KLIKMU.CO – Kalau wanita yang menyusui anaknya termasuk dibolehkan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan dan diganti dengan membayar fidyah, bagaimana kalau ia berpuasa tapi tidak semua hari (misalnya dua hari puasa, sehari tidak, dst)? Apakah sejumlah hari yang ia tidak berpuasa itu dapat diganti dengan membayar fidyah atau harus diganti dengan puasa di hari yang lain pada luar bulan Ramadhan?
Demikian pertanyaan dari Bapak Wakijo di Metro Lampung kepada Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah. Jawaban atas pertanyaan itu disidangkan pada Jumat, 22 November 2013.
Menurut Majelis Tarjih, syariat Islam itu mempunyai prinsip-prinsip. Di antaranya adalah menghilangkan kesulitan. Begitu pula dalam kewajiban puasa Ramadhan. Puasa Ramadhan merupakan ibadah wajib, akan tetapi Islam tidak lantas memberatkan, sehingga Allah memberikan rukhsah atau keringanan bagi beberapa golongan yang memang tidak bisa menjalankan puasa.
“Wanita yang menyusui termasuk salah satu golongan yang mendapatkan rukhsah dalam pelaksanaan puasa Ramadhan sehingga ia boleh meninggalkan puasa apabila merasa berat. Karena apabila dipaksakan, mungkin membahayakan dirinya dan anak yang disusuinya. Oleh karena itu, dalam hukum syariah diberi keringanan untuk tidak berpuasa dan sebagai gantinya ia wajib memberi makan seorang miskin (membayar fidyah),” demikian penjelasan Majelis Tarjih dikutip dari laman resminya.
Adapun dalil-dalilnya ada tiga. Pertama, firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Al-Quran surah Al-Baqarah (2) ayat 184:
أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ ۚ وَأَن تَصُومُوا خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ .
Artinya: “(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Kedua, hadist Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَنَسِ ابْنِ مَالِكِ الْكَعْبِيّ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص.م قَالَ إِنَّ اللهَ عزّ و جلّ وَضَعَ عَنِ الْمُسَافِرِ الصَّوْمَ وَشَطْرَ الصَّلاَةِ وَعَنِ الْحَامِلِ أَوِ الْمُرْضِعِ الصَّوْمَ [رواه الخمسة].
Artinya: “Diriwayatkan dari Anas Ibnu Malik al-Ka’bi bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Mulia telah membebaskan puasa dan separuh salat bagi orang yang bepergian, dan membebaskan pula dari puasa orang hamil dan orang yang menyusui” [HR. lima ahli hadist].
Ketiga, hadist Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أنَّهُ قَالَ أُثْبِتَ لِلْحُبْلَى وَالْمُرْضِعِ أَنْ يُفْطِرَا وَ يُطْعِمَا فِيْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِيْنًا [رواه أبو داود
Artinya: “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata: Ditetapkan bagi wanita yang mengandung dan menyusui berbuka (tidak berpuasa) dan sebagai gantinya memberi makan kepada orang miskin setiap harinya.” [HR. Abu Dawud]
Berdasarkan dalil-dalil di atas, dapat diketahui bahwa wanita menyusui yang tidak bisa berpuasa secara penuh di bulan Ramadhan, sebagai gantinya, ia harus membayar fidyah sebanyak hari-hari yang ia tidak berpuasa, yakni memberi makan seorang miskin setiap harinya. Jadi, ia tidak perlu untuk meng-qadha puasanya di hari lain di luar bulan Ramadhan.
“Adapun besarnya jumlah fidyah yang harus dibayarkan adalah minimal satu mud (sekitar 0,6 kg) atau setara dengan ukuran dan harga makanan yang ia makan sehari-hari. Namun demikian, apabila membayar fidyah tersebut memberatkan karena harus mengeluarkan biaya, sementara wanita yang menyusui itu termasuk golongan orang yang kurang mampu, menurut hemat kami ia dapat mengganti puasanya dengan berpuasa di hari lain di luar bulan Ramadhan sesuai jumlah hari puasa yang ditinggalkannya,” demikian penjelasan Majelis Tarjih yang bersumber dari Majalah Suara Muhammadiyah No. 12, 2014. (AS)