Dosen Umsida Minta Pemerintah Tinjau Ulang Aturan Penyediaan Alat Kontrasepsi bagi Pelajar

0
20
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) Evi Rinata ST MKeb. (Humas Umsida)

KLIKMU.CO – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang diteken Presiden Joko Widodo pada 26 Juli lalu memicu polemik.

Salah satu poin kontroversial dalam peraturan pemerintah tersebut adalah penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja.

Kebijakan tersebut tertuang dalam PP nomor 28 pasal 103 ayat 4 yang meliputi deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.

Menurut Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) Evi Rinata ST MKeb, polemik sudah muncul di masyarakat, bahkan sejak PP tersebut diluncurkan.

“Problem kesehatan, terutama kesehatan reproduksi, sudah yang sangat kompleks. Ini ditambah dengan persoalan penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja,” ujar dosen Prodi Kebidanan itu dalam keterangannya, Selasa (6/8/2024).

Seharusnya, kata Evi, pelayanan kesehatan yang diberikan kepada siswa ditekankan pada edukasi kesehatan reproduksi, bukan pada penyediaan alat kontrasepsi.

Ada beberapa aspek pelayanan kesehatan yang bisa diberikan untuk remaja. Di antaranya sistem, fungsi, dan proses reproduksi, menjaga kesehatan reproduksi, perilaku seksual berisiko dan akibatnya, keluarga berencana, melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual, serta pemilihan media hiburan sesuai usia anak.

Perlu Ditinjau Ulang

“Menurut saya, penyediaan alat kontrasepsi ini yang perlu untuk ditinjau kembali,” tegasnya.

Kebijakan ini, menurut Evi, dapat menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. Akan terlalu banyak celah penyalahgunaan nantinya di lapangan.

Nah, setelah dilakukan tinjauan ulang PP ini, perlu dilakukan pengawasan implementasinya secara ketat.

Evi menilai bahwa pemerintah harus bisa mengevaluasi dan mengawasi jalannya PP ini. Karena Indonesia sangat luas dengan berbagai problematika kesehatan, terlebih pada masalah kesehatan reproduksi pada remaja itu sendiri.

“Menurut saya, penanganan masalah kesehatan reproduksi remaja selama ini belum terlalu maksimal. Apalagi ditambah dengan poin terkait penyediaan alat kontrasepsi ini,” ucap pengurus Asosiasi Institusi Pendidikan Kebidanan Muhammadiyah Aisyiyah itu.

PP untuk Remaja yang Sudah Menikah

Kemenkes RI menyatakan bahwa alat kontrasepsi tersebut tidak ditujukan bagi semua remaja. Tapi untuk mereka yang sudah menikah dengan kondisi tertentu dan berencana menunda kehamilan.

Tapi, Evi mengatakan hal itu sulit diterapkan.

“Bagaimana kita mengawasi remaja yang sudah menikah tapi menunda kehamilan? Tentunya akan sulit. Pun misalkan ada remaja yang sudah menikah dan membutuhkan pelayanan kontrasepsi karena ingin menunda kehamilan,” ucapnya.

“Selama ini di lapangan sudah terfasilitasi oleh puskesmas dan bidan desa tanpa harus ada statemen secara rinci tentang penyediaan alat kontrasepsi seperti yang tertulis di PP,” imbuh lulusan S2 Kebidanan Universitas Brawijaya itu.

Sekali lagi, Evi menekankan bahawa kebijakan tersebut pasti akan memicu polemik. Apalagi jika dikaitkan dengan agama mengingat mayoritas warga Indonesia adalah muslim, peraturan ini urgen untuk ditinjau kembali.

“Pemerintah harus duduk bersama untuk meninjau lagi sebelum mengesahkan peraturan yang kemungkinan menuai polemik di kemudian hari. Hal tersebut berguna sebagai antisipasi atas respon masyarakat ketika peraturan tersebut sudah disahkan,” tuturnya.

Jadi, pemerintah tidak sekadar menyatakan dalam bentuk kalimat dalam peraturan dan undang-undang, tapi juga mengantisipasi konsekuensi yang harus dihadapi saat di lapangan.

“Seperti respons masyarakat dan monitoring dan evaluasi demi kebaikan bersama,” tandasnya.

(Romadhona S/AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini