Oleh: Ace Somantri
KLIKMU.CO
Di tatar Sunda Muhammadiyah berdiri bukan tanpa sebab, dari Garut kota Dodol untuk Muhammadiyah Jawa Barat. Sekelumit dari sedikit cerita seorang yang tua renta usianya menjelang senja sambil melihat gelapnya malam. Berdirinya Muhammadiyah tak lepas dari sosok saudagar pribumi tatar Sunda yang terkenal keluarga pelopor dan perajin batik Garutan.
Beliau selain seorang sudagar, juga sosok aktivis gerakan Islam yang terkenal di masanya, yaitu Syarikat Islam di era prakemerdekaan. Statusnya tidak main-main. Dia termasuk elit organisasi tersebut yang mengemban amanah sebagai seorang kebendaharaan. Wajar karena dia seorang saudagar terpandang yang memiliki intelektualitas setara tokoh-tokoh pergerakan Islam yang hingga hari ini namanya senantiasa disebut-sebut.
Dengan kepiwaian dalam bisnis, menurut informasi salah satu keturunannya menjelaskan bahwa saat itu warga masyarakat tatar Sunda, khususnya di Garut dan sekitarnya, untuk memiliki batik lebih banyak menyukai batik Yogyakarta. Akhirnya, saudagar batik tersebut sering pulang pergi mengambil batik ke Yogyakarta. Untuk transitnya selalu menyempatkan di Kauman di mana kegiatan pengajian KH A. Dahlan memberikan pencerahan ilmu-ilmu keIslaman. Dan di situlah awal mula, H Djamhari mengenali dan memahami Islam Muhammadiyah, sekalipun sebelumnya sudah menjadi aktivis pergerakan Islam Syarikat Islam.
Ada alasan kenapa H Djamhari berniat mendirikan Muhammadiyah. Karena saat mendengar pengajian di Kauman Yogyakarta, beliau memandang bahwa Islam yang diajarkan KH Ahmad Dahlan luar biasa bagus, sangat rasional, logis, dan futuristik. Ketertarikan pada paham Islam yang disampaikan oleh Ahmad Dahlan menurutnya sangat baik sekali disebarkan di tanah tatar Sunda.
Akhirnya, dalam waktu yang tidak lama kemudian H Djamhari saat waktu yang tepat dengan penuh semangat menemui KH Ahmad Dahlan langsung untuk membicarakan kemungkinan dan harapan akan membuka dan didirikannya Muhammadiyah di tatar Sunda Jawa Barat. Saat itu menurut informasi, ketika H Djamhari akan mendirikan Muhammadiyah tatar Sunda persisnya di Garut, cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta kalau tidak salah yang baru dibuka dan didirikan adalah di Surabaya Jawa Timur yang relatif baru berdirinya kurang lebih satu bulan sampai dua bulan. KH Ahmad Dahlan mengizinkan berdirinya Muhammadiyah di Garut yang dipelopori oleh H Djamhari.
H Djamhari selain terkenal sosok pembisnis atau pengusaha berkelas saat itu, juga sebagai aktivis pergerakan Islam yang banyak memberi support moril dan materil kepada siapapun kelompok dan komunitasnya. Terlebih saat sebelum Muhammadiyah didirikan oleh beliau, posisi sebagai seorang bendahara syarikat Islam sudah dipastikan wawasan keislaman dan wacana politik kebangsaan mengenali dan memahami apa yang seharusnya dilakukan, termasuk memiliki cara berpikir kreatif dan inovatif.
Khas berpikir integratif H Djamhari patut direvitalisasi bagi pergerakan Muhammadiyah di tatar Sunda Jawa Barat. Pasalnya, dengan karakter sosok saudagar dan aktivis gerakan Islam terpadu menjadi satu sosok dalam berpikir taktis dan strategis mampu mempelopori dan menstimulator gerakan Islam.
Kadaulatan berpikir dan beramal sangat merdeka, karena H Djamhari memiliki kekuatan dan kekuasaan jiwa dan raga yang merdeka dan tidak terjajah. Sehingga H Djamhari tidak miskin ekonomi karena sebagai pengusaha batik yang sukses, bahkan menurut informasi usaha batiknya justru diberikan kepada saudaranya dan beliau menjadi pembisnis multi nasional di eranya, yaitu menjadi pelaku usaha ekspor-impor.
Kemudian tidak miskin ilmu, karena dia senantiasa belajar di manapun dia singgah dan transit. Beliau juga tidak miskin politik karena banyak mengetahui pergerakan politik saat itu. indikatornya sederhana ketika menjadi bendahara syarikat Islam salah satu entitas politik saat itu sudah dipastikan banyak memahami dunia politik.
Termasuk tokoh DI/TII Kartosuwiryo Jawa Barat sering minta bantuan donasi material kepada H Djamhari. Bahkan, pernah sekali waktu Kartosuwiryo disuruh dan disarankan oleh H Djamhari untuk menyerahkan diri kepada Tentara Indonesia, namun tetap dia tidak mengikuti sarannya.
Sosok saudagar dan aktivis gerakan menjadi profil pelopor, pendiri, dan pengerak Muhammadiyah di Jawa Barat yang dimulai dari kota dodol Garut. Posisi struktur organisasi di Muhammadiyah beliau sekalipun pelopor dan inisiator tidak lantas harus menjadi ketua. Beliau posisinya sebagai bendahara pertama Muhammadiyah di tatar Sunda tanah Pasundan. Kepekaan dan kepedulian H Djamhari pada entitas sosial umat muslim nyaris tidak ada sekat batas, selain yang dianggap tokoh muslim pemberontak DI/TII dibantu aspek kemanusiaanya.
Ternyata konon kabarnya, ada tokoh muslim atau ustadz yang kemudian hari menjadi tokoh NU di Garut juga dibantu gerakan dakwahnya, sehingga kalau tidak salah informasi difasilitasi alat transportasi darat untuk kelancaran berdakwah Islam di Garut dan sekitarnya. Luar biasa memang H Djamhari berpikir dan beramal bukan hanya untuk dirinya, melainkan untuk orang banyak, khususnya umat muslim.
Wajar hingga hari ini Muhammadiyah di Garut menjadi pimpinan daerah yang memiliki jumlah cabang dan ranting yang paling banyak dibanding daerah lainnya yang berada di wilayah Jawa Barat. Cikal bakal mulai lahir dan berdiri Muhammadiyah di tatar Sunda, di Garut untuk Jawa Barat sebelum Indonesia merdeka sudah menyinari dan mencerahkan bumi tatar Sunda tanah Pasundan.
Maka tidak sedikit para tokoh Muhammadiyah yang lahir dari kota Dodol Garut. Bahkan ketika H Djamhari saat masih aktif sebagai tokoh pergerakan Islam di tanah pasundan, ada beberapa tokoh nasional yang sengaja bertemu untuk berdialog membahas keumatan, kebangsaan, dan kenegaraan. Adapun di antara tokoh yang menjadi teman diskusi adalah Buya Hamka dan Agus Salim dan tokoh lainnya. Artinya pengaruh ketokohan H Djamhari cukup diperhitungkan oleh para tokoh nasional.
Yakin seyakin-yakinnya bahwa Muhammadiyah lahir dan berdiri untuk membangun manusia dalam rangka mewujudkan masyarakat utama yang sebenar-benarnya. Masjid Lio di Kota Garut menjadi jejak sejarah awal Muhammadiyah berdiri tegak hingga saat ini di tatar Sunda. Siapapun mereka yang menjadi penggerak, pembaharu, pencerah, dan pemberdaya generasi awal hingga saat ini besar dan banyak melahirkan generasi sholih ada kiprah jasa sosok saudagar dan aktivis yang berkorban jiwa, raga dan harta.
H Djamhari dan para keluarganya yang tetap konsisten mengawal gerakan Islam yang berharap hidup dan eksis membangun masyarakat adil dan harmonis yang rahmatanlilalamiin. Wallahu’alam. (*)
* Ace Somantri, dosen Universitas Muhammadiyah Bandung. Anggota PWM Jawa Barat Periode 2022-2027.