Integrasi Nilai-Nilai Islam dalam Paskibraka

0
68
Oleh: Thoat Stiawan, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Surabaya. (Pribadi/KLIKMU.CO)

Oleh: Thoat Stiawan, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Surabaya

Polemik terkait larangan penggunaan jilbab oleh anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibra) belakangan menjadi isu sensitif di Indonesia. Isu ini muncul dari adanya laporan dari calon anggota Paskibraka putri yang awalnya mengenakan jilbab diminta untuk melepaskannya saat pengukuhan di Ibu Kota Nusantara (IKN) pada tahun ini dengan dalih keseragaman, kerapian, atau untuk mengikuti standar tertentu dalam penampilan.

Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), yang bertanggung jawab atas peraturan ini, mengklaim bahwa tidak ada pemaksaan untuk melepas jilbab, dan bahwa anggota Paskibraka mengikuti aturan tersebut secara sukarela untuk memenuhi standar pakaian dan penampilan selama acara kenegaraan.

Aturan ini hanya berlaku selama prosesi kenegaraan, seperti pengukuhan dan pengibaran bendera.

Kebijakan ini menuai banyak kritik dari berbagai pihak, termasuk tokoh-tokoh masyarakat dan organisasi. Mereka mengecam aturan ini yang dianggap tidak sesuai dengan semangat kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi ​dan melanggar hak asasi manusia, terutama kebebasan beragama dan hak individu untuk menjalankan ajaran agamanya.

Ada beberapa alasan penting dalam studi Islam tentang penggunaan jilbab oleh anggota Paskibraka.

Kewajiban Berpakaian Syari

Para ulama sepakat bahwa menutup aurat adalah kewajiban bagi perempuan muslim. Jilbab atau pakaian syari yang menutup aurat merupakan bentuk ketaatan terhadap perintah agama dan sebagai tanda kesopanan dalam masyarakat.

Konteks Sosial dan Budaya

Dalam banyak budaya muslim, jilbab bukan sekadar pakaian, tetapi juga simbol sosial yang menandakan kesopanan, kehormatan, dan identitas keagamaan. Ini berperan dalam cara masyarakat memandang individu dan bagaimana individu mempresentasikan diri mereka dalam konteks sosial.

Jilbab juga sering kali menjadi simbol kebanggaan budaya dan spiritual. Selain itu, sebagai cara untuk mengekspresikan komitmen terhadap prinsip-prinsip Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Penyesuaian dengan Aturan Organisasi

Paskibraka adalah organisasi yang memiliki aturan dan standar, termasuk pakaian. Regulasi yang dibuat oleh lembaga atau organisasi sering kali menentukan kebijakan mengenai penggunaan jilbab. Dalam beberapa situasi, mungkin diperlukan perubahan atau persetujuan untuk mematuhi aturan saat ini tanpa menghilangkan kewajiban agama.

Menurut usul fiqih, prinsip yang mengatur penyesuaian dan adaptasi dalam berbagai konteks kehidupan bisa diterapkan. Dalam hal ini, jika aturan organisasi bertentangan dengan kewajiban berpakaian syari, penyesuaian harus dilakukan dengan tetap memperhatikan kepatuhan terhadap kewajiban agama.

Hak dan Kewajiban Individu

Dalam Islam, mencari keseimbangan antara hak individu dan kebijakan organisasi melibatkan penerapan prinsip-prinsip syariah dengan mempertimbangkan keadilan, hak asasi manusia, dan kebutuhan organisasi.

Ada beberapa pendekatan dan prinsip yang biasanya diterapkan untuk mencapai keseimbangan. Yakni, prinsip keadilan (al-adl), prinsip kemudahan dan keringanan (al-yusr), dialog dan konsultasi (shura), prinsip maslahah (kepentingan umum), prinsip toleransi (al-tasamuh), dan penyesuaian (tafriq).

Melalui pendekatan ini, Islam mendorong tercapainya keseimbangan yang adil antara hak individu dan kebijakan organisasi. Tentu dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip syariah dan menghormati hak-hak individu.

Setiap kasus memiliki konteks dan dinamika yang berbeda. Karena itu, penting untuk mempertimbangkan semua elemen ini secara menyeluruh saat menilai masalah penggunaan jilbab dalam Paskibraka. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini