13 Desember 2024
Surabaya, Indonesia
Risalah

Ibrah Kehidupan #136: Thalhah bin Ubaidillah, Galau-Kenapa Saya Jadi Orang Kaya Ya?(-3 habis)

Republika

KLIKMU.CO-

Oleh: Kyai Mahsun Djayadi*

Thalhah, pernah mengalami masa-masa sulit di awal keislamannya. Harus menghadapi cobaan dan rintangan yang tidak ringan. Siksaan demi siksaan mulai mendera tubuh anak muda yang santun itu. Sekelompok pemuda menggiringnya dengan tangan terbelenggu di lehernya, orang-orang berlari sambil mendorong, memacu dan memukuli kepalanya, dan ada seorang wanita tua yang terus berteriak mencaci maki Thalhah bin Ubaidillah, yaitu ibunya, Ash-Sha’bah.

Tak hanya itu, pernah seorang lelaki Quraisy, Naufal bin Khuwailid yang menyeret Abu Bakar As-Siddiq dan Thalhah bin Ubaidillah mengikat keduanya menjadi satu dan mendorong ke algojo sampai darah mengalir dari tubuh sahabat yang mulia ini.
Peristiwa ini mengakibatkan Abu Bakar As-Siddiq dan Thalhah bin Ubaidillah, oleh masyarakat digelari “Al-Qarinain” atau sepasang sahabat yang mulia. Singkat kata, bertubi-tubi cobaan dan ujian yang dihadapi Thalhah bin Ubaidillah, semua itu tidak membuatnya surut, melainkan makin besar bakti dan perjuangannya dalam menegakkan Islam.

Thalhah dikenal sebagai orang yang jujur dan teguh pendirian. Sejak awal keislamannya, ia juga tak pernah ingkar janji dan dikenal sangat dermawan. Pernah dia membawa pulang keuntungan dagang sebesar 700.000 dirham. Entah kenapa malamnya Thalhah gelisah, risau dan merasa tidak tenang. Istrinya sampai kebingungan melihatnya.
“Mengapa engkau gelisah, apa aku telah melakukan kesalahan padamu?” tanya isterinya. “Tidak, jawab Tholhah bin Ubaidillah. Aku tidak melakukan kesalahan apapun, tapi memang ada yang mengganggu pikiranku. Pikiranku tidak tenang, terasa sulit tidur, dan gelisah, karena melihat ada harta benda bertumpuk di rumah ini.”
“Mengapa engkau sampai risau seperti itu. bukankah banyak orang yang membutuhkan pertolonganmu?. Besok pagi engkau bagikan saja uang itu kepada orang yang membutuhkan.

“Semoga Allah merahmatimu. Mendengar komentar istrinya, dia langsung nyeletuk: Sungguh engkau wanita yang mendapat taufik dari Allah swt,“ sahut Thalhah bahagia.
Akhirnya Thalhah membagikan uang tersebut kepada fakir miskin Anshar dan Muhajirin keesokan harinya. Ia tak merasa berhak memegang harta sebanyak itu meski itu adalah hasil keuntungan dagangnya. Pantas jika Rasulullah memberinya gelar “Thalhah Al-Jaud” (Thalhah yang pemurah) dan “Thalhah Al-Fayyadh” (atau Thalhah yang dermawan).
As-Saib bin Zaid berkata tentang Thalhah bin Ubaidillah, katanya, ” Aku berkawan dengan Thalhah baik dalam perjalanan maupun sewaktu bermukim. Aku melihat tidak ada seorangpun yang lebih dermawan dari dia terhadap kaum muslimin. Ia mendermakan uang, sandang dan pangannya dalam jumlah yang banyak”.

Jabir bin Abdullah berkomentar, ” Aku tidak pernah melihat orang yang lebih dermawan dari Thalhah walaupun tanpa diminta.” Oleh karena itu patutlah jika dia dijuluki “Thalhah si dermawan”, ” Thalhah si konduktor harta “,” Thalhah pemilik kebaikan dan kebajikan “.
Thalhah bin Ubaidillah, salah seorang sahabat Nabi Muhammad saw yang meniti jalan hidupnya terkesan unik. Sebagai seorang pemuda quraisy, sebagai seorang pedagang yang sukses, mendengar khabar tentang datangnya seorang Nabi utusan Allah (Nabi Muhammad saw) dari seorang pendeta Bashrah. Dengan proses yang singkat, langsung menjadi muslim yang taat.

IBRAH DARI KISAH INI:

Thalhah bin Ubaidillah, salah satu sahabat Nabi Muhammad saw yang sangat besahaja, proses masuk islamnya pun singkat. Sebagai seorang pedagang hidupnya sederhana tetapi cukup rasional dan proporsional.

Pasca keislamannya, Thalhah total menjadi pendukung Dakwah Nabi saw bahkan telah pasang badan menjadi perisai pelindung Nabi Muhammad saw ketika dalam peperangan.
Pandangan hidupnya yang lurus dan simple, menjadikannya merasa galau ketika suatu saat mendapat karunia berupa kekayaan yang banyak. Dia merasa tidak layak memiliki harta benda yang melimpah, sehingga harus segera menafkahkannya untuk kepentingan dakwah Islam.

Keperwiraannya, keberaniannya, dan tentu keluhuran budi serta kesucian jiwanya, telah mengantarkannya menjadi mujahid sejati dalam membela keluhuran “Dinul Islam” sepanjang masa. Siap berjuang dalam keadaan apapun.

Tentang kegalauannya dengan harta benda yang melimpah, rupanya filosofi hidupnya memang disemangati oleh wahyu Allah, bahwa dengan banyak bersedekah, maka rizki akan semakin bertambah. Sebagaimana firman Allah QS. Al-Baqarah ayat 261:
مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّئَةُ حَبَّةٍ وَاللّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ وَاللّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Artinya : Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah Melipatgandakan bagi siapa yang Dia Kehendaki, dan Allah Maha Luas, Maha Mengetahui.

*Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *