau tinggal di Demak. Bagi Kyai Roemani menjadi NU atau Muhammadiyah adalah soal memilih strategi dan tak harus dipertentangkan. Membangun umat dan kemaslahatan yang banyak adalah kewajiban yang tidak mengenal perbedaan golongan dan mazhab. Beliau sumbangkan lima hektar tanah berikut bangunan megah sebagai cikal bakal rumah sakit Muhammadiyahbbertaraf internasional di Semarang.
Ternyata bukan hanya kita yang membesarkan Muhammadiyah. Di luaran sana banyak juga orang yang lebih berbakti kepada persyarikatan. Kita sadar dan bersyukur bahwa berdakwah tak bisa sendirian tapi saling berbagi dan menggenapi agar Islam tegak berdiri.
Kyai Nurbani Yusuf Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Batu dan pegiat Komunitas Padhang Makhsyar