Idul Adha, Menebar Kebaikan Sekaligus Proses Edukasi pada Generasi

0
365
Ilustrasi dari internet

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Takbir menggema menyambut hari besar dan agung. Kalimah thayyibah dilantunkan dengan suara khas nan merdu. Gelombang suara suara takbir masuk dalam relung kalbu dan menusuk jantung. Tidak ada yang Maha Gagah dan Perkasa kecuali Allah Subhanahuwat’ala. Takbiran bersahutan memberi tanda dan informasi bahwa hari ini adalah hari mulia penuh berkah dan rahmah.

Keajaiban nilai ibadah masa kenabian Ibrahim dan Ismail menetes dan terwariskan hingga saat ini semata-mata kehendak yang Maha Kuasa. Siapa pun makhluk di muka bumi ini yang membangkang kehendak-Nya akan mendapatkan konsekuensi yang setimpal. Nabiyullah Muhammad Sallahu Alaihi Wasalam pun memperkuat ajaran nabiyullah  Ibrahim alaihi salam. Ketika umat Islam merasakan nikmat yang sangat banyak, bentuk syukurnya harus menghamba kepada Allah SWT dan berkurban semata lillahita’ala.

Ada added value dalam momen Idul Adha. Selain saling mengingatkan penghambaan kepada Allah secara vertikal, juga pada waktu yang sama untuk saling berbagi sesama manusia secara horizontal. Tebar kebaikan harus berbanding lurus dengan tebar ketulusan, tebar daging kurban harus berbanding lurus dengan tebar sesuai sasaran. Aliran darah dari sembelihan hewan kurban dan lezatnya sate, soto, dan sup daging kurban tidak ada maknanya hanya berhenti dalam visual indrawi.

Sejatinya Idul Adha atau Idul Qurban lebih pada nilai kedekatan jiwa dan raga pada yang Maha Kuasa akan semua titipan-Nya. Bukan kebaikan dalam diri seseorang yang bekqurban, melainkan kebaikan Allah yang telah menitipkan pada hamba-Nya. Justru harus sadar, amanah tersebut menjadi bagian dari kemampuan untuk menguji diri apakah mampu menjaga amanah-Nya atau sebaliknya? Insya allah dengan asma Allah yang Maha Rahman dan Rahim tetap melindungi dari sifat sombong dan takabur.

Momen Idul Adha menjadi tren positif karena pasca shalat Id dilanjut penyembelihan hewan kurban untuk dibagikan pada warga sekitar dan warga yang membutuhkan walaupun masih banyak catatan dalam ritual penyembelihan hewan kurban yang seharusnya menjadi proses edukasi masyarakat, khususnya anak-anak.  Generasi muda dan masyarakat yang masih awam, namun faktanya masih terkesan sebuah entertainment.

Ada substansi yang harus dijadikan perhatian oleh pihak masyarakat bahwa dalam proses penyembelihan hewan kurban harus benar-benar standarisasi. Pertama, hewan kurban tersertifikasi sehat dan layak. Kedua, penyembelih tersertifikasi juru sembelih halal. Ketiga, lokasi penyembelihan bebas bau amis pasca penyembelihan hewan kurban. Keempat, memberikan edukasi pada anak-anak proses ibadah kurban secara praktis, mulai shalat Id berjamaah, persiapan penyembelihan hewan, proses penyembelihan, dan pembagian daging kepada yang berhak.

Nilai lebih pada proses ibadah kurban banyak hal yang dapat dijadikan pelajaran (ibrah) atau hikmah pada setiap generasi, mulai mempersiapkan pelaksanaan shalat Id, penyembelihan hewan kurban, dan pembagian daging kurban pada masyarakat secara tidak langsung telah membangun solidaritas dan kepekaan diri untuk saling membantu dan peka pada sesama.

Namun, ada catatan bagi para alim ulama, ustadz, dan cendekiawan muslim bahwa proses ibadah kurban harus ada penelitian yang berkaitan dengan indikator ketercapaian nilai ibadah terhadap peningkatan produktivitas ibadah yang dapat dirasakan dalam jangka panjang atau bersifat strategis. Bukan sekadar menyembelih hewan kurban dan memakan dagingnya yang akan habis sesaat. Karena sependek yang dapat dipahami, secara kuantitas jumlah muqorib (yang berqurban) cenderung meningkat setiap tahun. Dari jumlah hewan kurban jika dikonversi pada uang dengan asumsi setiap muqorib 2,5 juta – 3 juta rupiah dikalikan jumlah muqorib sangat memungkinkan menyentuh pada angka triliunan rupiah.

Jika dihitung dengan ilmu matematika, angka triliunan rupiah setiap tahun dapat dibuat skema dan konsep yang mendekati pada nilai ibadah produktif. Ambil contoh di blok atau RW tempat tinggal 7 sapi dan 15 kambing/domba dikonversi uang menyentuh angka 180-200 juta. Seandainya untuk pembangunan sumber daya manusia bisa melahirkan 10 generasi  fiisabilillah.

Namun tidak demikian ibadah kurban sudah menjadi ketentuan ta’abudi yang sakral sehingga sulit dikonversi menjadi bentuk ibadah lain. Kecuali ada kesepahaman dan kesepakatan seluruh ulama untuk berijtihad terkait hal tersebut. Minimal dari total jumlah yang ada dapat dikonversi 10 persennya saja bisa menjadi solusi pembangunan manusia fiisabillah yang lebih strategis. Mungkin ini sebuah hayalan dungu, tapi juga menjadi mimpi yang menginspirasi. Selamat Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriyah. (*)

Bandung, Juli 20022

Ace Somantri adalah Wakil Ketua PD Muhammadiyah Kabupaten Bandung dan dosen UM Bandung. (Pribadi/KLIKMU.CO)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini