Ibrah Kehidupan #248: KH Ahmad Dahlan, Talenta Kepemimpinan, dan ke-Ulama-an yang Tidak Diragukan(-3)

0
189
KH Ahmad Dahlan memainakn biola dalam cuplikan film Sang Pencerah. (Istimewa)

KLIKMU CO-

Oleh: Kyai Mahsun Djayadi*

Sesungguhnya Muhammad Darwisj tidak mendapatkan pendidikan di sekolah formal. Pendidikan agamanya pertama kali diperoleh dari Ayahnya sendiri KH Abu Bakar. Baru setelah remaja beliau memperdalam ilmu agama kepada beberapa ulama yang terkenal.


Masa kecil Muhammad Darwisj dikenal sebagai “anak dregil” yakni mempunyai beberapa keistimewaan di atas rata-rata anak seusianya. Beliau dikenal kreatif mengatasi berbagai kesulitan di antara teman-teman sebayanya. Beliau juga dikenal sebagai anak yang “Wasis” alias pandai, cerdik, dan cerdas.


Sebagaimana halnya para pemimpin pada umumnya, talenta kepemimpinan Muhammad Darwisj sudah muncul sejak dini. Teman-temannya biasa menjadi “manut” alias menurut, taat serta patuh kepada kehendak Muhammad Darwisj dalam banyak hal. Sifat-sifat utama yang dimiliki yakni jujur, rajin, suka menolong. Inilah modal sosial utama sehingga menjadikan dia disukai dan banyak temannya.


Menginjak remaja, Muhammad Darwisj mulai serius memperdalam agama. Dia belajar ilmu Fiqh kepada KH Muhammad Saleh, dan belajar ilmu Nahwu kepada KH Muchsin (kedua kyai tersebut kebetulan adalah kakak iparnya).
Guru-guru lainnya yakni para kyai setempat di Hindia belanda (Indonesia) sampai para syaikh di tanah suci, antara lain KH Abdul Hamid (Lempuyangan), KH Muhammad Nur. Beliau belajar ilmu falak kepada Kyai Raden Haji Dahlan (putra Kyai pesantren Termas, Pacitan), belajar ilmu Hadis kepada Kyai Mahfudh dan Syaikh Khayyat. Belajar ilmu Qiraat al-qur’an kepada Syaikh Amin dan Syaikh Sayyid Bakri Syatha (Makkah al-Mukarramah). Guru-guru beliau lainnya adalah: kyai Mahful Termas, Sa’id Babusyed, Mufti Syafi’iy, Kyai Asy’ari Bacean, dan Syaikh Ali Mishri Makkah. Adapun kawan-kawan di Makkah yang sebangsa Indonesia antara lain Kyai Nawawi banten, Kyai Mas Abdullah Surabaya, dan Kyai Faqih Maskumambang Gresik.


Sebagian sumber sejarah menyebutkan bahwa Muhammad Darwisj pernah berguru di Makkah kepada Syaikh Ahmad Khatib al-Minagkabawi (seorang ulama dan imam di masjidil haram, asal dari Minangkabau). Syaikh Ahmad Khatib ini santrinya banyak dan dari berbagai negara. Di antara santri yang sesama dari Indonesia adalah KH Hasjim Asj’ari yang di kemudian hari dikenal sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU). KH Ahmad Dahlan lebih senior daripada KH Hasyim Asy’ari, sehingga KH Hasyim Asy’ari memanggil KH Ahmad Dahlan dengan panggilan “Kangmas Dahlan”.
Setelah pulang dari Makkah, beliau membantu Ayahnya KH Abu Bakar dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai penghulu keraton Ngayogyokarto Hadiningrat, dan sebagai khatib Amin di lingkungan keraton dan masjid Gede.


Ketika Ayahnya meninggal dunia, KH Ahmad Dahlan sebagai anak sulung sesuai adat keraton secara resmi diangkat sebagai penggantinya dengan nama jabatan “Khatib Amin Kyai Haji Ahmad Dahlan”. Orang jawa umumnya tidak fasih melafalkan kata “Khatib” akhirnya menyebutnya “Ketib” jadilah KH Ahmad Dahlan populer dengan panggilan “Ketib Amin”.


Tugas Ketib Amin, antara lain adalah : melaksanakan khutbah jum’at secara bergantian dengan delapan khatib lainnya. Melaksanakan piket di serambi masjid dengan enam penghulu lainnya sekali dalam seminggu. Menjadi anggota Raad (dewan) agama Islam hukum keraton kasultanan Ngayogyokarto Hadiningrat.


Di sela-sela kesibukan yang sudah teratur dan tertata dengan baik itu KH Ahmad Dahlan tetap menyempatkan diri memberi pelajaran agama Islam kepada orang-orang atau jamaah yang membutuhkan, di serambi masjid gede.
Dari berbagai proses perjalanan spiritual serta kedalaman ilmu agama Islam yang beliau serap dari berbagai ulama, kyai, dan masyayikh, maka KH Ahmad Dahlan menjadi sosok Ulama yang “sesungguhnya” dan mendapat pengakuan penuh (legitimasi) yang sangat kuat di keraton maupun masyarakat pada umumnya.

IBRAH DARI KISAH INI :
Berbeda dengan umumnya Kyai di jawa yang rata-rata berada di pedesaan sehingga Kyai-nya disebut “Kyai Ndeso”, maka KH Ahmad Dahlan adalah seorang Kyai di kampung perkotaan yakni Yogyakarta. Dan yang lebih istimewa adalah bahwa KH Ahmad Dahlan termasuk penghulu di keraton Yogyakarta, sehingga bisa dibilang sebagai “Kyai Kota”.


Keulamaan KH Ahmad Dahlan bukan kaleng-kaleng. Memang Ulama yang sejati, dan itu melalui proses yang panjang. Penyerapan ilmu agama bukan hanya dari berbagai Ulama Nusantara (Indonesia), tetapi juga dari para Masyayikh di Makkah al-Mukarramah.


Selain Ke-Ulamaan beliau yang sangat legitimit dan tidak diragukan lagi, Ternyata beliau juga mempunyai talenta kepemimpinan yang tidak semua orang memiliki. Talenta kepemimpinan beliau sudah kelihatan sejak masa kanak-kanak, remaja bahkan setelah dewasa. Bakat kepemimpinan yang kemudian dipadu dengan kekhusyu’an beribadah kepada Allah swt, dan diaplikasikan dalam kehidupan berorganisasi maka terwujudlah sosok pemimpin yang berwibawa dan dihormati.

*Ketua DPD PAN Kota Surabaya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini