Ibrah Kehidupan #274: Mohammad Natsir. Pendiri DDII (Dewan Dakwah Islamiyyah Indonesia), Dakwah Tetap Jalan selama Hayat dikandung Badan

0
29

KLIKMU CO-
Oleh: Kyai Mahsun Djayadi*

Bagi Pak Natsir, dakwah menyerukan kebenaran harus tetap berjalan, kapanpun dan di manapun berada, baik dalam bingkai sosial kemasyarakatan maupun dalam bingkai politik kenegaraan.
Di era Orde Baru, Mohammad Natsir membentuk Yayasan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Ia juga mengkritisi kebijakan pemerintah, seperti ketika ia menandatangani Petisi 50 pada 5 Mei 1980, yang menyebabkan ia dilarang pergi ke luar negeri.


Pada masa-masa awal Orde Baru ini, ia berjasa mengirim nota kepada Tunku Abdul Rahman dalam rangka mencairkan hubungan dengan Malaysia. Selain itu pula, dialah yang mengontak pemerintah Kuwait agar menanam modal di Indonesia dan meyakinkan pemerintah Jepang tentang kesungguhan Orde Baru membangun ekonomi.
Soeharto menganggap orang yang mengkritik dirinya sebagai penentang Pancasila. Mohammad Natsir ikut menandatangani Petisi tersebut (petisi 50) bersama dengan Jenderal Hoegeng, Letjen Ali Sadikin, Sanusi Hardjadinata, SK Trimurti, dan lain-lain. Akibatnya dia dilarang pergi ke luar negeri, banyak seminar yang tidak bisa diikutinya.


Mohammad Natsir menolak kecurigaan Soeharto terhadap partai-partai, terutama partai Islam dan mengkritik Opsus (Operasi Khusus) yang berada di bawah pimpinan langsung Soeharto, padahal, badan intel inilah yang meminta Natsir dalam memulai hubungan dengan Malaysia dan Timur Tengah setelah naiknya Soeharto.


Kegiatan Mohammad Natsir tidak pernah surut dalam berdakwah baik kemasyarakatan maupun politik. Mohammad Natsir telah menulis sekitar 45 buku atau monograf dan ratusan artikel yang memuat pandangannya tentang Islam. Ia aktif menulis di majalah-majalah Islam sejak karya tulis pertamanya diterbitkan pada tahun 1929.


Karya ter-awalnya umumnya berbahasa Belanda dan Indonesia, yang banyak membahas tentang pemikiran Islam, budaya, hubungan antara Islam dan politik, dan peran perempuan dalam Islam. Karya-karya selanjutnya banyak yang ditulis dalam bahasa Inggris, dan lebih terfokus pada politik, pemberitaan tentang Islam, dan hubungan antara umat Kristiani dengan Muslim. Ajip Rosidi dan Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) menyebutkan bahwa tulisan-tulisan Natsir telah menjadi catatan sejarah yang dapat menjadi panduan bagi umat Islam.


Selain menulis, Mohammad Natsir juga mendirikan sekolah Pendidikan Islam pada tahun 1930; sekolah tersebut ditutup setelah pendudukan Jepang di Indonesia. Sekalipun Natsir memiliki latar belakang pendidikan Belanda, Natsir tidak tergerak sama sekali untuk melakukan westernisasi atau sekularisasi dalam dunia pendidikan Islam.
Mohammad Natsir juga peduli akan pengaruh pendidikan Barat terhadap generasi muda Indonesia. Sebenarnya, langkahnya ini yang peduli terhadap dunia pendidikan disebabkan setelah dia membaca karangan Snouck Hurgronje yang melawan Islam, seperti Netherland en de Islam yang memaparkan strategi Hurgronje dalam melawan Islam. Itulah sebabnya Mohammad Natsir kemudian bertekad melawan strategi Hurgronje lewat pendidikan.


Meskipun perjuangan Mohammad Natsir sejak sebelum Indonesia merdeka, sampai diproklamirkannya Republik Indonesia sangat luar biasa baik di dalam negeri maupun dalam bidang diplomasi dengan negara-negara di luar negeri, tetapi nampaknya baik pemerintah Orde Lama maupun pemerintah Orde Baru tidak memberi apresiasi, bahkan cenderung menganggapnya sebagai “pembangkang”. Sungguhpun demikian ternyata di luar negeri nama Mohammad Natsir sangat harum, banyak yang menghormatinya, bahkan beberapa negara telah memberi hadiah atau penghargaan.

IBRAH DARI KISAH INI :
Komitmen Pak Natsir tentang dakwah Islamiyyah di manapun, kapanpun, dan dalam situasi apapun tetap harus jalan. Ketika di era Orde Baru kekuatan pemerintah sangat dominan maka pak Natsir melakukan dua hal penting, pertama tetap mengkritisi kebijakan pemerintah yakni dengan ikut menanda tangani “Petisi 50” yang sangat fenomenal itu. Petisi 50 terdiri atas limapuluh anggota para tokoh nasional lintas agama, antara lain Jendral Hoegeng, Ali Sadikin (mantan gibernur DKI Jakarta).
Yang kedua Pak Natsir mendirikan yayasan “Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia” (DDII) dengan membina dan membentuk da’i-da’i muda untk diterjunkan ke masyarakat luas di seluruh Indonesia. Di dalam melakukan dakwah mereka dibekali materi dakwah yang mengarah selain peningkatan iman dan taqwa kepada Allah swt, juga memberi edukasi tentang pentingnya memahami peta politik di Indonesia ini.
Dari kenyataan tersebut, nyata bahwa komitmen pak Natsir tentang dakwah menyeru kepada penegakan kebenaran bukan hanya retorika, tetapi benar-benar dinyata laksanakan, apapun resiko yang harus dihadapi.
Sungguh ini sebuah inspirasi bagi para kader persyarikatan, kader penerus perjuangan.

*Ketua DPD PAN Kota Surabaya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini