Malang, KLIKMU.CO – Dalam kehidupan sehari-hari, kita kerap menemukan uang yang rusak karena sobek atau penuh dengan coretan. Meski mungkin dilakukan sebatas untuk berekspresi, tindakan dengan sengaja merusak uang ternyata dapat dijatuhi hukuman yang serius.
Selain itu, aktivitas ini juga mencederai integritas sistem moneter, menimbulkan efek sosial dan ekonomi, serta menimbulkan kerugian yang signifikan bagi masyarakat.
“Dampak sosialnya antara lain meningkatkan angka kriminalitas dan kejahatan, menurunkan tingkat moralitas masyarakat, memperlambat pengentasan angka kemiskinan, serta membatasi akses pendidikan dan pelayanan bagi masyarakat miskin,” ujar Shinta Ayu Purnamawati, dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), dalam keterangannya, Kamis (4/1/2024).
Lebih lanjut, Shinta menegaskan, pemerintah telah melarang tindakan merusak uang yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor7 Tahun 2011 Pasal 25 ayat (1). Tujuannya adalah melindungi integritas nilai tukar mata uang dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem moneter.
“Setiap orang yang dengan sengaja merusak, memotong, menghancurkan, dan/atau mengubah rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan rupiah sebagai simbol negara sebagaimana dimaksud dikenai pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak 1 miliar rupiah,” tuturnya.
Selain itu, Bank Indonesia juga memiliki peraturan terkait perlindungan mata uang yang melarang tindakan merusak uang. Pelanggaran terhadap peraturan ini juga dapat mengakibatkan sanksi administratif dan perdata.
Karena itu, Shinta mengajak masyarakat untuk menjaga uang dengan baik. Merusak uang dengan sengaja dapat merusak fondasi yang mendasari sistem ekonomi.
Menurutnya, perlu adanya upaya pendidikan menyeluruh pada masyarakat. Ini sebagai cara preventif menjaga agar uang fisik tidak dirusak dengan sengaja. Sekalipun itu hanya sebagai candaan atau hiburan semata.
“Hukuman terhadap mereka yang merusak uang dianggap efektif dan adil karena dapat memberikan efek jera. Selain itu, tentu dapat memperbaiki perilaku masyarakat dalam menggunakan uang sebagai alat transaksi yang sah,” tandasnya.
(Wildan/AS)