Fenomena Muhammadiyah Berjubah

0
42
Dr Sholikh Al Huda MFilI, Wakil Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah Jawa Timur dan Sekretaris Direktur Pascasarjana UM Surabaya. (Dok Pribadi/KLIKMU.CO)

Oleh: Dr Sholikh Al Huda MFilI

Bukan rahasia lagi jika di kalangan Muhammadiyah ada sebagian warganya yang “berwarna” Front Pembela Islam (FPI). Kelompok itu boleh disebut Muhammadiyah FPI atau disingkat Mufi. Secara organisatoris mereka tetap aktif di Muhammadiyah, tetapi pemikiran-pemikirannya dipengaruhi oleh FPI, terutama oleh Rizieq Shihab.

Tiga Ciri Mufi

Setidaknya Mufi dicirikan tiga hal. Pertama, mereka lebih bangga terhadap gaya kepemimpinan Imam Besar FPI Rizieq Shihab daripada “imam” Muhammadiyah Prof Haedar Nashir.

Konsekuensinya, Mufi lebih patuh terhadap seruan dakwah Rizieq Shihab daripada seruan Prof Haedar Nashir. Bahkan mereka sering melawan maklumat atau kebijakan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah.

Kedua, kelompok ini cenderung mengkritik model dakwah Muhammadiyah yang dalam mempraktikkan ajaran dakwah amar makruf nahi mungkar dianggap kurang tegas alias lembek.

Menurut kelompok ini, dakwah Muhammadiyah terkesan apatis terhadap aksi kemungkaran yang terjadi masyarakat. Muhammadiyah dianggap terlalu mengutamakan amar makruf daripada nahi mungkar.

Hal ini berbeda dengan model dakwah FPI yang dianggap lebih tegas dan berani dalam memerangi aksi kemaksiatan di masyarakat.

Ketiga, Mufi lebih suka gaya dakwah FPI dengan model aksi massa (demonstrasi) di lapangan atau dakwah model sweeping sebagai wujud nahi mungkar.

Sementara gaya dakwah yang selama ini dipraktikkan oleh Muhammadiyah adalah dakwah pembinaan spiritualitas, pemberdayaan ekonomi, filantropi sosial-kesehatan, proses kesadaran melalui pendidikan, kritik solutif—melalui jihad konstitusi—secara konstitusional.

Namun, model dakwah ini oleh Mufi dianggap kurang tegas dan berani karena perubahannya berlangsung lama.

Islam Transnasional

Secara umum, ideologi dan manhaj dakwah keagamaan FPI dengan Muhammadiyah memiliki perbedaan. Ideologi keagamaan yang diusung FPI secara genealogi terkait erat dengan ideologi Islam transnasional.

Menurut Prof Azyumardi Azra, gerakan Islam transnasional menjadikan “radikalisme” keagamaan sebagai basis gerakan.

Ideologi semacam itu gampang diterima oleh masyarakat karena dianggap hal baru dan memberikan gambaran keagamaan baru, yang sebelumnya dianggap stagnan.

Gambaran di atas diperkuat oleh Prof Masdar Hilmy bahwa ideologi radikalisme Islam memiliki potensi menyebar dan meremas secara halus dan samar tanpa diketahui secara pasti oleh kelompok lain, termasuk di Muhammadiyah.

Situasi tersebut tentu akan berdampak pada pergeseran karakter ideologis maupun sosiologis dakwah keagamaan di Muhammadiyah. Dan pada akhirnya dapat mengubah wajah keagamaan di Indonesia.

Muhammadiyah Rawan Diinfiltrasi

Fenomena Mufi, hemat penulis, disebabkan Muhammadiyah rawan dan gampang terinfiltrasi oleh ideologi Islam transnasional. Penyebabnya, pertama, dengan menahbiskan sebagai organisasi pembaharuan Islam (tajdid), kecenderungan Muhammadiyah lebih terbuka dan responsif dengan isu-isu baru. Termasuk perkembangan gerakan dan ideologi Islam transnasional dari Timur Tengah.

Kedua, dengan mengusung gerakan pemurnian (tanzih)—yang secara substantif mirip dengan ideologi yang diusung oleh gerakan Islam transnasional—kesempatan untuk terjadinya proses infiltrasi dan hegemoni sosio-ideologi di tubuh Muhammadiyah lebih terbuka.

Fenomena Mufi adalah dampak perebutan kuasa ideologi dan sosial antargerakan Islam. Artinya, para aktivis Muhammadiyah terbuka kemungkinan tertarik dengan ideologi lain, termasuk FPI, dan meninggalkan ideologi Muhammadiyah.

Kalau tahapan ini sukses, tahap selanjutnya adalah perebutan kuasa sosial. Maksudnya adanya penguasaan terhadap akses dan sumber sosial Muhammadiyah.

Fenomena infiltrasi ideologi sosio-keagamaan secara umum merupakan potret dari praktik perebutan pengaruh antara Muhammadiyah dengan gerakan lain di masyarakat, di antaranya FPI.

Perebutan dominasi kuasa ideologi dan sosial merupakan proses perebutan dominasi kebenaran ajaran keagamaan yang dianggap lebih benar daripada ajaran keagamaan Muhammadiyah.

Efek dari proses perebutan kuasa ideologi dan sosial adalah terjadinya radikalisasi ideologi. Yakni gejala mengerasnya ideologi dampak dari proses perubahan paradigma pola pikir aktivis Muhammadiyah terhadap sistem dan karakter ideologi Muhammadiyah yang selama ini diyakininya.

Juga menyebabkan erosi ideologi di kalangan aktivis Muhammadiyah. Yaitu sebuah proses melemahnya komitmen dan militansi bermuhammadiyah.

Implikasi infiltrasi ideologi Muhammadiyah pada gilirannya dapat berdampak pada perubahan wajah Islam Indonesia. Yaitu perubahan karakter ideologi Islam Indonesia yang dikenal dengan moderat, tawasuth, tawazun—atau sering disebut ideologi Islam rahmatalilalamin—berubah wajah Islam Indonesia yang radikal, formalis, dan serba sama (homogenitas). (*)

Dr Sholikh Al Huda MFilI
Wakil Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah Jawa Timur dan Sekretaris Direktur Pascasarjana UM Surabaya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini