Halal Life, Tuntunan Syari atau Sebatas Trendi?

0
31
Logo Halal Indonesia

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Belasan abad yang lalu, bahkan ribuan abad sejak manusia dicipta dengan skema yang dikehendaki Ilahi, ajaran sudah ada dan berjalan sebagaimana mestinya. Awal kenabian Rasul Muhammad SAW, aturan dan sistem hidup manusia ditata sedemikian rupa setelah terjadi lost tata kehidupan yang baik dan benar dari kenabian Isa alaihi salam berhenti karena mengalami penyimpangan ajaran-Nya.

Dengan wahyu pertama Nabi Muhammad SAW, manusia harus kembali menata diri dengan ilmu pengetahuan melalui pendidikan. Allah Ta’ala dengan wahyu-Nya merevitalisasi ajaran-ajaran para nabi sebelumnya dan sekaligus menyempurnakan segala hal tata aturan yang terjadi masa lalu, saat terjadi dan yang akan terjadi dimasa yang akan datang. Termasuk bukan hanya kehidupan manusia saat hidup didunia, melainkan kehidupan abadi tanpa akhir waktu setelah kematian.

Suka tidak suka, harus diyakini benar bahwa hal itu ada dan akan terjadi tiba pada waktunya dengan menapaki jalan sesuai tahapan yang benar. Kita semua sama diciptakan dengan adil tanpa diskriminasi. Walaupun dalam kenyataan berbeda, itu bukan karena diciptakan beda melainkan ada sebab dan akibat yang dilakukan manusia, baik secara langsung ataupun tidak. Semua yang terjadi memang pada dasarnya sama, tetapi dengan tangan-tangan manusia berikutnya yang menjadi beda dan ada perbedaan.

Umat manusia di dunia yang meyakini kebenaran ajaran Islam, turun-temurun dari sejak kehidupan awal Adam alaihi salam dan Hawa. Berbagai dinamika kehidupan manusia yang berada di sepanjang masa menjadi sebuah tuntunan ajaran Ilahi, termasuk saat pula ini sebenarnya memiliki dasar ajaran sama bahwa kebaikan yang benar sebuah tuntutan dari tuntunan Ilahi.

Al-Qur’an ajaran yang diwahyukan saat kenabian Muhammad SAW melengkapi dan menyempurnakan ajaran sebelumnya, hingga saat ini dan hari esok yang akan datang, tidak ada satupun terlewati ketentuan dasarnya. Manusia dan umat yang beriman menjalaninya dengan sungguh-sungguh akan mendapatkan jalan keselamatan. Sekecil apapun perbuatan pasti ada aturannya, hanya harus dipahami oleh semua orang bahwa kesadaran diri pada posisi masing-masing yang akan menuntun diri melakukan yang seharusnya, baik atas dasar teks nash Ilahi maupun kontekstual kehidupan alam semesta.

Termasuk tren halal life beberapa tahun ke belakang menjadi isu dunia Islam di belahan dunia. Begitupun di Indonesia, hal itu dikarenakan menjadi salah satu umat muslim terbesar di dunia. Hanya lucu saja, kenapa baru saat-saat ini menjadi tren, padahal ajaran tersebut belasan abad yang lalu sudah disyariatkan.

Halal food bagian dari halal life. Semua berangkat dan berasal dari makanan dan minuman. Hal itu bukan sekedar trendi, melainkan tuntutan yang dituntut untuk dijalankan tanpa ada kecuali, karena yang halal jelas dan yang haram jelas. Sangat penting dalam dekade abad ini, dunia rekayasa teknologi dan digital life sudah mengubah mindset umat manusia diberbagai belahan dunia. Ada pergeseran hal ihwal paham kebenaran menjadi kebenaran baru kata Dahlan Iskan dengan argumentasinya.

Benar atau salah argumentasinya, fakta itu diyakini benar adanya bahwa manusia saat ini mudah digiring oleh pengaruh opini dari berbagai platform media online dan media sosial lainnya. Dalam hitungan detik, tanpa diminta paksa sudah dibaca atau terbaca. Sangat mungkin, terkait kehalalan makanan atau minuman pun cukup dengan informasi pembenaran semu yang dipengaruhi oleh liarnya platform media digital.

Untuk meyakini halal dalam produk dalam jarak batas ruang dan waktu apakah dapat diyakini bahwa produk tersebut halal? Tantangan tersebut menjadi salah satu hal penting harus disikapi. Maka sejauh mana implementasi UU No 33 JPH tahun 2014  Pasal 4 menjelaskan “setiap produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal.”

Kewajiban yang dimaksud dalam undang-undang di atas bukan hanya sertifikat semata, melainkan ada proses uji kehalalan secara saintifik yang dilegitimasi oleh dalil-dalil naqli nash dengan pendekatan rasionalitas akal sehat, logis, objektif dan ilmiah. Bukan atas dasar logika hawa nafsu karena mengejar sertifikasi simbolik semata, karena kehalalan sebuah produk akan menjamin nilai-nilai teologis keberagamaan bagi pemeluknya, bahkan juga mendorong keterjaminan nilai gizi dan nutrisi yang terkandung.

Sertifikasi bukan sekedar trendi dan gengsi karena sedang tren life style yang hedon, padahal substansi halal life bukan pada titik tekan kehalalan produk, namun juga harus membentuk sikap dan budaya yang islami. Halal lifestyle is true islamic value harus menjadi panggilan pada setiap muslim atas dasar keimanan, bukan karena tuntutan era gaya hidup yang trendi. Apalagi berniat hanya untuk membungkus menjadi kemasan pada sikap dan sifat keburukan seolah sudah menjalankan syariat Islam. Hal itu dikategorikan salah satu perilaku pasiq, dapat juga lebih jauhnya perbuatan munafiq.

Halal life sebuah tuntutan syari nan islami dalam kehidupan sehari-hari bagi muslim. Bahkan tidak menutup kemungkinan umat lain pun sama akan merasakan nilai manfaatnya, bahkan sangat mungkin menjadi prioritas makanan yang dikonsumsi karena produk halal bukan sekedar enak dan lezat, namun dipastikan gizi dan nutrisinya ikut terjaga pula jika proses uji layak dan sertifikasi halal dikuti dengan baik dan benar, bukan sekedar sebuah secarik kertas sertifikat. Melainkan rangkaian uji layak, uji gizi dan nutrisi serta uji bebas zat najis, uji bebas zat kimiawi berbahaya, dan uji hal lainnya yang diharuskan bagi produk-produk makanan dan minuman instan penuh rekayasa.

Memang tidak mudah proses uji laboratoriumnya jika bahan baku dan tambahan banyak berasal dari kimiawi sintetis. Kecuali produk makanan dan minuman berbahan nabati alami langsung, proses ujinya cukup mudah dan sederhana.

Di era saat ini, berbagai jenis makanan dan minuman atau produk lain yang instan sudah menjadi menu sehari-hari tersaji dalam meja makan. Sementara sebagai umat muslim ada tuntutan untuk mengonsumsi yang halal dan thayyib yang telah menjadi keharusan hukum wajib ‘ainiyah atau berlaku individual.

Hal ihwal tuntutan tersebut bukan mengada-ada sekedar trendi gaya hidup, melainkan syariat Islam yang harus dipatuhi. Segala konsekuensinya jika syariat tersebut dilanggar dan ditabrak akan mendapatkan sanksi hukum langsung, baik dalam bentuk dampak dan akibat buruk yang diterima pada diri manusia atau balasan keburukan kelak di hari akhir kemudian sebagai pertanggungjawaban. Namun juga, dari mengonsumsi makanan dan minuman yang dilarang akan memengaruhi sikap dan perilaku. Pasalnya, asupan makanan dan minuman akan membentuk jasad melalui sel-sel tubuh manusia yang suport oleh makanan dan minuman yang dikonsumsi.

Perlu diketahui bahwa di era teknologi digital banyak informasi yang diterima sangat bias kebenarannya, antara mana yang benar dan mana yang salah serta menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Itu semua saat ini sekalipun salah faktanya, hal itu dapat dibenarkan jika dipresepsikan seolah-olah benar.

Dan sebaliknya, faktanya benar saat dipersepsikan salah maka dapat jadi menajadi salah. Kondisi itu semua di-framing sedemikian gencar dengan informasi digital yang supermasif. Dan dampaknya terhadap informasi kehalalan dan kethayyiban semua produk sangat memungkinkan terkecoh oleh informasi yang beredar dan apalagi viral.

Melihat fenomena tersebut, umat muslim dituntut cerdas dalam menyikapinya, khususnya terkait dengan produk yang dikonsumsi setiap hari. Karena sejak era global, produk masyarakat dunia sudah bertebaran di lingkungan masyarakat, termasuk di Indonesia. Sering terjadi, dalam kemasan produk tertulis halal, namun senyatanya palsu penuh kebohongan. Wallahu’alam. (*)

Bandung, Juli 2023

Ace Somantri, dosen Universitas Muhammadiyah Bandung, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini