8 November 2024
Surabaya, Indonesia
Berita

Ibrah Kehidupan #273: Mohammad Natsir.Terjun ke dunia Politik, Mendirikan Masyumi. Pencetus “Mosi Integral”(-2)

KLIKMU CO-
Oleh: Kyai Mahsun Djayadi*

Mohammad Natsir banyak menulis tentang pemikiran Islam. Ia aktif menulis di majalah-majalah Islam setelah karya tulis pertamanya diterbitkan pada tahun 1929; hingga akhir hayatnya ia telah menulis sekitar 45 buku dan ratusan karya tulis lain. Ia memandang Islam sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia. Ia mengaku kecewa dengan perlakuan pemerintahan Soekarno dan Soeharto terhadap Islam.


Selama hidupnya, ia dianugerahi tiga gelar doktor honoris causa, satu dari Lebanon dan dua dari Malaysia. Mohammad Natsir banyak bergaul dengan pemikir-pemikir Islam, seperti Agus Salim; selama pertengahan 1930-an, Mohammad Natsir dan H Agus Salim terus bertukar pikiran tentang hubungan Islam dan negara dalam pemerintahan Indonesia di masa depan yang dipimpin Soekarno.
Pada tahun 1938, Mohammad Natsir bergabung dengan Partai Islam Indonesia dan diangkat sebagai pimpinan untuk cabang Bandung dari tahun 1940 sampai 1942. Ia juga bekerja sebagai Kepala Biro Pendidikan Bandung sampai tahun 1945. Selama masa pendudukan Jepang, ia bergabung dengan Majelis Islam A’la Indonesia (lalu berubah menjadi Majelis Syuro Muslimin Indonesia atau Masyumi) dan diangkat sebagai salah satu ketua dari tahun 1945 hingga dibubarkannya Masyumi dan Partai Sosialis Indonesia oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960.


Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ia menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Pusat. Sebelum menjadi Perdana Menteri, ia menjabat sebagai menteri penerangan. Pada tanggal 3 April 1950, ia mengajukan Mosi Integral Natsir dalam sidang pleno parlemen.


Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden Indonesia yang mendorong semua pihak untuk berjuang dengan tertib, merasa terbantu denga adanya mosi ini. Mosi ini memulihkan keutuhan bangsa Indonesia dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang sebelumnya berbentuk serikat, sehingga ia diangkat menjadi Perdana Menteri oleh Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1950.


Namun ia mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 26 April 1951 karena perselisihan paham dengan Soekarno, Soekarno yang menganut paham nasionalisme mengkritik Islam sebagai ideologi seraya memuji sekularisasi yang dilakukan Mustafa Kemal Ataturk di Kesultanan Utsmaniyah.
Setelah mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 26 April 1951 karena berselisih paham dengan Presiden Soekarno, ia semakin vokal menyuarakan pentingnya peranan Islam di Indonesia. Selama era demokrasi terpimpin di Indonesia, ia terlibat dalam pertentangan terhadap pemerintah yang semakin otoriter dan bergabung dengan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia setelah meninggalkan Pulau Jawa; PRRI yang menuntut adanya otonomi daerah yang lebih luas “disalahtafsirkan” oleh Soekarno sebagai pemberontakan. Akibatnya, ia ditangkap dan dipenjarakan di Malang dari tahun 1962 sampai 1964, dan dibebaskan pada masa Orde Baru pada tanggal 26 Juli 1966.


Setelah dibebaskan dari penjara, Natsir kembali terlibat dalam organisasi-organisasi Islam, seperti Majelis Ta’sisi Rabitah Alam Islami dan Majelis Ala al-Alami lil Masjid yang berpusat di Mekkah, Pusat Studi Islam Oxford (Oxford Centre for Islamic Studies) di Inggris, dan Liga Muslim se-Dunia (World Muslim Congress) di Karachi, Pakistan.

IBRAH DARI KISAH INI :
Mohammad Natsir, atau lebih popular dengan panggilan “Pak Natsir” diakui oleh siapapun tentang pemahamannya yang dalam tentang Islam. Tetapi juga tidak diragukan sikap Nasionalismenya. Berintegritas tinggi dan kontribusinya untuk Negara Republik Indonesia cukup meyakinkan.


Bukti nyata bahwa Pak Natsir memiliki rasa nasionalisme yang tinggi, pada tanggal 3 April 1950 mengajukan “Mosi Integral Natsir” dalam sidang pleno parlemen. Isinya menyerukan agar bentuk “negara serikat” harus dikembalikan menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jadi, beliaulah pencetus utama “NKRI”. Sehingga aneh bin ajaib jika masih ada yang menuduh Mohammad Natsir tidak nasionalisme, pembangkang, dll.
Bahwa Pak Natsir mendirikan Masyumi sebagai partai politik yang mewadahi aspirasi umat Islam itu iya. Tetapi dalam waktu yang sama beliau tetap mendedikasikan perjuangannya lewat Masyumi untuk tegaknya NKRI.


Pak Natsir telah mengikhtiarkan cita-cita perjuangannya dengan berbagai ancaman, tuduhan makar, bahkan harus masuk penjara. Tetapi dasar pejuang yang telah matang basic keimanannya maka semuanya dilalui dengan teguh dan sabar. Hasilnya bukan untuk dirinya tetapi untuk umat dan bangsa Indonesia.
Subhanallooh.

*Ketua DPD PAN Kota Surabaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *