17 Desember 2025
Surabaya, Indonesia
Opini

Jangan Meremehkan, Jangan Pula Menyombongkan

Oleh: Dwi Taufan Hidayat
Ketua Lembaga Dakwah Komunitas PCM Bergas, Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PDM Kab Semarang

Dalam perjalanan hidup, kita akan selalu bertemu dengan manusia yang jatuh, salah, tersandung, terjerumus dalam kekeliruan, atau menghadapi badai ujian yang melemahkan langkahnya. Pada saat yang sama, kita pun bisa mengalami masa ketika Allah memberi kemudahan, kemampuan, kecerdasan, kekuatan, kedudukan, atau kesempatan berbuat lebih baik daripada orang lain.

Dua keadaan ini menuntut kebeningan jiwa: jangan pernah meremehkan orang lain walaupun ia bersalah, dan jangan pernah memandang diri sendiri mulia hanya karena memiliki kelebihan. Sebab kesombongan adalah awal kehancuran amal, dan merendahkan sesama adalah bukti hati yang tidak mengenal hakikat rahmat Allah.

Rasulullah صلى الله عليه وسلم menjelaskan bahwa manusia tidak diciptakan untuk saling menjatuhkan, melainkan saling menuntun menuju kebaikan. Kita semua hanyalah hamba yang lemah, berdiri semata karena karunia Allah. Apa pun yang kita banggakan bukan hasil jerih pribadi, melainkan titipan yang dapat dicabut kapan pun. Karena itu, agama menegakkan adab agar manusia diperlakukan dengan belas kasih, bukan dengan penghinaan dan kesombongan.

Larangan Merendahkan Sesama

Allah سبحانه وتعالى berfirman:
﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰ أَن يَكُونُوا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِّن نِّسَاءٍ عَسَىٰ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ ﴾ (الحجرات: 11)

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum merendahkan kaum yang lain, boleh jadi mereka yang direndahkan lebih baik daripada mereka yang merendahkan; dan jangan pula wanita-wanita merendahkan wanita-wanita lain, boleh jadi mereka lebih baik. Janganlah saling mencela dan memanggil dengan gelaran yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan buruk setelah beriman. Barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Ayat ini menanamkan kesadaran bahwa martabat manusia tidak ditentukan oleh penilaian lahiriah, melainkan oleh takwa yang hanya Allah mengetahuinya. Orang yang hari ini salah, bisa jadi esok menjadi hamba yang paling dicintai Allah karena taubatnya. Sebaliknya, orang yang hari ini merasa paling mulia, bisa terjatuh hina karena kesombongannya.

Dalam hadis sahih, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
﴿ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ ﴾ (رواه مسلم)

“Cukuplah seseorang digolongkan sebagai orang jahat apabila ia meremehkan saudaranya sesama Muslim.”

Hadis ini singkat, tetapi menghunjam ke dasar hati. Meremehkan orang lain berarti menempatkan diri seolah lebih tinggi dari takdir Allah, lupa bahwa setiap manusia sedang menapaki ujian yang berbeda-beda.

Bahaya Kesombongan dalam Hati

Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga memperingatkan:
﴿ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ ﴾ (رواه مسلم)

“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat biji zarrah dari kesombongan.”

Ketika seseorang merasa lebih baik karena ilmu, harta, ibadah, atau kedudukan, sejatinya ia sedang membangun penghalang antara dirinya dan rahmat Allah. Kesombongan membuat amal tak berbuah, ilmu kehilangan keberkahan, dan ibadah tak mengangkat derajat.

Betapa banyak manusia yang tampak hina di mata manusia, tetapi di malam hari berlutut menangisi dosa hingga menjadi kekasih Allah. Sebaliknya, betapa banyak yang terlihat alim dan terhormat, tetapi amalnya gugur karena riya dan takabbur. Kita tidak pernah tahu akhir seseorang. Karena itu, tundukkan pandangan dari mencari aib orang lain dan sibukkan diri memperbaiki kekurangan diri sendiri.

Allah سبحانه وتعالى berfirman:
﴿ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ﴾ (الحجرات: 13)

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.”

Takwa tidak selalu tampak dari penampilan atau status, melainkan dari hati yang bersih, ucapan yang lembut, dan perilaku penuh ketulusan. Orang bertakwa adalah yang paling sedikit merendahkan orang lain dan paling banyak memohon ampun atas kekurangan dirinya.

Jika hari ini kita melihat seseorang bersalah, doakan agar Allah memudahkan taubatnya. Jika kita melihat seseorang terjatuh, ulurkan tangan untuk mengangkatnya, bukan menunjuk dan mencela. Dan jika Allah memberi kita kelebihan, bisikkan pada hati: “Ini semua hanya titipan. Jika diambil kembali, aku tak memiliki apa pun.”

Jalan menuju Allah adalah jalan kerendahan hati, kesabaran, dan kasih sayang. Jangan biarkan kesombongan menghalangi langkah, dan jangan biarkan meremehkan orang lain mengotori jiwa. Hiduplah dengan kelembutan, karena Allah mencintai hati yang tidak mencederai saudara seiman.

Semoga Allah membersihkan hati kita dari kesombongan, iri, dan riya; mengisinya dengan tawaduk, kasih sayang, dan prasangka baik kepada sesama. Semoga Allah mengangkat derajat kita bukan karena pujian manusia, tetapi karena ketulusan amal dan kerendahan diri di hadapan-Nya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *