Dua Tantangan Besar Muhammadiyah di Abad Ke-21

0
9
Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad memberikan pesan dan motivasi kepada ribuan mahasiswa baru UM Bandung. (Humas UM Bandung/KLIKMU.CO)

KLIKMU.CO – Tantangan Muhammadiyah di abad ke-21 paling tidak ada dua. Yaitu, gangguan keberagamaan dan disrupsi sosiologis.

Karena itu, Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dadang Kahmad menekankan, tantangan baru itu harus direspons oleh Muhammadiyah dengan ilmu pengetahuan.

Dari klasifikasi gangguan keberagamaan, tantangan tersebut adalah munculnya aliran baru tidak lagi urusan tahayul, bidah, dan khurafat (TBC). Tantangan itu seperti sekularisme, liberalisme, pluralisme, feminisme, sampai relativisme.

“Masuknya berbagai aliran baru ini disebabkan keterbukaan informasi yang kian mudah diakses, lebih-lebih oleh generasi muda muslim yang saat ini jumlah generasi muda di Indonesia mendominasi,” tuturnya.

Sementara itu, tantangan dari klasifikasi disrupsi sosiologis meliputi kemiskinan atau ketimpangan antara si kaya dan si miskin, masalah kesehatan dengan berbagai varian penyakitnya, masalah energi, perdamaian dan perang, sampai masalah perubahan iklim.

“Perubahan iklim ini sangat luar biasa, bumi ini sedang tidak baik-baik. Masalah iklim ini juga melahirkan panas yang sangat menyengat, dan diperkirakan akan terus menaik,” kata Dadang dalam GSM Aisyiyah Jawa Barat, Kamis (4/7/2024), dikutip dari Muhammadiyah.or.id.

Pada Muktamar Ke-48, Muhammadiyah telah memetakan tantangan-tantangan abad ke021 ini ke dalam tiga segmentasi. Yaitu, tantangan yang dihadapi oleh keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal.

Berbagai tantangan tersebut dihadapi oleh Muhammadiyah dengan turunan aksi nyata. Di antaranya, dengan memperbanyak amal kebajikan di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan seterusnya.

Selain itu, menurut Dadang, yang membuat Muhammadiyah mampu bertahan dari berbagai tantangan tersebut karena memiliki ideologi yang kokoh dibangun di atas tauhid yang berlandaskan Al-Quran dan sunah.

Bangunan ideologi Muhammadiyah yang bersumber pada Al-Quran dan sunah itu dikodifikasi dalam bentuk Muqaddimah Anggaran Dasar, Kepribadian Muhammadiyah, Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM), Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM), dan Risalah Islam Berkemajuan (RIB).

Di sisi lain, Muhammadiyah juga memiliki langkah strategis yang didokumentasikan ke dalam Khittah Palembang (1959), Khittah Ponorogo (1969), Khittah Ujung Pandang (1971), Khittah Surabaya (1978), dan Khittah Denpasar (2002).

“Ideologi inilah yang melahirkan gerakan-gerakan, tentu Al-Quran dan sunah yang paling tinggi. Ideologi ini melahirkan gerakan dakwah, amal usaha, dan lain sebagainya,” katanya.

Dengan berbagai tantangan yang dihadapi itu, diharapkan Muhammadiyah kian mendunia, melintas budaya, antisipatif dan adaptif terhadap perubahan, inovatif dalam tata kelola, serta responsif terhadap persoalan kontemporer.

(AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini