Oleh: Haidir Fitra Siagian
KLIKMU.CO
Innalilahi wa innailaihi rajiun. Pada hari ini saudaraku Marwan Aidid G.S. Dg. Nompo telah berpulang ke rahmatullah, memenuhi panggilan Ilahi Rabbi. Beliau meninggalkan kita semua dengan tenang pada saat Bangsa Indonesia memperingati hari ulang tahun kemerdekaan yang ke-76.
Kepergian kader Muhammadiyah ini di kampung halamannya, Talabborong Desa Manjalling Kec. Bajeng Barat Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan. Ini meninggalkan duka yang mendalam, bukan hanya bagi keluarga, juga keluarga besar Muhammadiyah Kabupaten Gowa, kader Tapak Suci Putera Muhammadiyah, pun terkhusus kepada kami sekeluarga.
Sesungguhnya nama Marwan Aidid, tidak begitu saya kenal. Yang kami kenal adalah Daeng Nompo. Sejak akhir tahun 1990-an, saya sudah kenal kepada almarhum. Saat itu beliau sering datang ke Pusat Dakwah Muhammadiyah Sulawesi Selatan Jalan Perintis Kemerdekaan Km. 10 No. 38 Tamalanrea Makassar.
Beliau bekerja sebagai karyawan pada Akademi Kebidanan Muhammadiyah Makassar, satu di antara amal usaha Muhammadiyah yang sangat terkenal, maju, dan rujukan akademi kebidanan lainnya. Direkturnya adalah dr. H. Subari Damopoii, yang menjabat sebagai Ketua Majelis Kesehatan dan kemudian menjadi Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan periode kepemimpinan Pak Kiai Nasruddin Razak. Sekarang dr. Subari telah kembali ke tempat kelahirannya, di Sulawesi Utara, mengembangkan amal usaha Muhammadiyah.
Jadi Saat itu Daeng Nompo selalu datang ke Pusat Dakwah bersama dengan dr. Subari, baik saat acara rapat rutin PWM Sulsel setiap hari Rabu siang sampai magrib, maupun jika ada kegiatan lainnya. Di sinilah kami sering berinteraksi, dalam posisi saya saat itu adalah staf PWM Sulsel. Di sela-sela rapat, kami sering ngobrol sambil minum teh dan makan-makan kue ringan. Di samping urusan administrasi, saya memang bertugas membuat teh dan menyajikannya untuk peserta rapat. Tentu Daeng Nompo juga dapat bagian. Ada kalanya saya minta tolong kepadanya untuk belanja ke warung sebelah atau mengambil surat-surat yang difotocopy.
Sebelum saya berangkat ke Australia, kami sempat bertemu. Saya menanyakan keadaannya. Dia bilang tak bekerja lagi di Akbid Muhammadiyah. Sudah balik ke kampung halamannya di Gowa. Katanya waktu itu, sudah lelah bekerja di Makassar dan ingin hidup bersama keluarganya di kampung.
Melalui media sosial, saya melihat dia masih aktif di Tapak Suci Putera Muhammadiyah. Dia jadi pelatih dan pengurus di Kabupaten Gowa. Beberapa kali juga terlihat dia aktif membantu kegiatan yang diadakan MDMC Muhammadiyah Gowa. Ketika banjir dan tanah longsor di pedalaman Gowa beberapa tahun lalu, almarhum ikut membantu membawa bantuan bersama Angkatan Muda Muhammadiyah.
Ketika saya menikah delapan belas tahun lalu, bulan Agustus 2003 di Somba Majene, beliau memiliki setidaknya dua peran yang sangat vital. Peran pertama adalah karena tugasnya, peran kedua adalah atas inisiatifnya.
Sebagai karyawan Akbid Muhammadiyah, oleh dr. Subari menugaskan dia mengantar saya bersama keluarga ke Somba dengan mobil dinas. Kami berangkat dari Bandara Sultan Hasanuddin Maros sekitar jam sepuluh pagi dan tiba Somba jelang magrib. Dan esoknya, setelah acara pernikahan selesai, dia membawa pulang keluargaku ke Makassar. Saya tidak ikut lagi karena masih tinggal di rumah bapak mertua.
Peran kedua adalah jadi fotografer pernikahan. Saya dan panitia pernikahan dari pihak mempelai perempuan, lupa menyiapkan petugas foto maupun kameramen. Ada seorang teman dari Bogor yang punya kamera, tetapi selesai acara, hasil syutingannya hilang. Jadi praktis tidak ada dokumentasi saat acara pernikahan kami.
Maklum saat itu, tahun 2003, kamera itu masih agak langka. Sudah ada memang yang punya, tapi entah kenapa saat itu, tidak ada pihak keluargaku dan keluarga perempuan yang membawanya. Mana memang saat itu, acara pernikahan kami sangat sederhana. Dilaksanakan di Masjid Raya Somba.
Setelah pernikahan baru kami semua sadar, ternyata tidak ada di antara kami yang mengambil gambar. Sehingga tidak ada dokumentasi acara yang mulia ini. Sungguh ini bukanlah satu kesengajaan. Nanti pada saat resepsi pernikahan kami di Auditorium Al Amien Unismuh Makassar, yang dilaksanakan tepat 18 tahun lalu pada hari ini, 17 Agustus 2003, barulah disiapkan fotografer profesional dari Dalihan Na Tolu.
Nah, beberapa waktu kemudian, mungkin dua atau tiga bulan, saya bertemu dengan Daeng Nompo. Seperti biasa, dia datang ke Kantor PWM Sulsel mengantar Ustadz dr. Subari untuk mengikuti rapat rutin. Di sela-sela rapat kami ngobrol sana-sini. Akhirnya dia mengatakan memiliki film yang belum dicetak, acara pernikahan kami. Katanya saat itu dia membawa kamera dan mengambil gambar. Saya tidak tahu dan dia pun merasa tidak perlu memberitahu karena dia merasa kami pasti memilikinya.
Syukur Alhamdulillah. Saya langsung minta dia segera membawa filmnya ke kantor, lalu kemudian saya mencetaknya. Akhirnya dokumentasi pernikahan kami tetap ada. Itulah yang kami simpan hingga sekarang.
Terimakasih banyak saudaraku. Jasamu akan dikenang. Semoga Allah Swt memberikan tempat yang layak di sisi-Nya. (*)
Haidir Fitra Siagian adalah dosen UIN Alauddin Makassar, aktivis Muhammadiyah, saat ini sedang bermukim di Australia