Gambaran Islam Indonesia di Mata Dua Tokoh Muhammadiyah dan NU

0
23
Faqihuddin Abdul Kodir (kanan) dan Pradana Boy ZTF (tengah) menjadi narasumber diskusi bertajuk Refleksi dan Proyeksi Islam Indonesia dari Perspektif NU dan Muhammadiyah. (Dok RBC Institute/KLIKMU.CO)

Malang, KLIKMU.CO – Di pengujung 2023, Rumah Baca Cerdas (RBC) Malik Fadjar Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menggelar diskusi bertajuk Refleksi dan Proyeksi Islam Indonesia dari Perspektif NU dan Muhammadiyah.

Diskusi yang berlangsung pada Kamis (21/12/2023) itu menghadirkan dua tokoh Muhammadiyah dan NU. Yakni, Dr Pradana Boy ZTF dari Muhammadiyah dan Dr Faqihuddin Abdul Kodir dari NU.

Faqih, sapaan akrab Faqihuddin Abdul Kodir, menjelaskan perbedaan dalam praktik Islam antara Indonesia dan negara-negara seperti Arab Saudi dan Malaysia. Menurut dia, meskipun Islam di Indonesia mampu menyatukan semua jenis kelamin (gender inclusivity), masih ada perasaan inferioritas yang dialami.

“Ini menunjukkan bahwa meskipun Islam di Indonesia sering kali menjadi sorotan dalam informasi tentang Islam di dunia, ada dinamika internal yang mungkin belum sepenuhnya memperlihatkan kesetaraan dan penerimaan yang sebenarnya,” kata Founder Fahmina Institute itu.

Sementara itu, Pradana Boy menjelaskan bahwa inferioritas Islam di Indonesia disebabkan oleh pemaknaan literasi yang terbatas pada membaca. Mengasah literasi merupakan keharusan, bahkan hingga dalam konteks pergaulan.

“Tantangan zaman yang seperti ini tentu dapat kita atasi sebagai proyeksi dunia Islam yang mengagumkan. Tetapi, jangan suka menepuk dada dan memuji diri sendiri,” kata Direktur Bait Al-Hikmah itu.

Menurut Boy, tidak selamanya sudut pandang barat itu benar. Perdamaian itu tidak ada gunanya jika tidak adil. Prinsip dasar muslim dalam bermuamalah yakni berdasarkan damai sehingga terbangunlah peradaban.

Ada orang-orang yang memilih perang sebagai panggilan dan titik mula karena berdasarkan tafsir yang ia pilih. Namun, Boy mengingatkan, prinsip dasar Islam dalam bermuamalah berdasarkan perdamaian sehingga jauh lebih memungkinkan untuk membangun peradaban.

“Apapun hasil dari tafsir dapat dikatakan benar selama metodologinya benar. Tinggal tafsir yang mana yang kita pilih, dan pilihan itu adalah tanggung jawab diri sendiri,” terang Boy.

Program tersebut dilaksanakan untuk membahas dinamika kebangsaan dan keumatan yang terjadi selama satu tahun ke belakang. Selain itu, acara ini juga dimaksudkan untuk mempererat relasi RBC dengan berbagai mitra komunitas yang selama ini berkolaborasi.

Sebagai upaya penguatan dan penyebarluasan pandangan Islam, RBC merasa perlu terlibat dalam membangun dan memperluas gagasan kebangsaan untuk Indonesia berkemajuan. Maka, mereka mengundang generasi muda Muhammadiyah dan NU untuk memberikan pandangan perihal wajah Indonesia masa depan.

(Wildan/AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini