KLIKMU CO-

Oleh: Kyai Mahsun Djayadi*
Organisasi Pembebasan Palestina atau “Palestine Liberation Organisation” dan disingkat PLO, adalah organisasi yang dibentuk pada 28 Mei 1964 dengan tujuan untuk “kemerdekaan Palestina.” Organisasi ini dikenal sebagai “perwakilan sah dari bangsa Palestina” oleh 100 negara, dan mendapatkan status peninjau oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak 1974.
Maka, pada 28 Mei 1964 itu, Dewan Nasional Palestina menyelenggarakan sidang di Yerusalem untuk secara resmi mendirikan PLO.
PLO bertindak sebagai payung yang menaungi berbagai faksi yang membela Palestina sejak berdirinya negara Israel. PLO membuat perjuangan lebih terarah, yakni membebaskan rakyat Palestina dari cengkeraman Zionisme melalui perjuangan bersenjata. Visinya agar mereka yang sedang berdiaspora bisa pulang ke tanah air. Jika dilihat berdasarkan kepada peta Palestina tahun 1947, wilayah Negara Israel yang diproklamirkan tahun 1948, dulunya adalah wilayah Palestina.
Pada 1974, PLO dideklarasikan sebagai “satu-satunya perwakilan rakyat Palestina yang sah” dan mendapatkan keanggotaan penuh Liga Arab pada KTT di Rabat. Yasser Arafat menjadi perwakilan organisasi non pemerintah pertama yang berbicara di sidang paripurna Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa.
Dalam pidatonya di PBB, Arafat mengutuk Zionisme, tetapi juga membahas mengenai perdamaian. Ia memakai sarung pistol selama berpidato, walaupun tidak membawa senjata apapun. Pidatonya meningkatkan simpati dunia internasional terhadap Palestina.
Setelah pengakuan resmi tersebut, Yasser Arafat menjalin hubungan dengan berbagai pemimpin dunia, termasuk Saddam Hussein dan Idi Amin. Yasser Arafat bahkan menjadi pengiring Idi Amin saat pernikahannya di Uganda pada 1975.
beberapa orang berpengaruh di Departemen Luar Negeri Amerika juga memandang Arafat sebagai seorang diplomat ulung dan negosiator yang dapat mengumpulkan dukungan dari negara-negara Arab.
Pada tahun 1980-an, Arafat menerima bantuan keuangan dari Libya, Irak, dan Arab Saudi, yang dapat membantunya membangun kembali PLO yang terserak karena perang. Bantuan ini terbukti berguna saat pecahnya Intifada Pertama pada Desember 1987, yang dimulai sebagai sebuah kebangkitan rakyat Palestina menentang pendudukan Israel atas Tepi Barat dan Jalur Gaza. Kata “intifada” dalam bahasa Arab secara harfiah berarti “getaran”, tetapi secara umum dipakai untuk menyebut sebuah kebangkitan atau revolusi.
Pada 15 November 1988, PLO memproklamirkan kemerdekaan Negara Palestina. Pada pidato-pidatonya tanggal 13 dan 14 Desember, Arafat menyatakan menerima Resolusi 242 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa, hak Israel untuk “hidup dalam kedamaian dan keamanan”, dan menolak “terorisme dalam seluruh bentuknya, termasuk terorisme yang didukung oleh negara.
Pernyataan Arafat disambut baik oleh Amerika Serikat, yang telah lama mendesak pernyataan seperti ini sebagai titik mulai perundingan resmi antara Amerika dan PLO. Kata-kata Arafat ini juga mengindikasikan bahwa PLO telah meninggalkan salah satu dari tujuan utamanya: penghancuran Israel (seperti yang dinyatakan secara eksplisit dalam Piagam Nasional Palestina), dan menuju pendirian dua entitas yang berbeda: sebuah negara Israel dengan garis perbatasan 1949, dan sebuah negara Arab di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Pada 2 April 1989, Arafat dipilih oleh Dewan Pusat Dewan Nasional Palestina, badan tertinggi PLO, untuk menjadi Presiden Palestina yang pertama.
IBRAH DARI KISAH INI :
Muhammad Yassir Abdul Rahman Abdul Rauf Arafat al-Qudwa, dikenal dengan Yasser Arafat, bahkan popular dengan panggilan Abu Ammar. Bukan sekadar tokoh muslim yang fenomenal, tetapi juga tokoh pejuang yang kontroversial. Dialah yang menjadi icon perjuangan perlawanan terhadap zionis Israel demi terwujudnya negara Palestina yang merdeka.
Abu Ammar disebut sebagai tokoh muslim yang fenomenal karena sepanjang sejarah perjuangan rakyat Palestina tokoh ini memiliki berbagai keunikan sekaligus kharisma kepemimpinannya dibandingkan para pejuang Palestina sebelumnya.
Abu Ammar disebut sebagai pejuang yang kontroversial karena ketika menjadi pemimpin pejuang baik di FATAH maupun di PLO, sering kali membuat kebijakan-kebijakan yang tak lazim dilakukan oleh pemimpin sebelumnya, misalnya hadir ke Yerussalem untuk berunding, pengakuan terhadap eksistensi Israel, dll. Tetapi endingnya rakyat Palestina dan dunia tetap memberi dukungan penuh perjuangan dan kepemimpinan Abu Ammar.
Abu Ammar, sangat pantas disebut sebagai diplomat senior, dan negosiator yang ulung, mampu berkomunikasi dengan pemimpin-pemimpin negara manapun, bahkan dengan pemimpin negara yang notabene musuh bebuyutannya sendiri Israel.
Barokalloh.