Hidup Sederhana, Hidup Bahagia

0
20
Hidup Sederhana, Hidup Bahagia. (Foto: GRÆS Magazine on Unsplash)

Oleh: Fathan Faris Saputro, anggota MPI PCM Solokuro

Di sebuah desa kecil yang dikelilingi hamparan sawah hijau, tinggal seorang pria bernama Budi. Hidupnya jauh dari kemewahan, namun penuh ketenangan.

Setiap pagi, ia terbangun oleh kicauan burung dan sinar matahari yang menyelinap di celah-celah jendela kayu rumahnya. Hari-hari Budi dipenuhi dengan aktivitas sederhana yang membuatnya merasa dekat dengan alam dan dirinya sendiri.

Budi selalu memulai harinya dengan berjalan ke sawah, ditemani sejuknya embun pagi. Di sana, ia bekerja dengan penuh kesabaran, merawat tanaman padi yang tumbuh dengan lambat tapi pasti.

Setiap butir keringat yang jatuh terasa sebagai pengorbanan yang setimpal dengan hasil yang akan ia petik. Hidupnya memang tidak bergelimang harta, tetapi ia memiliki sesuatu yang lebih berharga: kepuasan batin.

Kesederhanaan hidupnya tidak hanya tecermin dalam pekerjaannya, tetapi juga dalam cara ia menikmati makanan. Budi sering makan dengan bahan-bahan segar dari kebun kecilnya, ditemani istri dan anak-anaknya.

Dengan hanya nasi, sayur, dan sambal, ia merasa lebih kaya daripada orang yang memiliki segalanya tapi tidak menikmatinya. Momen makan bersama keluarganya selalu dipenuhi canda tawa dan syukur.

Setiap sore, setelah seharian bekerja, Budi duduk di beranda rumah, memandang matahari yang perlahan tenggelam di balik bukit. Di saat seperti itu, ia merenungkan arti kebahagiaan yang selama ini ia cari.

Ternyata, kebahagiaan tidak terletak pada seberapa banyak harta yang dimiliki, tetapi pada seberapa dalam seseorang bisa mensyukuri apa yang dimiliki. Kesederhanaan membuat Budi lebih menghargai setiap detik dalam hidupnya.

Tetangganya sering bertanya-tanya bagaimana Budi bisa terlihat selalu bahagia meskipun hidup sederhana. Jawabannya selalu sama: ia hanya menikmati apa yang ada tanpa mengeluh tentang apa yang tidak ia miliki.

Menurut Budi, semakin seseorang mengejar sesuatu yang lebih, semakin besar pula rasa ketidakpuasannya. Justru dengan hidup sederhana, ia bisa fokus pada hal-hal yang benar-benar penting, seperti keluarga, kebersamaan, dan alam.

Ketika malam tiba, Budi duduk bersama anak-anaknya di bawah langit yang bertabur bintang. Mereka berbagi cerita tentang hari yang telah berlalu, tertawa, dan kadang merenung bersama.

Dalam kesunyian malam, Budi merasa bersyukur bisa hidup tanpa beban ambisi duniawi. Hidup sederhana membuatnya merasakan kedamaian yang sering kali luput dari mereka yang sibuk mengejar kemewahan.

Bagi Budi, kesederhanaan adalah anugerah yang sering kali diabaikan oleh banyak orang. Di saat orang lain mengejar kehidupan yang lebih besar dan lebih megah, ia menemukan keindahan dalam hal-hal kecil yang sering tidak terlihat.

Hidup sederhana tidak berarti hidup tanpa makna, justru sebaliknya, kesederhanaan memberi ruang untuk menemukan makna yang lebih dalam. Dan bagi Budi, itulah definisi kebahagiaan yang sesungguhnya.

Hidup sederhana adalah pilihan dan Budi memilihnya dengan hati yang tulus. Setiap langkahnya di jalan setapak kehidupan, ia melangkah ringan tanpa dibebani keinginan yang berlebihan.

Baginya, sederhana bukan berarti kekurangan, tetapi kebebasan dari kebutuhan yang tidak penting. Indahnya hidup sederhana terletak pada bagaimana seseorang bisa melihat keindahan di tengah keterbatasan.

Pada suatu hari, seorang teman lama Budi dari kota datang berkunjung. Temannya, Riko, adalah seorang pengusaha sukses yang terbiasa dengan kehidupan penuh fasilitas dan kemewahan.

Riko heran melihat bagaimana Budi, sahabat lamanya, bisa hidup dengan begitu sederhana tetapi tetap terlihat begitu damai. Mereka duduk di teras rumah sambil meminum teh hangat, berbincang tentang masa lalu dan kehidupan masing-masing.

Riko bercerita tentang kesibukannya di kota, bagaimana ia harus terus bekerja keras untuk mempertahankan bisnisnya. Hidupnya memang penuh dengan kemewahan, tapi selalu ada tekanan dan rasa lelah yang tak kunjung hilang.

Mendengar itu, Budi hanya tersenyum sambil menatap jauh ke arah sawah yang berkilauan diterpa cahaya senja. “Mungkin yang kaucari bukan lebih banyak kesuksesan, tapi lebih banyak ketenangan,” kata Budi dengan bijak.

Riko terdiam sejenak, merenungi kata-kata Budi. Di kota, ia selalu dikejar target, selalu merasa ada sesuatu yang kurang meskipun hartanya berlimpah.

Ia baru menyadari bahwa kebahagiaan yang ia cari selama ini tidak bisa ditemukan dalam harta atau jabatan tinggi. Melihat Budi yang hidup tenang dengan segala kesederhanaannya membuat Riko bertanya-tanya apakah ia telah melewatkan sesuatu yang penting dalam hidup.

Sebelum pulang, Riko berkata, “Budi, kau mengajarkanku pelajaran berharga hari ini. Mungkin aku harus belajar untuk menikmati hal-hal kecil dan sederhana, seperti yang kau lakukan.”

Budi hanya mengangguk, memberikan tepukan ringan di pundak temannya. Mereka berpisah dengan pemahaman baru—bahwa hidup yang sederhana, meski tampak biasa, bisa menawarkan kebahagiaan yang lebih mendalam daripada kemewahan yang sering kali membuat kita lupa akan arti syukur.

Setelah pertemuan itu, Riko membawa pulang pelajaran hidup yang ia peroleh dari Budi. Dalam diam, ia merenungkan bagaimana ia bisa menerapkan kesederhanaan dalam kehidupannya yang rumit.

Sementara itu, Budi kembali melanjutkan hidupnya seperti biasa—tanpa banyak drama, tanpa banyak keinginan, hanya menikmati setiap momen yang hadir. Baginya, indahnya hidup sederhana tidak sekadar dalam hal materi, tetapi dalam kedamaian hati yang ia rasakan setiap hari.

Hidup sederhana adalah sebuah seni, seni untuk menerima apa yang kita miliki dan mensyukurinya dengan sepenuh hati. Budi tahu bahwa ia mungkin tidak memiliki kekayaan materi yang melimpah, tetapi ia merasa kaya dengan kebahagiaan yang sederhana.

Di dunia yang penuh dengan keinginan dan ambisi, Budi telah menemukan kunci kebahagiaan yang sebenarnya—dan itu adalah kesederhanaan. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini