Ibrah Kehidupan #275: Mohammad Natsir Pahlawan Nasional, di dalam Negeri Tidak Diapresiasi, di Luar Dihormati dan Dihargai(Habis)

0
39

KLIKMU CO-

Oleh: Kyai Mahsun Djayadi*

Menurut beberapa sumber, antara lain dari wikipedia, Pemerintah Republik Indonesia saat itu, baik yang dipimpin oleh Soekarno maupun Soeharto, sama-sama menuding Mohammad Natsir sebagai pemberontak dan pembangkang, bahkan tudingan tersebut membuatnya dipenjarakan. Sedangkan oleh negara-negara lain, Pak Natsir sangat dihormati dan dihargai, hingga banyak penghargaan yang dianugerahkan kepadanya. Di antara penghargaan itu adalah Doktor Honoris Causa (HC) dari Lebanon dan Malaysia.


Dunia Islam mengakui Mohammad Natsir sebagai pahlawan yang melintasi batas bangsa dan negara. Bruce Lawrence menyebutkan bahwa Mohammad Natsir merupakan politisi yang paling menonjol mendukung pembaruan Islam. Pada tahun 1957, ia menerima bintang Nichan Istikhar (Grand Gordon) dari Raja Tunisia, Lamine Bey atas jasanya membantu perjuangan kemerdekaan rakyat Afrika Utara. Penghargaan internasional lainnya yaitu Jaa-izatul Malik Faisal al-Alamiyah pada tahun 1980, dan penghargaan dari beberapa ulama dan pemikir terkenal seperti Syekh Abul Hasan Ali an-Nadwi dan Abul A’la Maududi.


Pada tahun 1980, Natsir dianugerahi penghargaan Faisal Award dari Raja Fahd Arab Saudi melalui Yayasan Raja Faisal di Riyadh, Arab Saudi. Ia juga memperoleh gelar doktor kehormatan (HC) di bidang politik Islam dari Universitas Islam Libanon pada tahun 1967.


Pada tahun 1991, ia memperoleh dua gelar kehormatan, yaitu dalam bidang sastra dari Universitas Kebangsaan Malaysia dan dalam bidang pemikiran Islam dari Universitas Sains Malaysia. Pemerintah Republik Indonesia baru memberi penghargaan setelah 15 tahun kematiannya, pada 10 November 2008 Natsir dinyatakan sebagai pahlawan nasional Indonesia. Presiden Soeharto enggan memberikan gelar pahlawan kepada salah satu “bapak bangsa” ini. Pada masa B.J. Habibie, dia diberi penghargaan Bintang Republik Indonesia Adipradana.
Reporter Ramadhian Fadillah melaporkan bahwasanya Mohammad Natsir merupakan tokoh sederhana sepanjang zaman. Ia juga melaporkan bahwa Natsir tak punya baju bagus, jasnya bertambal. Dia dikenang sebagai menteri yang tak punya rumah dan menolak diberi hadiah mobil mewah.


George Mc Turnan Kahin (pengajar di Universitas Cornell) mendapat info dari Agus Salim bahwa ada staf dari Kementerian Penerangan yang hendak mengumpulkan uang untuk Natsir supaya berpakaian lebih layak. Apalagi, kemejanya cuma dua setel dan itupun sudah butut pula. Sewaktu dia mundur sebagai Perdana Menteri pada Maret 1951, sekretarisnya (Maria Ulfa), menyerahkan padanya sisa dana taktis dengan banyak saldo yang sebenarnya juga hak Perdana Menteri. Pak Natsir menolak, dan dana itu dilimpahkan ke koperasi karyawan tanpa sepeserpun dia ambil.


Pak Natsir diinformasikan oleh sebuah sumber bahwa telah menolak pemberian fasilitas mobil Chevrolet Impala. Padahal, di rumahnya dia hanya memiliki mobil tua, De Soto yang dia beli sendiri untuk mengantar-jemput anak-anaknya. Sebelum dia pindah ke Jalan Jawa, dia berpindah ke Jalan Pegangsaan Timur yang ada di Jakarta. Maka, dikarenakannya ia ikut dalam PRRI, dia masuk penjara satu ke penjara lain selama 1960-66, dan keluarganya kehilangan rumah di Jalan Jawa dan Mobil De Soto tersebut. Hartanya diambil (disita) pemerintah.

IBRAH DARI KISAH INI :
Barangkali kisah perjalanan pak Natsir khususnya di ranah politik sangat fenomenal serta penuh keanehan (anomali). Bagi anak muda generasi pejuang saat ini merupakan “cerita klasik yang utopis” susah diterima akal sehat.
Perjuangannya yang maksimal, kokoh pendirian, tahan ujian, tetapi masih saja ada yang menilainya secara nyinyir. Barangkali di zaman sekarang ini akan terasa aneh jika ada pejabat menolak diberi mobil mewah, atau rumah, atau pemberian apapun yang sifatnya material kedunyawian. Di luar negeri pak Natsir disanjung, dielu-elukan, dihormati dan dihargai sebagai tokoh pejuang yang luar biasa. Untungnya pemerintah Republik Indonesia setelah 15 tahun kematiannya baru tergerak memberi penghargaan.


Pada tanggal 10 November 2008, Natsir dinyatakan sebagai pahlawan nasional Indonesia. Pak Natsir dikenal sebagai menteri yang tak punya baju bagus, jasnya bertambal. Dia dikenang sebagai menteri yang tak punya rumah dan menolak diberi hadiah mobil mewah.


Mohammad Natsir, seorang pejuang, pejabat negara yang menolak fasilitas, menolak anggaran dana taktis, bahkan mobil butut miliknya sendiri akhirnya harus disita oleh negara.

Hasbunalloh wa Nikmal wakiil, Nikmal Maulaa wa Nikmannashir.

*Ketua DPD PAN Kota Surabaya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini