Malang, KLIKMU.CO – Focus Grup Disccusion (FGD) yang dihelat Cangkir Opini mengusung tajuk “Mewujudkan Politik Harmoni Menuju Pemilu 2024 yang Sejuk dan Damai”, Kamis (27/7).
Hadir sebagai pemantik diskusi M. Ilham Butsiyanto alias Ilhamzada, wartawan senior, dan Wahyudi Winarjo, pengamat politik. Acara dipandu oleh Yogi Syahputra.
FGD ini juga diramaikan oleh mahasiswa/i serta perwakilan dari beberapa organisasi kepemudaan yang ada di Malang Raya ini. Tujuannya, membersamai anak muda khususnya untuk lebih peka dan objektif serta lebih bijak untuk merespons isu politik hari ini yang sudah semakin dekat dengan pelaksanaan Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2024.
Pada penjelasannya, Wahyudi Winarjo menyampaikan bahwa pola politik yang marak di Indonesia salah satunya adalah penggunaan politik identitas dalam pelaksanaannya. Karena itu, tak jarang terjadi permasalahan suku, rasa, agama, dan antargolongan (SARA) selama pelaksanaan pemilu.
Hal ini tidak seharusnya terjadi. Sebab, kata Wahyudi, politik identitas merupakan hal yang baik pada awalnya. Karena bertujuan untuk memperjuangkan kelompok minoritas di tatanan sosial masyarakat.
“Pada pelaksaanan kontestasi politik di Indonesia, perlulah para calon menunjukan perilaku dewasa dalam pelaksanaannya, seperti tidak memunculkan pemahaman-pemahaman yang bisa memojokkan sekelompok masyarakat. Sebab, di tengah pluralitas yang ada di Indonesia, sudah seyogianya perilaku saling menghormati dan berloteransi selama kontestasi diwujudkan,” ujar dosen sosiologi UMM itu.
Sementara itu, Ilhamzada memberikan pemaparan dengan menunjukkan powerpoint yang berisi nama para calon yang beredar di media sosial serta web berita.
Menurutnya, tampilan dari angka-angka yang menunjukkan berapa banyak masyarakat online membicarakan para calon dapat memengaruhi pertimbangan masyarakat saat memilih salah satu calon. Hal inillah yang disebut persepsi. Dan hal inilah yang menjadi salah satu faktor bagaimana politik identitas dapat terjadi.
“Media sosial saat ini sangat berpengaruh terhadap pembentukan persepsi masyarakat kepada isu-isu tertentu, salah satunya politik atau pemilu nantinya. Rawannya ketika masyarakat, khususnya anak muda, tidak selektif dalam menerima informasi dan menyebar informasi bisa menjadi awal dari munculnya isu SARA ketika politik identitas terjadi saat kontestasi politik nanti,” ujar wartawan yang juga influencer Muhammadiyah itu.
Pada kesempatan kali ini, Ketua Umum DPP IMM Abdul Musawir Yahya turut memberikan pendapat. Dia menjelaskan bahwa saat ini semua calon presiden yang sudah mendeklarasikan diri memiliki kesempatan serta dukungan yang tentu sama-sama kuat untuk terpilih.
“Hal yang paling jelas saat ini adalah, apabila presiden saat ini Pak Jokowi mendukung salah satu calon. Maka jelas calon itu segera semakin dilirik oleh masyarakat,” ujar pria kelahiran Makassar ini.
Di sisi lain, Aul dari Perempuan Merah memberikan respons tentang bagaimana pembahasan di dalam kontestasi politik nantinya tidak jauh-jauh dari pemerintahan, ekonomi, ataupun hukum.
Akan tetapi, yang cukup disayangkan adalah di Indonesia sendiri belum memberikan respons yang tampak diperhatikan isu kesetaraan gender. Padahal, isu ini sudah menjadi isu global dengan tertuangnya dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable development goals).
“Sudah saatnya isu soal kesetaraan gender ini menjadi pembahasan dalam forum para pemimpin negeri ini. Sebab, keharmonisan serta toleransi yang digandeng melalui isu kesetaraan gender dapat menjadi langkah strategis untuk mewujudkan kedewasaan pada iklim kontestasi politik di Indonesia ke depannya,” ujarnya. (Dul/AS)