Cermin Diri #277: Sambut Kepulangan Jemaah Haji

0
349
Foto diambil dari dokumen pribadi penulis

KLIKMU CO-

Oleh: Mushlihin*

Para jemaah haji 2022 telah kembali ke tanah air. Salah satunya sahabat saya pada Selasa malam. Keluarganya bersegera menjemputnya di asrama haji. Mereka saking syukurnya, karena dari 100.051 jemaah, 67 telah wafat (sumber data siskohat).

Rabu petang sanak kerabatnya langsung berduyun-duyun mengunjungi rumahnya. Istilah mereka ziarah haji. Alasannya bermacam-macam. Ada yang minta doa lantaran para jemaah haji doanya dianggap manjur. Ada yang meminta air zamzam untuk pengobatan. Adapula yang berharap memperoleh suvenir.

Saya membaca buku fikih. Kata haji berarti sengaja berziarah, mengunjungi, atau menuju tempat tertentu yakni baitullah (Ka’bah) di Mekkah. Mengerjakan haji adalah kewajiban setiap muslim atau mukallaf dan sanggup mengadakan perjalanan ke baitullah (QS. Al-Imran 97).

Rasulullah pun bersabda bahwa haji tidak wajib dikerjakan setiap tahun. Sebab kita tidak akan mampu. Sebagaimana hadis riwayat Muslim. Seorang bertanya Apakah haji itu dikerjakan setiap tahun? Rasulullah kemudian diam, sampai-sampai orang itu mengulangi pertanyaannya sebanyak tiga kali. Lalu beliau bersabda. “Kalau saya katakan benar, pasti akan wajib tiap tahun, tapi kalian tidak akan mampu.”

Saya termenung. Melaksanakan haji yang hukumnya wajib sekali seumur hidup saja antre puluhan tahun. Apalagi setiap tahun. Karenanya saya hendak mengikuti mereka berziarah, tapi saya meriang. Saya berniat untuk berziarah Kamis, tapi pas bersamaan pesta pernikahan hingga petang. Saya berencana berziarah Jumat sore, tapi gagal karena hujan.

Akhirnya saya berziarah Sabtu pagi. Sebelum berangkat saya menghubungi tentang keberadaannya. Sahabat saya bilang akan pergi ke kota. Saya memohon menundanya sejam. Beliau bersedia. Lantas saya mengajak istri sambil membawa “gawan” (sembako) laiknya orang bertamu.

Saya disambut dengan hangat. Tangan saya dijabat dengan erat. Saya disilakan duduk dan menikmati hidangan. Di antaranya kurma, kacang, kismis, rawon dan air mineral.

Saya kemudian berpamitan dan dibekali suvenir. Saya juga diajak foto dengan background spanduk bertuliskan selamat datang dari suci Mekkah H… dan Hj.. Semoga menjadi haji mabrur.

Setiba di rumah saya mencari asal usul mengapa di depan nama jemaah haji Indonesia ditambah H atau Hj. Keterangan Agus Sunyoto, Arkeolog Islam Nusantara menyatakan bahwa gelar haji mulai muncul sejak tahun 1916 sebagai pemberian Kolonial Belanda. Tujuannya untuk membatasi gerak-geriknya. Pasalnya sepulang haji, mereka memimpin kemerdekaan Indonesia. Contohnya Pangeran Diponegoro atau Imam Bonjol yang pergi haji dan ketika kembali melakukan perlawanan terhadap Belanda dengan pasukan Paderi-nya. Begitu halnya HOS Cokroaminoto mendirikan Sarekat Islam. Ki Hajar Dewantara berjuang dalam dunia pendidikan. Muhammad Darwis (Ahmad Dahlan) pergi haji dan pulang mendirikan Muhammadiyah.

Sebagian orang memandang embel-embel haji itu tidak baik, karena dapat menimbulkan sikap riya’, pamer, sehingga dapat merusak nilai ibadahnya di hadapan Allah. Sebagian lainnya beralasan penggunaan gelar haji atau hajjah diperbolehkan untuk dijadikan sebagai pengingat supaya dapat menjaga sikap dan menghindari perilaku buruk. Umpamanya mencaci, mengumpat, bertengkar, dan mengucapkan kata kotor.

Walhasil jangan sampai kita khawatir menyombongkan diri dan bermegah-megahan, lalu menunda bahkan membatalkan ibadah haji. Karena sesungguhnya kita tidak akan mengetahui halangan yang akan merintangi kita mengerjakan haji wajib.

*Guru MA Muhammadiyah Takerharjo Solokuro Lamongan

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini