Ibrah Kehidupan #240: Syah Jehan. Sang Raja Perkasa itupun Mengakhiri Tugas Kepemimpinannya (-4,Habis)

0
1220
Diambil dari google

KLIKMU CO-

Oleh: Kyai Mahsun Djayadi*

Pola Kepemimpinan Shah Jahan (Syah Jehan) berdasarkan warisan atau turun temurun. Ia adalah putra ketiga Sultan Jahangir setelah Khusrau dan Parves. Ia mendapatkan tahta di Kesultanan Mughal setelah kedua saudaranya meninggal dunia. Shah Jahan juga memiliki bakat kepemimpinan dan jiwa intelektual, terlihat ketika ia dipercaya oleh ayahnya untuk memimpin sebuah pasukan dan menaklukkan wilayah serta dipercaya untuk mengelola urusan di Dekkan, sehingga tidak perlu diragukan kemampuannya dalam memimpin Kesultanan Mughal.

Selain itu, Shah Jahan juga memiliki sifat yang perlu untuk diteladani, seperti: cerdas, murah hati, bijaksana, kuat, gagah berani, sehingga dalam memimpin Kesultanan Mughal, ia mendapatkan dukungan dari rakyatnya yang simpatik. Syah Jehan adalah kaisar Mughal ke 5 yang berhasil membawa Dinasti Mughal yang dipimpinnya ke masa kejayaan. Sayangnya kaisar ini memiliki akhir hidup yang menyedihkan. Pasalnya sembilan tahun sebelum meninggal, Syah Jehan jatuh sakit.

Bukannya bersedih, anak-anak Syah Jehan justru sibuk memperebutkan kekuasaan. Ketika sang kaisar sembuh, dua anaknya dari Mumtaz Mahal yaitu Dara Shikoh dan Aurangzeb, bertengkar karena tahta. Syah Jehan memihak Dara Shikoh meski akhirnya putranya itu wafat di tangan Aurangzeb. Tidak sampai di situ, usai menghadang saudaranya, Aurangzeb juga menggulingkan kekuasaan Syah Jehan pada tahun 1658 dan memenjarakan ayahnya tersebut di Benteng Agra seumur hidup.

Pada masa pemerintahannya perekonomian Mughal mengalami krisis akibat kelaparan yang melanda rakyatnya di beberapa wilayahnya. Ketika Sultan melihat kondisi rakyatnya yang kelaparan, ia memerintahkan untuk medirikan dapur umum untuk mendistribusikan makanan setiap harinya secara gratis.

Pada masa Shah Jahan juga mengalami kemajuan di bidang seni dan arsitektur, seperti pembangunan Istana, Taj Mahal, Moti Masjid dan masih banyak lagi. Dalam hal keagamaan, Shah Jahan sangat teguh terhadap ajaran Islam. Ia tidak memberi toleransi terhadap praktek apapun yang menyimpang dari ajaran agama Islam. Akan tetapi pada masa Shah Jahan umat Hindu dan Islam hidup berdampingan.
Di tahun-tahun terakhir hidupnya, Syah Jehan tidak bisa lagi mengunjungi Taj Mahal yang juga menjadi tempat peristirahatan terakhir sang istri tercinta. Satu-satunya yang dia bisa lakukan adalah memandang Taj Mahal dari kejauhan melalui celah kecil yang ada di penjaranya.
Begitulah fakta sejarah Taj Mahal, di balik keindahannya ternyata ada cerita yang menyedihkan dan mengharu biru. Pada masa akhir hidupnya, sultan Mughal kelima ini mendekam di Benteng Agra akibat intrik politik istana. Ironisnya, yang menjadikannya tahanan adalah salah seorang anaknya sendiri, Aurangzeb.
Setiap hari di kamar tahanan, Shah Jahan hanya bisa memandangi Taj Mahal dari jendela, membayangkan wajah istrinya tercinta, Mumtaz Mahal. Pada 1666 dia menghembuskan napas terakhir. Jasadnya dikebumikan bersebelahan dengan makam istrinya itu di lantai bawah Taj Mahal.

IBRAH DARI KISAH INI :

Begitulah berbagai kemegahan dan keberhasilan telah dicapai oleh imperium Islam yakni dinasti Mughal India. Sebuah imperium Islam yang pernah berjaya sekitar 3 (tiga) abad ini sedikit banyak telah menjadikan berbagai fihak angkat topi. Kemegahan dinasti Mughal di India sungguh-sungguh telah diakui eksistensinya oleh para ahli sejarah dan menjadi bagian dari peradaban Islam dunia.
Tetapi, Syah Jehan tetaplah seorang Syah Jehan. Manusia biasa yang tidak sepi dari kekurangan dan kelemahan. Meskipun telah meraih berbagai kejayaan. Akhirnya aura kewibawaannya-pun mulai surut. Sang Raja nan berwibawa itupun harus mengakhiri kepemimpinannya. Kemudian akan digantikan oleh anaknya sendiri yang sejak awal memang sangat menginginkan jabatan sebagai penerus dinasti Mughal dari sang Ayah. Tidak lain anaknya adalah Aurangzeb.
Syah Jehan telah mengukir sejarah di tanah negeri India memalui imperium Islam yakni Dinasti Mughal di India. Apapun kekurangan dan kelemahan yang dia miliki adalah sebuah keniscayaan sebagai manusia. Yang jelas jasa-jasanya telah terukir dengan tinta emas bagi sejarah dan peradaban Islam dunia.
Wallahu a’lamu bish-shawab.

*Direktur Ma’had Umar Ibnu Khattab UMSurabaya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini