Ibrah Kehidupan #253: Nyai Ahmad Dahlan, “Sopo Trisno”, Bukti Talenta Kepemimpinan Nyai Ahmad Dahlan(-2)

0
82

KLIKMU CO-
Oleh: Kyai Mahsun Djayadi*

Jiwa perjuangan KH Ahmad Dahlan ternyata turut membentuk jiwa perjuangan isterinya sendiri Nyai Ahmad Dahlan. Nilai tertinggi semangat juangnya itu adalah: ingin beramal, bekerja keras sampai tiba saat meninggal dunia. Nyai Ahmad Dahlan tiada henti-hentinya memberikan petunjuk dan nasihat kepada siapapun yang dihadapi, sehingga orang-orang yang mengunjunginya selalu memperoleh fatwa-fatwa yang berguna.


Dakwah pemberdayaan kaum wanita yang selalu beliau gerakkan mengkristal menjadi sebuah komunitas yang diberi nama “Sopo Tresno” artinya “Siapa Suka”. Nama perkumpulan ini seolah memberi kesan “semangat dan kerelaan” yaitu siapa suka boleh ikut, dan ikut perkumpulan ini berarti dengan sukarela dan dengan semangat gembira. Bukan tekanan.


Sopo Tresno, berkembang pesat bukan hanya diikuti oleh para remaja putri saja tetapi kaum manula-pun banyak yang ikut bergabung. Kepemimpinan Nyai Ahmad Dahlan-pun semakin diakui secara luas. Melalui Sopo Tresno, Nyai Ahmad Dahlan mencoba menyadarkan kaumnya bahwa wanita adalah partner kaum lelaki dan mereka kaum wanita sendirilah yang harus mempertanggung jawabkan amal perbuatannya di hadapan Allah swt kelak.


Nyai Ahmad Dahlan juga menolak mitos jawa yang menganggap wanita adalah “Konco Wingking” artinya wanita sekedar pengikut di belakang, semua tindakan wanita tergantung suaminya. Dalam tradisi Jawa wanita itu disebut “Swargo Nunut, Neroko Katut”, maksudnya bahwa wanita atau seorang isteri itu apa kata suaminya, jika suaminya masur surga maka dia-pun akan nunut masuk surga, dan jika suami masuk neraka-pun isteri akan katut masuk neraka pula.


Dalam catatan sejarah (ensiklopedi Muhammadiyah), banyak ayat-ayat al-Qur’an yang selalu menjadi tema utama dakwah pemberdayaan yang dilakukan oleh Nyai Ahmad Dahlan kepada kaum wanita “Sopo Tresno”, antara lain QS al-Baqarah ayat 228, surat an-Nahl ayat 97, surat at-Taubah ayat 71. Inti kandungan ayat-ayat tersebut adalah bahwa para kaum wanita itu mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya secara proporsional. Siapapun yang beramal saleh baik lelaki maupun perempuan (haknya sama) Allah akan memberi pahala. Dan Siapapun orang mukmin lelaki maupun perempuan yang berdakwah amar makruf nahi munkar maka Allah akan memberi kerahmatan bagi mereka.


Dalam bidang pendidikan Nyai Ahmad Dahlan mencoba mengintrodusir pemikiran bahwa perempuan mempunyai hak yang sama dengan lelaki untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya berdasarkan QS al-Mujadilah ayat 11, yang intinya bahwa Allah akan mengangkat derajat bagi orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan. Bahkan dalam QS Ali Imran ayat 195, lebih tegas lagi bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan amal orang yang beramal baik lelaki maupun perempuan.
Dalam perkembangan berikutnya setelah pemahaman keagamaan Nyai Ahmad Dahlan semakin direspon positiv oleh masyarakat luas, timbullah inisiatif menyatukan gerak dakwah ini kepada struktur keorganisasian yang lebih teratur dan sejalan dengan dakwah persyarikatan Muhammadiyah. Maka pada tanggal 22 April tahun 1917 bertepatan dengan tanggal 27 Rajab tahun 1355 H., perkumpulan “Sopo Tresno” ini dikembangkan menjadi organisasi perempuan bagian dari Muhammadiyah yaitu bernama ‘Aisyiyah.


Nama Aisyiyah berasal dari kata Aisyah yakni salah seorang isteri Nabi Muhammad saw (nama Aisyiyah ini adalah usulan dari Haji Fachruddin yang kemudian disetujui oleh forum pertemuan saat itu). Dengan nama ini diharapkan agar perjuangan siti Aisyah dalam mendakwahkan Islam dapat diwarisi oleh pergerakan ‘Aisyiyah.


Momentum peresmian ‘Aisyiyah adalah saat diadakannya peringatan isra’ mi’raj Nabi Muhammad saw secara meriah. Adapun pengurus awal dari Aisyiyah ini adalah : Siti Bariyah (ketua), Siti Badilah (penulis), Aminah Harawi (bendahara). Anggota-anggota : Ny. Abdullah, Fatmah Wasil, Siti Dalalah, Siti Wadingah, Siti Dawimah, dan Siti Busyro. Sebagai konsultan administratif Aisyiyah ditetapkan : Haji Mukhtar.

IBRAH DARI KISAH INI :
Benar adanya, bahwa Nyai Ahmad Dahlan memang sosok pemimpin sekaligus penggerak yang sangat fenomenal, bahkan termasuk wanita pertama di Indonesia yang berhasil menghimpun kaum wanita sehingga memiliki semangat berorganisasi, dan berdakwah lewat organisasi tersebut. Pada awalnya penggalangan massa dilakukan dengan membentuk komunitas perempuan yang diberi nama “Sopo Tresno”, maka dengan terbentuknya perkumpulan komunitas perempuan ini berbondong-bondong para perempuan muslimah bergabung secara sukarela, dan dengan suka hati.
Perkumpulan komunitas Sopo Tresno inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya organisasi Aisyiyah. Dan pada tahun 1922 organisasi Aisyiyah secara resmi menjadi bagian dari persyarikatan Muhammadiyah.


Meskipun di awal terbentuknya Aisyiyah ini Nyai Ahmad Dahlan tidak menjadi ketua umum, tetapi sangat nyata bahwa peran Nyai Ahmad Dahlan dalam menyiapkan dan menscenario terbentuknya Aisyiyah ini sangat besar. Dan ini juga menjadi bukti bahwa organisasi modern tidak harus dipimpin secara dinasti, tetapi dilakukan secara demokrasi. Meskipun Nyai Ahmad Dahlan bukan sebagai ketua umum tetapi tidak mengurangi ketokohan dan kewibawaannya dalam menggerakkan kaum perempuan.

*Ketua DPD PAN Kota Surabaya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini