KLIKMU CO-
oleh: Kyai Mahsun Djayadi*
Sepanjang sejarah Kesultanan Mughal, ada dua raja yang dapat dianggap terkemuka. Mereka adalah Syah Jehan dan Aurangzeb. Kepemimpinan mereka telah memberikan sumbangsih yang besar bukan hanya bagi identitas India sampai saat ini, melainkan juga peradaban Islam secara global.
Roger D Long dalam Encyclopedia of India mendeskripsikannya sebagai raja yang ambisius dan flamboyan. Saat dia berkuasa, hukum syariat berlaku secara lebih kaku. Banyak bangunan yang menyerupai penyembahan berhala dihancurkannya. Di lingkungan istana, orang-orang terdekat serta para pengikutnya diberangkatkan ke Tanah Suci. Sepeninggal ayahnya, Syah Jehan tampil sebagai putra mahkota yang paling berani. Setelah berhasil merebut kekuasaan pada 1628, dia memerintahkan agar semua lawannya dihabisi, termasuk saudara- saudaranya sendiri. Namun, dia membiarkan Nur Jahan, istri almarhum ayahnya, untuk tetap hidup dalam pengasingan.
Tidak seperti era Jahangir, Syah Jehan memerintahkan ekspansi militer ke daerah-daerah sekitar di Anak Benua India. Total prajuritnya yang siap tempur mencapai satu juta jiwa. Persenjataan mereka dilengkapi dengan meriam laras panjang yang dibuat di Benteng Jaigarh, Rajasthan. Sejumlah wilayah kekuasaan rajput Hindu pun ditaklukkannya.
Tiga negeri otonom Muslim di dataran tinggi Dekka, yakni Ahmednagar, Bijapur, dan Golconda, juga terus dikepung sampai menyerah. Pada 1638, Kandahar di Afghanistan dan Balkh di Asia tengah sempat dikuasainya.
Syah Jehan mengubah birokrasi kerajaan agar lebih terpusat dan sistematis. Dengan demikian, stabilitas politik dan keamanan dapat terkendali. Secara umum, Kesultanan Mughal di bawah kendali Syah Jehan menjadi pusat peradaban yang unggul dalam bidang sains, seni, sastra, serta ilmu-ilmu agama.
Hal ini didukung sifat Syah Jehan sendiri yang mencintai ilmu pengetahuan dan seni, khususnya arsitektur. Fisher mengungkapkan, Mughal kala itu menghasilkan kekayaan paling besar di dunia. Hingga akhir era Syah Jehan pada 1658, jumlah penduduk Anak Benua India meningkat pesat sampai empat kali lipat. Kemakmuran umumnya berlangsung merata.
Nama Syah Jehan berkibar di atas kemegahan bangunan-bangunan yang ia dirikan tatkala menjadi raja. Taj Mahal dan Masjid Jama adalah dua bangunan megah yang ia wariskan kepada dunia. Kini, buku-buku sejarah kekhalifahan Islam mencatat namanya sebagai raja yang berjasa pada peradaban manusia seluruhnya.
Meskipun begitu dinasti Mughal pernah mengalami kegetiran, pada awal 1630-an wabah kelaparan sempat terjadi akibat gagal panen di seluruh negeri. Hampir dua juta orang tewas kekurangan gizi di sekitar Dekka, Khandesh, dan Gujarat.
Sejak kematian Mumtaz Mahal, kondisi psikologis Syah Jehan terus merosot. Dia tidak lagi cakap memimpin. Anak-anaknya kemudian saling bermusuhan, berebut, satu sama lain demi mendapatkan harta dan tentunya takhta.
Di masa kekuasaan syah jehan, Kerajaan Mogul (dinasti Mughal) mencapai puncak kejayaannya. Ia dikenal tegas dalam menindak pembesar kerajaan yang tidak jujur. Konon, syah jehan memelihara banyak ular berbisa. Ular-ular itu disediakan untuk menghukum mereka yang melakukan pelanggaran dan merugikan kerajaan dan rakyat.
Pada ranah sosial, kebijakan Syah jehan banyak dipengaruhi oleh kakeknya, Akbar Syah-I (Raja ke-3, memerintah pada tahun 1556-1605), bahwa semua penganut agama diperlakukan secara sama. Kebijakan ini berimplikasi pada merebaknya kawin lintas agama. Di samping itu, banyak pegawai kerajaan yang tidak beragama Islam.
IBRAH DARI KISAH INI :
Syah Jehan benar-benar telah berhasil menyempurnakan apa-apa yang telah dirintis oleh para raja pendahulunya. Syah Jehan yang punya latar belakang seni arsitektur yang mendalam, ternyata juga punya kepedulian terhadap pengembangan agama Islam di bumi India.
Pembangunan yang dia lakukan bukan hanya pembangunan fisik (infra struktur) saja melainkan juga pembangunan moral dan spitual yang sifatnya non fisik. Syah Jehan tidak secara tegas menghukum siapapun apparat yang korup dan berbuat sesuatu yang merugikan agama dan negara.
Sungguh-sungguh Syah Jehan melakukan penertiban apparat secara keseluruhan agar mereka benar-benar berintegritas tinggi. Sang raja betul-betul telah melakukan “Kerja Senyap” dan juga “kerja cerdas”.
Akhirnya banyak masyarakat merasakan kedamaian dan keamanan di bawah kepemimpinan Syah Jehan. Fihak non muslim-pun memberi penilaian yang positiv kepada Syah Jehan ini, tetapi bagi sang Raja baik pujian maupun hinaan baginya tidak berpengaruh apapun terhadap ke-istiqomah-an dalam menjalan tugas kerajaan.
Tidak selamanya sifat tegas itu diiringi dengan sikap keras. Tegas memilih dan memilah mana yang haq dan mana yang bathil. Kepada setiap kebathilan tidak ada kompromi harus dihilangkan atau dirubah kea rah yang benar atau haq. Adapun sikap dan jiwa yang lembut tetap menjadi hiasan utama kepribadian seseorang. Dan Syah Jehan adalah salah satu contoh orang yang melakukannya.
*Ketua DPD PAN Kota Surabaya