8 April 2025
Surabaya, Indonesia
Opini

Idul Fitri 1444 H: Momentum Harmonisasi Umat Islam

Ace Somantri, dosen Universitas Muhammadiyah Bandung. anggota PWM Jawa Barat Periode 2022-2027. (Dok pribadi)

Oleh: Ace Somantri

KLIKMU.CO

Menghitung hari, bulan Ramadhan tidak terasa sudah masuk pekan keempat. Nuzulul Qur’an pun sudah terlewati digelar di berbagai masjid dan komunitas muslim. Sebentar sesaat akan berakhir bulan suci Ramadhan, sekaligus menyambut awal bulan Syawal.

Tepat tanggal 1 Syawal 1444 H menjadi syariat melakukan shalat Id Fitri dan juga sudah menjadi tradisi keberagamaan ada penyambutan cukup meriah dari kalangan muslim di Indonesia. Momentum id fitri selalu dikaitkan dengan saling maaf memaafkan antar umat muslim, walaupun sebenarnya saling memaafkan antarsesama tidak harus momentum id fitri melainkan di waktu-waktu lain juga dianjurkan. Tradisi memang sering menghiasi dan juga memberi efek psikologis pada individu manusia itu sendiri, sehingga dalam suasananya terbangun frame yang lebih berarti.

Id fitri jauh sebelum negeri ini berdiri sudah menjadi syariat bagi umat muslim di manapun berada, sekalipun sunnah hukumnya melaksanakan shalat id. Namun, karena hari tersebut merupakan hari yang sangat ditunggu seolah hari tersebut menjadi salah satu hari yang istimewa, dapat dikatakan betul ketika pendekatan sosio antropologis khususnya di Indonesia id fitri adalah hari yang ditunggu-tunggu kedatangannya.

Bahagia dan gembira siapapun mereka umat muslim Indonesia, Ramadhan sebulan penuh sesaat usai ditutup dengan id fitri. Semua sirna segala hal yang menjadi beban selama berbulan-bulan dan menghilangkan rasa lelah selama satu bulan penuh berpuasa menaham rasa haus dan lapar. Di manapun tinggalnya, saat gema takbir berkumandang di mana-mana saat itu pula hati umat muslim tersentuh akan berkumpulnya sanak famili, tak ayal yang merantau pun berusaha keras berbagai cara untuk pulang kampung bertemu keluarga besar.

Id Fitri selalu dinanti bagi umat muslim, karena momentum tersebut menjadi magnet tersendiri untuk bercengkerama bersama keluarga yang selama ini kadang sering berpisah jarang bertemu, berbulan-bulan dan kadang bertahun-tahun berpisah. Rasa kangen pun selalu menggelayut hanya saat menjelang Id fitri momentum untuk bertemu keluarga.

Sekalipun hanya sehari, kebahagiaannya mampu menutup beban yang menepel selama setahun lamanya. Entah apa yang terjadi setiap id fitri memang seperti itu suasananya, Allah SWT yang Maha Rahman dan Rahim seolah hadir dalam balutan jiwa dan raga umat muslim. Harmonisasi antargenerasi dalam keluarga dan sesama umat muslim menjadi tradisi untuk saling silaturahmi, berjabat tangan dan saling memaafkan tanpa beban sambil tersenyum berseri, terlebih anak-anak usia belia dan remaja kegiarangan bergembira tiada tara.

Ucapan selamat pun terlontar dari berbagai kalangan, termasuk di luar umat muslim pun menyampaikan ucapan selamat sebagai bentuk penghormatan kepada umat muslim. Id fitri benar-benar menjadi momentum harmonisasi antarsesama manusia tanpa ada sekat batas ras, suku dan agama dimuka bumi, termasuk mahluk-mahluk lain berharap ikut merasakannya akan kebahagiaan umat muslim.

Siapapun mahluk hidup memiliki hak untuk bahagia, karena kebahagiaan bagian dari kenikmatan yang diberikan Allah Ta’ala tanpa membeda-bedakan, selama diciptakan ke alam dunia ini sudah ada jaminan untuk sama-sama memuliakan satu sama lainnya.

Harmonisasi bukan hanya berhenti hanya saling memaafkan, melainkan membangun komunikasi dan interaksi berwujud silaturahmi yang bermakna kolaborasi untuk bersama-sama berbuat kebajikan demi kebaikan diri dan kebermanfaatan bagi sesama. Silaturahmi dengan dimaknai kolaborasi dan dibingkai dengan suasana aura rahman dan rahim satu dengan lainnya. Saling memaafkan, saling memberi manfaat, saling menyayangi, saling mengasihi, saling mengingatkan dalam meningkatkan kualitas diri dan umat untuk keselamatan dunia dan akhirat. Apapun aktifitas kita saat ini, baik dalam kondisi sehat bugar maupun pada posisi sakit terbaring sudah dipastikan berusaha untuk menjadi yang terbaik.

Dengan harmonisasi antarsesama dapat meningkatkan rasa bahagia, maka ketika kebahagiaan terbangun maka otomatis akan meningkatkan hormon endorfin, di mana hormon tersebut dapat memacu syaraf dan peredaran darah memperbaiki kondisi sel-sel tubuh yang rusak sehingga mampu meningkatkan kualitas kesehatan diri.

Selain bermanfaat pada diri kita sendiri, kebahagiaan kita juga akan memotivasi orang lain berpersepsi baik mandorong dirinya berusaha bahagia. Hal tersebut akan meningkatkan kualitas kesehatan dirinya juga begitu menurut hasil penelitian dalam ilmu psikologi. Jadi harmonisasi ketika dilihat dari nilai manfaatnya secara faktual dan empirik menunjukan wujud beramal sholeh dalam lingkup kehidupan sosial kemasyarakatan.

Ternyata, harmonisasi juga diperintahkan dalam syari’at Islam. Karena bagi Allah SWT, setiap orang atau manusia pada posisi awal kehidupan sudah memiliki potensi kebaikan dalam jiwa dan raganya. Sekaligus menghantarkan keimanannya kepada Sang Pencipta alam semesta. Sehingga wajar, al Qur’an menegaskan bahwa orang-orang beriman itu adalah bersaudara, maka harmonislah diantara saudara kamu sekalian agar membentuk saling mengasihi dan menyayangi. Kalimat tersebut, pendekatan makna ushuliyah ketika teks nash menujukan perintah maka dihukumi wajib atau diharuskan.

Hari raya id Fitri tahun 1444 Hijriyah pada momentum melepas beban kebijakan pemerintah dan kondisi sosial yang mendera, yaitu kebijakan PPKM yang membatasi aktifitas kerumunan. Tahun ini, umat muslim hampir dipastikan akan menikmati kebahagiaan lebih pas dan bebas. Harmonisasi dan silaturahmi tidak terkekang dengan kebijakan yang tidak mencerdaskan, malah pada realitanya banyak yang menyengsarakan rakyat. Hingga kini, banyak pelaku usaha menengah kebawah mengalami keterpurukan kesejahteraan hidupnya.

Untung saja, mereka memiliki rasa keimanan yang cukup sehingga masih punya optimisme dalam memperbaiki kondisi usahanya, sementara negara banyak mengobral janji insentif namun faktanya hanya dalam bibir dan iklan dalam televisi. Yang ada, justru para pejabat pengumpul pajak rakyat malah pamer kekayaan hasil memeras dari usaha rakyat.

Berharap momentum id fitri membuka hati nurani, mengganti sekaligus menghapus sikap tidak peduli dan mengubur dalam-dalam budaya korupsi dalam lingkungan instansi dimana kita mengabdi. Harmoni tidak menjadi hiasan dinding dalam bangunan negeri yang hanya datang setiap kali id fitri.

Harmoni benar-benar datang dari dalam nurani, bukan sesaat emosi yang terpancing saat mendengar gema takbir Ilahi. Setelah melewati takbir id fitri kembali pada semula berprilaku tidak terpuji, sayang sekali jikalau itu sudah menjadi tradisi dari  dari id fitri ke id fitri berikutnya. Konon kabarnya sangat tidak disadari ternyata sudah sikap tersebut kerap kali terjadi setiap id fitri dari tahun ke tahun diulang kembali tanpa ada rasa sedih dan menyesali. Semoga id fitri kali ini benar-benar harmoni yang abadi sehingga menjelang masuk pintu surgawi. Wallahu’alam. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *