13 Desember 2024
Surabaya, Indonesia
Berita

Dosen UMM Singgung Etika Dakwah di Kasus Penjual Es Viral

Dosen Hukum Keluarga Islam (HKI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Agus Supriyadi Lc MHI. (Humas UMM/KLIKMU.CO)

KLIKMU.CO – Menyikapi kontroversi viral yang melibatkan seorang tokoh agama dan seorang pedagang es teh, dosen Hukum Keluarga Islam (HKI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Agus Supriyadi Lc MHI menekankan pentingnya mengimplementasikan prinsip dasar dalam berdakwah, yakni Islam rahmatan lil alamin.

Islam, sebagai agama yang penuh kedamaian dan kasih sayang, mengatur seluruh aspek kehidupan baik duniawi maupun akhirat.

Agus mengutip penjelasan dalam kitab “Ushulud Dakwah” yang menyebutkan empat prinsip dasar dalam berdakwah yang harus dijaga, antara lain pemilihan tema dan materi dakwah, karakteristik pendakwah (da’i), siapa objek dakwah (mad’u), serta strategi atau metode yang digunakan.

Seorang pendakwah, menurutnya, harus memiliki kemampuan untuk mengayomi dan memberikan kasih sayang secara lemah lembut namun tetap tegas. Selain kecerdasan kognitif, pendakwah juga harus menguasai etika yang baik dalam mentransfer pesan dakwah.

“Ketika seorang pendakwah tidak dibarengi dengan etika, pesan dakwahnya tidak akan masuk ke hati objek dakwah,” kata Agus, Rabu (11/12/2024).

Empat Prinsip Dasar Berdakwah

Belajar dari kasus ini, Agus menekankan bahwa pendakwah harus menghindari stigma negatif. Ia harus mampu menjaga sikap dan diksi dalam menyampaikan materi agar tidak merendahkan atau menyakiti perasaan orang lain, baik terkait fisik maupun profesi.

Menurutnya, hal ini bertentangan dengan firman Allah SWT dalam QS. Al-Hujurat ayat 13, yang menegaskan bahwa kemuliaan seseorang tidak dilihat hanya dari fisik atau profesinya, melainkan dari ketaqwaannya kepada Allah.

Refleksi Diri

Agus juga mengingatkan bahwa tujuan utama dakwah adalah untuk menyatukan umat, bukan memecah belah. Hadits Rasulullah SAW mengatakan, “Barang siapa yang tidak mampu memberikan kasih sayang kepada orang lain, maka ia juga tidak akan mendapatkan kasih sayang dari orang lain.” Sayangnya, dalam kasus ini banyak hujatan dan komentar negatif yang justru memecah persaudaraan.

Terkait dengan humor dalam dakwah, Agus menegaskan bahwa humor dapat menjadi metode yang menyegarkan suasana dan mendidik, asalkan digunakan dengan bijak dan tidak menyinggung orang lain.

“Jangan sampai humor menjadi cara untuk menghina orang lain,” ujar Agus.

Meski begitu, Agus menilai respons publik terhadap penjual es teh seharusnya tidak berlebihan, karena hal itu justru dapat menciptakan mental peminta-minta. Ia menambahkan bahwa kini banyak penjual es teh yang mencoba menjajakan dagangannya di pengajian dengan harapan bisa diborong oleh pendakwah.

Namun, Agus juga mengingatkan bahwa kritik dan refleksi diri tetap diperlukan agar dakwah di masa depan bisa lebih baik. Gus Miftah, yang terlibat dalam kontroversi ini, sudah meminta maaf dan bertanggung jawab atas ucapannya, bahkan mundur dari jabatan utusan presiden.

Di akhir, Agus menggarisbawahi pentingnya refleksi diri bagi pendakwah dan berharap agar dakwah Islam di Indonesia terus maju dengan materi yang membangun dan berkelanjutan.

Ia juga menekankan bahwa meskipun metode dakwah sangat penting, keberhasilan dakwah tidak hanya dilihat dari metode yang digunakan, melainkan dari dampak positif yang dirasakan oleh pendakwah dan objek dakwah.

“Kesuksesan dakwah dapat dilihat dari efek positif yang dirasakan oleh keduanya,” tutur Agus.

(Wildan/AS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *