Ibarat Anak dan Bapak, Ortom Boleh Beda Pilihan dengan Muhammadiyah

0
496
Wakil Ketua PDM Surabaya M. Jemadi (tiga dari kiri) bersama para ketua ortom se-Surabaya. (Achmad San/KLIKMU.CO)

Surabaya, KLIKMU.CO – Kontestasi pemilu dan pilpres mulai hangat. Fanatisme pemilih, terutama pemilihan presiden, juga makin terasa. Mayoritas yang merasa Islamnya bagus harus pilih paslon nomor tertentu, sementara pemilih selain pilihannya adalah yang akidahnya lemah.

Hal itu disampaikan oleh M. Jemadi dalam pertemuan Angkata Muda Muhammadiyah (AMM) Surabaya di Kantor Pimpinan Daerah Muhammasmdiyah Surabaya Minggu malam alias malam tahun baru 2024 (31/12/2023).

“Kondisi seperti itu sangat ironis. Orang yang katanya memperjuangkan kebenaran, namun ‘menjelekkan’ paslon lain,” tutur Wakil Ketua PDM Surabaya itu dalam acara yang dihadiri para ketua AMM Surabaya tersebut. Di antaranya, Ketua Tapak Suci Surabaya, Ketua PDPM Surabaya, Ketua PDNA Surabaya, Ketua PC IMM Surabaya, dan Ketua PD IPM Surabaya.

Pak Je, sapaan M. Jemadi, menambahkan, tulisan di medsos menunjukkan kualitas masing-masing. Termasuk apa yang dia sampaikan ini pasti akan dihujat jika tahu ke mana arah dukungan penulis.

“Beda itu biasa asal tidak baperan (terbawa perasaan),” tegasnya.

Karena itu, Pak Je berharap tetaplah menjadi pemilih berperan untuk memberikan pencerahan, bukan penistaan. Setiap paslon memiliki kelebihan dan memiliki kekurangan.

“Agar tidak terjebak pada kesalahan, tidak perlu mengungkit kekurangan. Kabarkan kebaikan dan kelebihan paslon masing-masing tanpa menebarkan keburukan paslon lain. Berikan kesempatan pemilih berperan, bukan baperan,” ingatnya lagi.

Termasuk kepada generasi muda dalam Muhammadiyah atau ortom, dia menegaskan agar tidak baper ketika terjadi perbedaan pilihan.

Lebih lanjut, Pak Je menjelaskan bahwa anak-anak muda yang tergabung dalam ortom boleh berbeda dengan Muhammadiyah. Asalkan harus kulo nuwun dulu.

“Karena ortom ibarat anak dan Muhammadiyah adalah orang tuanya.

Apakah bapak dan anak selalu sama dalam menyikapi masalah?” katanya.

Dalam hal prinsip, memang Muhammadiyah dan ortom harus sama. Tapi, dalam hal teknis dan caranya bisa berbeda.

“Kalau bicara hari ini, boleh saja ortom itu berbeda dengan Muhammadiyah. Misalnya Muhammadiyah bilang wis iki ae (sudah ini saja), tapi ortom bilang jangan. Yang penting harus memberi alasan atas pilihan tersebut,” ujarnya.

“Saya tegaskan boleh berbeda pilihan presiden, tetapi wajib sama untuk pileg DPRD Jatim dan DPR RI,” katanya.

Pak Je lantas mengutip pesan Prof Haedar Nashir, ketua umum PP Muhammadiyah, bahwa politik adalah wilayah muamalah. Muamalah itu penuh dengan teori ijtihad.

Nek bener oleh loro, nek salah oleh siji (Kalau benar dapat dua, kalau salah dapat satu),” imbuhnya.

Kalau diibaratkan, yang satu suka makan soto, satunya lagi suka rawon.

“Ya tidak apa-apa. Itu pilihan masing-masing,” katanya.

(AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini