Malang, KLIKMU.CO – Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan. Karena sejatinya, pendidikan adalah dasar dalam membentuk benih yang akan memajukan bangsa ini.
Hal tersebut diucapkan oleh Dr Iwan Syahril PhD, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia (RI). Agenda yang mengangkat tema “Kebijakan Pendidikan Nasional Menuju Indonesia Emas” tersebut dilaksanakan oleh prodi Pendidikan Profesi Guru pada 9 November 2022 lalu berlokasi di Dome Theater UMM.
Iwan, sapaan akrabnya, menjelaskan, filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara yaitu Ing Ngarso Sung Tuladha yang memiliki arti bahwa seorang guru otomatis menjadi seorang pemimpin di kelasnya. Pun dengan memberikan suri teladan bagi anak didiknya. Adapun Madya Mangun Karso, maksudnya adalah menjadi seorang pendidik yang senantiasa menguatkan keyakinan dan membangkitakan semangat mencerdaskan bangsa.
“Kemudian Tut Wuri Handayani yakni sebagai pendidik harus bisa melesatkan potensi dan proses tumbuh kembang anak didik sehingga kemandirian bisa terbentuk dalam dirinya. Jadi, filosofi Ki Hadjar Dewantara ini berupaya menghasilkan lulusan pendidikan yang mandiri dan merdeka,” tegasnya.
Ia juga menilai bahwa pendidikan holistik yang dicanangkan oleh Ki Hadjar Dewantara terbagi menjadi empat aspek, yaitu oleh cipta, olah rasa, olah karsa, dan olahraga. Cipta secara makna yakni menajamkan pikiran, rasa memiliki dan menghaluskan perasaan.
Sementara karsa ialah menguatkan kemauan dan keinginan dan olahraga bertujuan untuk menyehatkan jasmani atau fisik. Adapun pada poin cipta, rasa, dan karsa menjadi poin dalam budi, sedangkan raga masuk dalam poin pekerti.
Pria asli Bandung ini kembali menjelaskan, pendidikan Indonesia saat ini dinilai kurang dalam hal karsa atau kemauan. Pendidikan bangsa ini terlena dengan menajamkan pikiran peserta didik saja, namun lupa akan kemauan dan keinginan para murid di sekolah.
Menurutnya, sistem pendidikan Indonesia menekankan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sayangnya lupa akan kemauan yang diinginkan peserta didik.
“Pendidikan yang hanya menjamkan pikiran tetapi mengesampingkan kemauan anak didik adalah pendidikan yang hampa. Justru, pendidikan yang memperhatikan kemauan akan selalu berkembang sekalipun dalma kondisi sulit,” jelasnya. (Wildan/AS)