Surabaya, KLIKMU.CO – Pengajian dan Pengukuhan Pimpinan Cabang Muhammadiyah-Aisyiyah Kenjeran Kota Surabaya di Kenjeran Muhammadiyah Center dihadiri oleh sejumlah tokoh, Rabu (19/7).
Ada Wakil Ketua PDM Muhammadiyah Surabaya M Jemadi SAg MA, Wakil Ketua PDM Muhammadiyah Surabaya Drs M Rofiq Munawi MPdI, Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah Surabaya Hj Alifah Hikmawati, dan mantan Wakil Ketua PWM Jawa Timur Nur Cholis Huda MSi.
Sementara itu, Sekretaris PWM Jawa Timur Prof Dr Biyanto MAg bertindak sebagai pemateri.
Dalam paparannya, Prof Biyanto menyatakan, setidaknya ada tiga makna yang bisa kita peroleh ketika belajar sejarah mengenai 1 Muharam. Pertama, Tahun Baru Hijriyah itu kata kuncinya adalah bergerak. Atau dalam bahasa kita ber-Muhammadiyah-Aisyiyah itu pergerakan Al Harokah.
Jadi, berorganisasi itu harus bergerak. Bergerak dari yang baik menjadi lebih baik. Yang belum sempurna disempurnakan dan yang kurang dilengkapi atau diperbaiki.
Karena itu, kata Prof Biyanto, kepemimpinan itu harus dilihat dari segi progres pergerakannya. Kalau masing-masing kita bergerak, organisasi kita akan sangat dinamis. Dengan begitu, kita semua percaya pimpinan yang terpilih itu adalah orang-orang yang terbaik.
“Kita juga diingatkan oleh Prof Dr Haedar Nashir MSi Ketua PP Muhammadiyah. Menjadi pimpinan Muhammadiyah dan pimpinan Aisyiyah, tepatnya menjadi ketua itu, ibaratnya hanya seiji ditinggikan sejengkal dimajukan. Maksudnya, tidak jauh beda dari yang lain. Karena itu kepemimpinan di Muhammadiyah itu harus selalu bergerak kolektif kologial,” tegasnya.
“Tidak boleh ada personifikasi dalam kepemimpinan di Muhammadiyah. Jadi, tidak boleh ada yang mengatakan kalau tidak karena saya itu tidak akan berhasil. Di sini kita berjamaah, bergerak bersama-sama untuk berorganisasi. Karena itu masing-masing bisa memberikan kontribusinya berdasarkan kapasitas yang dimiliki,” jelasnya.
Beda Muhammadiyah dengan Organisasi Lain
Prof Biyanto menyatakan bedanya Muhammadiyah dengan organisasi lain. “Di Muhammadiyah itu yang kaya pengurusnya apa organisasinya?” tanyanya retoris.
Menurutnya, di Muhammadiyah itu yang kaya organisasinya, bukan pengurusnya. Para ketua, pimpinan, dan anggotanya sederhana dan bersahaja.
“Sementara organisasi di tempat lain itu yang kaya orang-orang atau pengurusnya saja? Organisasinya tetap tidak mempunyai nilai-nilai unggul yang harus dipertahankan. Maka dari itu, masing-masing anggota pimpinan di Muhammadiyah itu harus bisa memberikan kontribusi berdasarkan keahlian yang dimiliki. Ada yang ahli agama, ahli pendidikan, ahli ekonomi, ahli dakwah, dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Sejarah Tahun Baru Hijriyah
Prof Biyanto juga menjelaskan gerakan hijrah dari Makkah ke Madinah. Dakwah Nabi Muhammad di Makkah 13 tahun dan di Madinah 10 tahun. Dakwah nabi kalau ditotal jadi 23 tahun. Nabi bergerak dari Makkah ke Madinah.
Karena itu, kalau kita ingin maju, kita harus terus bergerak. Dalam Al Qur’an satu pemahaman yang diajarkan kepada kita surah Ali Imran ayat 104:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى ٱلْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْن
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.”
“Namanya hari-hari kesuksesan, kegagalan, kemenangan, kekalahan, senyum, tangis, bahagia, sedih itu diberikan kepada kita semua umat manusia. Jadi, hidup kata Al-Quran itu mudah walau ada yang berurutan. Terkadang di atas terkadang di bawah dan sebaliknya,” terangnya.
“Menjadi pimpinan di Muhammadiyah itu biasa-biasa saja. Ada yang jadi ketua, ada yang jadi sekretaris ya harus bergerak terus. Hidup itu luwes. Karena itu, penting memaknai 1 Muharam dikaitkan dengan organisasi kita di Muhammadiyah dan Aisyiyah. Jadi, kita itu harus bergerak simbol dari pergerakan Rasul dan para sahabatnya dari Makkah ke Madinah,” paparnya.
Kedua, makna 1 Muharam tahun baru Islam itu adalah prestasi. Prestasi ini penting ketika terjadi perdebatan penentuan tahun baru Islam.
Waktu itu terjadi pada masa Kekhalifahan Umar Bin Khattab. Saat itu Umar menerima surat dari banyak Gubernur Amir di beberapa provinsi dan surat itu tidak ada tanggalnya, bulannya, dan tahunnya.
“Umar gelisah, kemudian Umar mengundang tokoh-tokoh, sahabat-sahabat utama untuk diajak rembukan. Penting untuk membuat tahun baru Islam kalender Islam. Kemudian muncul beberapa usulan. Usulan pertama itu ada yang mengusulkan supaya tahun baru Islam itu dimulai dari kelahiran Muhammad. Umar mengatakan langkah seseorang yang baru dilahirkan itu belum memiliki prestasi apa pun. Karena itu tidak selayaknya kelahiran seseorang itu menjadi awal dari penentuan tahun baru,” papar guru besar UINSA Surabaya itu.
Usulan kedua, hendaknya tahun baru dimulai dari saat Rasul meninggal atau wafat Muhammad SAW. Kemudian, Umar mengatakan bukankah kematian itu justru menjadi akhir dari prestasi seseorang.
Kemudian Umar mengusulkan bagaimana kalau 1 Muharam tahun baru Islam itu kalender Islam itu dimulai dari masa hijrah nabi dari Makkah ke Madinah. Nabi punya tantangan yang luar biasa. Memang selama dakwah 13 tahun di Madinah itu nabi sudah menunjukkan prestasi-prestasi yang membanggakan.
“Simbol prestasi menjadi penting. Maka dari itu lima tahun ke depan itu harus diisi dengan prestasi-prestasi yang membanggakan. Sebagai bagian dari refleksi 1 Muharam. Ada pengakuan prestasi yang luar biasa bahwa di Makkah itu Rasul diganggu, dakwah nabi pun dipersulit. Tapi nabi sudah mempunyai banyak prestasi. Umatnya juga banyak, aqidah Umar sangat kuat, dan prestasi-prestasinya sangat membanggakan yang lain bahkan juga sangat luar biasa,” jelasnya.
“Muhammadiyah-Aisyiyah itu adalah organisasi-organisasi yang menekankan pada prinsip beramal. Kalau membaca sejarah Muhammadiyah Aisyiyah itu banyak pengamat yang mengatakan organisasi yang dikategorikan dengan kata-kata Al-Faid. Maka dari itu, tidak usah ragu-ragu memperjuangkan kebenaran melalui Muhammadiyah Aisyiyah. Organisasi kita itu menekankan pada prinsip beramal berprestasi semangat dari 1 Muharam,” jelasnya.
Prof Biyanto menambahkan, Muhammadiyah itu adalah organisasi sosial, bukan organisasi profit. Karena itu kalau mengundang rapat, lalu yang diundang tidak datang itu, tidak usah diomeli karena ini organisasi sosial.
Etika berorganisasi itu sangat penting ditegakkan. Demikian pula akhlak. Menjadi seorang pimpinan di Muhammadiyah itu harus bisa menjadi teladan. Juga harus bisa selalu hadir. Misalnya saat jamaah salat lima waktu. Orang akan melihat dan mengamati. Maka dari itu mudah-mudahan kita bisa menjadi role model, menjadi contoh yang ada di sekitar kita.
“Paling akhir dalam hal jabatan itu sebaiknya tidak usah meminta jabatan. Muhammadiyah itu kadang-kadang sekarang sangat dinamis sana sini ada tim sukses. Biasanya seperti ini akan minggir kanan minggir kiri. Orang-orang yang kemudian terlalu berambisi suatu saat akan hilang, tidak akan terpilih. Orang yang ambisius justru ditinggal, tidak dipilih,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kenjeran juga memberikan piagam penghargaan kepada semua kepala amal usaha Muhammadiyah Kenjeran. Berikut nama kepala amal usaha Muhammadiyah Kenjeran yang menerima penghargaan karena keloyalitasannya kepada persyarikatan:
1. Ferry Rismawan MPdI (Kepala MI Muhammadiyah 25 Surabaya)
2. Banjar SS MPdI (Kepala SMP Muhammadiyah 15 Surabaya)
3. Anik Hariati SThI (Kepala TK Aisyiyah 05)
4. Siti Aisah SPd (Kepala TK Aisyiyah 48)
5. Ita Iswandari SPd AUD (Kepala TK Aisyiyah 55)
6. Sofi Aulia SPd (Kepala KB Aisyiyah 27)
7. Siti Nur Sholikhah SPd (Kepala KB Aisyiyah 30)
8. Siti Aisah SPd (Kepala KB Aisyiyah 48)
9. Wasyib Tirtanang SH MPdI (Kepala LKSA Panti Asuhan Muhammadiyah Kenjeran)
(Nashiiruddin/AS)
Prof Dr Biyanto MAg sedang memberikan tausiah di pengajian 1 Muharam 1445 H Pimpinan Cabang Muhammadiyah Kenjeran. (Nashiiruddin/KLIKMU.CO)