Gatuk Matuk Utak-atik Capres-Cawapres 2024

0
322
Ilustrasi capres-cawapres 2024. (Fuad Hasim/detikcom)

Oleh Ferry Is Mirza DM

Wartawan utama, sekretaris DKP Jatim

KLIKMU.CO

Memang masih lama 486 hari mendatang, tepatnya 24 Februari 2024 saat pemilu dilaksanakan. Apa yang bakalan terjadi? Hanya Allah Tuhan Yang Maha Tahu atas Segalanya. Namun, bila saat ini ada prediksi –gatuk matuk utak-atik– seperti apa pemilu ke-12 tahun 2024 nanti, sah-sah saja. Insya Allah saat itu penulis dan pembaca masih sehat lahir batin diberi usia barakah oleh Allah Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Penyayang. Aamiin….

Pemilu 1955 adalah pesta demokrasi pertama kali bangsa Indonesia pasca-kemerdekaan 17 Agustus 1945. Ketika hari pencoblosan dilaksanakan pada 29 September 1955, penulis masih jabang bayi berusia tujuh bulan –lahir 23 Maret 1955– di Surabaya.

Pemilu ke-2 digelar pada 5 Juli 1971. Usia penulis 16 tahun. Masih belum cukup umur ikut mencoblos.

Baru di pemilu ke-3 1977 penulis usia 22 tahun saat itu sudah mahasiswa semeter satu dan bisa mencoblos. Kemudian pada pemilu ke-4 tahun 1982 sampai ke-8 tahun 1999, penulis memberikan hak suara untuk parpol pilihan.

Lalu ikut di Pemilu 2004 dan 2009 dalam pilpres langsung, yang terpilih SBY-JK dan SBY-Budiono.

Pada Pemilu 2014 dan 2019, penulis kembali ikut memilih capres-cawapres. Terpilih paslon JKW- JK dan JKW-MA. Juga memberikan suara untuk caleg DPR RI, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten.

Bagaimana dengan Pemilu 2024 nanti?

Pada medio 2022, sudah mulai muncul survei politik dan deklarasi relawan capres 2024. Ada tiga besar nama, yaitu Anies Rasyid Baswedan (ARB) yang resmi diusung Partai Nasdem. Ganjar Pranowo (GPO) dideklarasikan oleh PSI (Partai Solidaritas Indonesia) yang tidak lolos parlemen, serta PS (Prabowo Subianto) yang dicalonkan partainya sendiri, Gerindra.

ARB dan GPO, keduanya wajah baru dalam pilpres. Elektabilitasnya bakal naik terus karena popularitasnya di publik terdongkrak. Sedangkan PS yang wajah lama –tiga kali ikut pencapresan– elektabilitas dan kepopulerannya sudah mentok. Segitu-gitu saja.

Ketiga nama besar itu meski sudah dideklarasikan sebagai capres, belum memenuhi 20 persen presidential threshold.

ARB yang  dideklarasikan oleh Nasdem harus didukung dua parpol lagi. Tampaknya Partai Demokrat (PD) dan PKS. Sementara GPO andai tidak direstui PDIP, bisa jadi diusung Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), yaitu PAN, Golkar, PPP. Sedangkan PS sangat mungkin dicalonkan oleh Gerindra-PKB.

Bagaimana dengan PDIP? Besar kemungkinan di injury time akan mencapreskan kader pilihan Ketum sendiri.

Bila PDIP yang bermarkas di LA (Lenteng Agung) kekeh mencapreskan Puan, semisal, tak menutup kemungkinan Presiden Jokowi (JKW) yang dinisbatkan selaku petugas partai akan ikut ‘main’ mencapreskan GPO. Dengan harapan kalau GPO menang dan jadi Presiden RI 2024-2029, kursi Ketum PDIP yang didusuki Megawati akan diambil alih JKW.

Dengan demikian, Mega-Puan atau trah Soekarno tidak lagi menguasai parpol berlambang kepala banteng merah. Seru…

Lebih seru lagi di bursa cawapres. Banyak yang ingin jadi, ada: Airlangga Hartato, AHY, Mahfud MD, Erik Thohir, Muhaimin Iskandar, Khofifah, Zulhas, dan Ridwan Kamil.

Mereka sudah menebar pencitraan di berbagai daerah dengan memasang baliho dan spanduk serta poster. Bahkan, mereka memanfaat posisi jabatannya saat berkunjung ke daerah dengan mempromosikan diri.

Lalu bakal ada berapa paslon capres cawapres di Pemilu 14 Februari 2024 nanti? Kemungkinan paslonnya seperti ini:

1. ARB-AHY atau ARB-Ridwan Kamil/Ahmad Heryawan Koalisi Nasdem-PD-PKS

2. GPO-Puan atau Puan-Erick Thohir (ETO), GPO-ETO PDIP non-koalisi

3. Airlangga Hartato (AH)-ZulhasKoalisi Indonesia Bersatu Golkar-PAN-PPP

4. PS-Muhaimin Iskandar, PS-AP (Andika Perkasa) Koalisi Gerindra-PKB

Menariknya dari paslon capres-cawapres 2024 itu adalah para sponsor. Semisal, ARB disponsori tokoh-tokoh tua seperti Surya Paloh, JK, SBY. Sedangkan GPO tampaknya akan disupport oleh JKW, LBP, dan mungkin Megawati.

Pertarungan para tokoh tokoh tua inilah yang membuat peta politik bisa berubah sewaktu-waktu. Juga terkait poros dukungan dari kekuatan negara adidaya.

ARB kemungkinan disupport USA, sementara GPO tampaknya disupport China seperti halnya JKW.

Pertarungan kepentingan dua negara adikuasa Amerika dan China tidak bisa diangpap enteng. Akan berdampak pada politik nasional.

Sementara di belakang layar GPO ada JKW,  karena nasib GPO seperti JKW sebagai petugas partai. Sementara PDIP masih belum memberikan dukungan karena Megawati masih perlu mempertahankan  trahnya, yaitu Puan Maharani.

Namun, Megawati bisa juga mencalonkan dari jalur non-trah. GPO tampaknya akan dapat tiket dari PDIP atau KIB.

Parpol Bukan Penentu Kemenangan

Setelah nanti dari para capres cawapres sudah mendapat tiket masing-masing tampaknya ada tiga paslon yang cukup kuat dengan tiga pertarungan parpol. Poros PDIP (Megawati), Gerindra (Prabowo) dan koalisinya Golkar (AH), serta Nasdem PD dan PKS (Surya Paloh dan SBY). 

Gaya ARB mirip dengan gaya SBY yang akademisi dan priyayi, sementara gaya GPO mirip dengan Jokowi yang proletar tampak merakyat. Biasa setelah gaya proletar ala Jokowi mungkin Indonesia butuh sosok yang priyayi gagah dan tidak gegabah. Sementara sosok GPO adalah sosok yang kelihatan merakyat dan blokosuto (apa adanya) dengan gaya pencitraan dan blusukannya. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini