KLIKMU.CO
Oleh: Mushlihin*
Menjalin silaturahim dengan saling bertandang merupakan kewajiban antar kerabat. Satu-satunya embah aku yang masih seger kewarasan dan menjadi target kunjunganku adalah Mbah Syamsuni. Kala aku datang Ia sedang berjalan sambil menyapu lantai. Lantas mengajakku duduk di bayang bambu depan rumahnya.
Kemudian ia bercerita. Bahwa usianya 90 tahunan. Sewaktu perawan menikah dengan Warto. Tetangga belakang rumah. Anak mereka meninggal kala bayi. Lalu bercerai. Tapi Mbah Syam tetap berbuat baik dengan kerabatnya.
Terus Mbah dipersunting Sopran. Anak bungsu H. Sofwan. Adik dari Kasrawi dan H. Umar. Sementara ibunya keturunan Drajat. Sekerabat dengan Kaji Dulasir, yang semasa hidupnya aku sering diajak bapak bertamu ke rumahnya naik onthel. Sebelumnya Sopran telah menikahi Warmi. Lalu cerai, dan mengawini Rupiah. Mereka dikaruniai putra bernama Sukatim, ayah kandungku. Syamsuni tetap hormat pada Warmi dan Rupiah. Bahkan sangat sayang pada anak tirinya. Terbukti ia ikhlas mengkhitankan. Pas meninggal mendahuluinya juga amat kehilangan.
Sayangnya mahligai rumah tangga mereka hanya dua tahun. Kandas. Maka Sopran mengawini Kastoyah. Sedang Syamsuni dipersunting Kartum. Adik kandung Rupiah. Supaya hubungan kekeluargaan tidak pernah putus. Meski kerap dicap sebagai pelakor. Ditambah lagi dari suami yang ketiga tersebut tak dikaruniai putra atau putri. Gabuk.
Beberapa kali ia bilang, sungguh melarat tak memperoleh keturunan. Ia kadang ingin mati saja. Ketika badan kejang, susah tidur, dan nafsu makan berkurang. Beruntung hartanya cukup melimpah. Ia dengan mudah mengangkat anak dari kerabat. Dengan perjanjian akan menghibahkan tanah dan rumah kepadanya asal mau merawatnya hingga tutup usia.
Akupun berusaha mengingatkan tanpa menyinggung perasaannya. Mengutip sabda Rasulullah. “Janganlah sampean meminta kematian lantaran bahaya yang menimpa. Tetapi berkatalah, ya Allah hidupkanlah aku jika kehidupan itu lebih baik dan matikanlah aku jika kematian itu lebih baik.” Mati adalah rahasia Tuhan. Terpenting kita yakini rukun iman, dan menjalankan rukun Islam. Syahadat, salat, zakat, puasa dan haji.
Selepas itu ia berbalik menasihatiku.”Iya nak. Wong iku ono tuane. Ning iso ojo dadi gawe, akehi tobat, sregep salat, ojo langguk, lan tak doano mugo seger waras, nyambut gawe gampang, diparingi anak salih dan salihah. Lan ojo lali urus jenazahku kalau mati.” (Iya nak. Orang akan menua. Cuma jangan membebani. Perbanyak taubat. Rajin salat, menyapa, semoga sehat, kerja lancar dan dikaruniai putra putri). Jadi ia mengajak dan mengingatkanku agar memiliki komitmen terhadap Islam.
Selanjutnya Mbah Syam menawariku sarapan. Kuucapkan terima kasih. Sekaligus aku minta maaf. Karena aku belum lapar. Agar tidak kecewa, kurogoh uang di saku celanaku dan kuulurkan padanya. Sebagai balas jasa. Ia pun berjanji menginfakkannya ke masjid, ibnu sabil dan pengemis. Sisanya untuk berobat dan menyantuni yatim serta kaum kerabat.
Sungguh aku mendapatkan hikmah kehidupan. Kewajiban antar kerabat selain keluarga inti. Melalui jalinan silaturahim dan saling bertandang. Membantu dan menyantuni. Mengajak dan mengingatkan berislam. Ringkasnya, aku harus berlomba menjadi yang terbaik. Lantaran apa saja kebaikan yang kita perbuat, sesungguhnya Allah maha mengetahui. Selamat hari ibu Mbah Syam. Semoga Allah memberi umur panjang dan memperbaiki amal kita. Sehingga hidup bahagia.
Mushlihin, Takerharjo Solokuro Lamongan